Kebumen yang dulu bukan yang sekarang (tapi masih banyak pr-nya juga)
Saya ingat betul waktu masih SMP, pernah diajak untuk berwisata ke Karangsambung. Waktu itu, saya lebih fokus beli jajan dan es cekek ketimbang memperhatikan penjelasan pemandu soal struktur batuan. Tapi sekarang, saya baru sadar betapa berharganya tempat itu. Bayangkan, lapisan-lapisan batu di Karangsambung itu katanya terbentuk jutaan tahun lalu karena tubrukan lempeng samudera. Kalau batuan aja bisa bertahan jutaan tahun, masa kita nggak bisa tahan hidup di Kebumen yang jalannya bolong-bolong?
Masuknya Kebumen ke UNESCO Global Geopark jelas bisa jadi momentum perubahan besar. Tapi jangan keburu senang dulu. Ini baru pengakuan, bukan jaminan otomatis kita semua jadi kaya. Sebab kalau tidak dibarengi dengan pembangunan yang berkelanjutan dan partisipasi masyarakat lokal, ya sama aja bohong. Punya Geopark tapi potensi lainnya masih saja sepi dan belum dikelola optimal? Sayang banget.
Geopark bukan sekadar wisata, tapi soal martabat dan masa depan
Geopark di Kebumen ini bukan cuma soal mendatangkan turis. Tapi juga tentang bagaimana sumber daya lokal bisa dikelola dengan baik oleh masyarakat sendiri. Bayangkan kalau warga sekitar diberi pelatihan menjadi pemandu wisata, pelaku UMKM, atau bahkan fasilitator edukasi geologi. Bisa jadi kebangkitan ekonomi dari bawah, bukan hanya dari proyek besar-besaran yang seringkali lebih menguntungkan kontraktor luar daerah.
Salah satu yang menarik adalah bagaimana Geopark bisa memperkuat identitas lokal. Kita bisa bangga, bukan hanya karena punya makanan enak dan logat ngapak yang khas, tetapi juga karena tempat kita diakui dunia. Anak-anak muda di Karangsambung, Ayah, atau Karangbolong bisa punya mimpi baru, bukan cuma jadi PNS atau kerja di pabrik luar kota, tapi juga jadi ahli geowisata atau entrepreneur lokal.
Tapi jangan lupa, sampah masih jadi masalah. Satu hal yang perlu diingat, wisata tanpa pengelolaan bisa jadi bencana. Lihat saja Pantai Suwuk. Dulu rame, sekarang sepi, banyak warung tutup, dan pengunjung kapok karena kotor dan kurang terurus. Jangan sampai objek-objek dalam kawasan Geopark nasibnya sama.
Kalau mau naik kelas, ya pengelolaannya juga harus naik kelas. Sampah jangan berserakan, fasilitas harus ramah pengunjung, dan yang paling penting, warga sekitar harus merasakan manfaatnya secara langsung.
Lalu, apa harapan kita?
Dengan status sebagai UNESCO Global Geopark, harapannya sederhana, semoga ini bukan jadi proyek jangka pendek yang hanya ramai saat seremoni saja. Semoga ini jadi awal dari pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Yang memberdayakan warga lokal, bukan sekadar memoles wajah daerah untuk turis.
Dan kalau boleh berharap lebih jauh, semoga ini juga bisa jadi titik balik Kebumen dari label “kabupaten termiskin” jadi “kabupaten yang paling tangguh”. Karena percayalah, jadi miskin itu bukan nasib, tapi bisa diubah dengan usaha bersama.
Akhir kata, saya cuma mau bilang, selamat buat Kebumen, tapi jangan lupa kerja keras masih panjang. Dan buat kamu yang belum pernah ke Karangsambung atau Karangbolong, mampirlah. Nikmati alamnya, dan tolong, jangan buang sampah sembarangan. Dari batuan purba kita belajar, bahwa hal yang bertahan lama adalah yang punya pondasi kuat. Semoga begitu pula dengan perubahan di kampung halaman saya ini.
Penulis: Akhmad Alhamdika Nafisarozaq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kebumen Boleh Jadi Kabupaten Paling Miskin Se-Jawa Tengah, tapi Potensi Alamnya Paling Kaya




















