Tidak bisa dimungkiri, Trans Jatim adalah program transportasi umum yang sukses besar
Walaupun menjadi salah satu provinsi terpadat di Indonesia, Jawa Timur masih tertinggal jauh dengan DKI Jakarta, Jogjakarta, dan Jawa Tengah soal transportasi umum. Kota-kota di Jawa Timur sebenarnya punya program sendiri untuk mengurai kemacetan di daerahnya masing-masing seperti Trans Sidoarjo, Suroboyo Bus (SB), dan Trans Semanggi Surabaya (TSS). Hanya saja, kehadiran mereka belum mampu memikat hati masyarakat. Trans Sidoarjo bahkan berhenti beroperasi beberapa tahun lalu.
Sangat aneh memang mengingat kawasan di Jawa Timur (Gerbangkertosusila) merupakan kawasan strategis nasional. Sah-sah saja bagi masyarakat naik kendaraan pribadi untuk kerja. Namun, bukankah dengan meningkatnya pengguna jalan bakal berdampak buruk pada kemacetan yang akan menghambat aktivitas?
Sadar akan hal itu, Pemerintah Jawa Timur berinisiatif untuk membenahi layanan publik pada transportasi umum. Mereka berhasil mewujudkannya pada Agustus 2022 kemarin dengan meluncurkan program bernama Bus Trans Jatim yang akan memfasilitasi masyarakat dalam beraktivitas. Saat ini, Trans Jatim baru melayani koridor satu tujuan Sidoarjo (Terminal Porong)-Gresik (Terminal Bunder) dan akan bertambah koridor tiap tahun.
Sempat dipandang sepele karena diprediksi bakal jadi proyek gagal, Trans Jatim justru menjadi andalan masyarakat Jawa Timur dalam beraktivitas. Dari awal launching sampai sekarang, keramaian selalu terlihat di terminal maupun halte yang melayani bus Trans Jatim. Saya sering menikmati layanan ini dan saya punya alasan mengapa Trans Jatim layak menjadi transportasi umum di Jawa Timur sekarang.
Ongkos lebih murah
Saat pertama kali diluncurkan, Pemerintah Jawa Timur mengatakan jika Trans Jatim siap memfasilitasi penumpang secara cepat dengan harga terjangkau. Ongkos yang ditetapkan terbagi menjadi dua dengan pelajar dikenakan Rp2.500 dan umum Rp5.000. Meskipun dengan ongkos murah, perjalanan yang ditempuh sebagian besar melewati jalan tol. Dari Gresik misalnya. Setelah berkeliling kota, bus akan masuk ke Tol Romokalisari dan langsung masuk Terminal Bungurasih lewat Medaeng, kembali masuk dan keluar di Tol Sidoarjo, diakhiri dengan tujuan di Terminal Porong. Begitu pun sebaliknya.
Murah sekali ya tarifnya, padahal sebagian besar jalurnya melalui jalan tol. Bisa menghemat pengeluaran yang sebelumnya boros karena bensin sekitar 10-15 persen.
Halte nyaman bikin betah
Halte yang nyaman adalah sesuatu yang penting, tapi sering luput oleh pengelola. Di mana pun tempatnya, halte wajib dibangun dengan manusiawi agar masyarakat bisa duduk nyaman menunggu bus datang. Seluruh halte program Trans Jatim dibangun memadai dengan fasilitas berupa tempat duduk, lampu terang, dan tertutup sehingga lebih representatif.
Halte harus dibuat senyaman mungkin agar rasa puas tetap terjaga. Hal ini berbanding terbalik dengan halte-halte di Surabaya. Ada beberapa halte yang memadai, tapi ada juga yang cuma berpalang bertuliskan “bus stop”. Kayak bukan halte. Kondisi ini cukup ironis mengingat cuaca di Indonesia tidak menentu. Kadang calon penumpang kepanasan sekaligus kehujanan karena tidak beratap dan capek berdiri menunggu bus datang.
Halte Trans Jatim bisa dibilang memperbarui fasilitas yang sudah ada. Bekas halte Trans Sidoarjo kembali diaktifkan, sedangkan halte-halte baru dibangun di Gresik dengan pelayanan terbaik. Penumpang jadi tidak perlu mengeluh karena sudah sesuai standar bangunan halte.
Lalu, kita akan membicarakan salah satu hal yang paling penting: sistem pembayaran.
Baca halaman selanjutnya
Sistem pembayaran, anti-ngetem, dan sesuai kebutuhan
Sistem pembayaran fleksibel
Beda dengan SB dan TSS, sistem pembayaran Trans Jatim lebih fleksibel. Jika di Surabaya harus menggunakan QRIS dan kartu elektronik, transaksi di Trans Jatim bisa dilakukan dengan cara tunai dan non-tunai. Sebuah langkah bagus dari Pemprov Jatim untuk menarik minat masyarakat.
Mereka tahu, program transportasi umum tidak bisa disebut sukses kalau belum menjangkau masyarakat bawah. Pada kenyataannya, mereka masih terbiasa membayar langsung pakai uang ke kernet maupun sopir setiap naik angkutan umum. Trans Jatim justru bakal sepi penumpang kalau memaksakan seluruh transaksi dengan cara non-tunai karena dicap ribet. “Bisa pakai uang kok harus buka HP sama pakai kartu segala padahal sama-sama bayar”, begitulah jawaban penumpang yang pernah saya tanyain waktu naik Trans Jatim.
Langkah Trans Jatim sudah benar dengan melayani dua transaksi pembayaran sekaligus. Lebih ribet yang mana semua tergantung penumpang karena mereka yang bayar buat naik bus. Masuk akal jika Trans Jatim tidak pernah sepi penumpang.
Headway teratur, anti-ngetem
Ini yang paling saya suka selama menaiki Trans Jatim. Mau ada atau tidak adanya calon penumpang di halte, bus harus tetap jalan sesuai jadwal. Headway Trans Jatim juga telah diatur sesuai kondisi. Saat waktu rush hour seperti pagi dan sore hari, headway antarbus berjarak 10-15 menit. Sedangkan pada waktu senggang seperti siang dan malam, jarak bus yang datang sekitar 15-20 menit. Semua harus patuh jadwal keberangkatan agar masyarakat bisa memperhitungkan estimasi kedatangan sesuai aplikasi “TRANSJATIM-AJAIB”, kecuali jika ada kondisi tidak terduga seperti macet yang membuat kedatangan bus terlambat.
Tidak seperti Suroboyo Bus jalur Merr yang sering dikritik. Dengan jarak sekitar <13 km, cuma hanya ada dua bus yang melintas. Headway-nya juga kacau. Bisa-bisa nunggu sejam baru datang. Kebiasaan lama ngetem di Kenpark bikin masyarakat tambah lama nunggu bus datang. Yah pokoknya, jangan ikut-ikutan ngetem deh biar tidak ikutan dihujat
Bus untuk kebutuhan, bukan hiburan, apalagi pajangan
Trans Jatim berhasil memberikan solusi terbaik bagi masyarakat menjalani aktivitas sehari-hari. Saya kurang familiar dengan tipe bus, tapi untuk ukuran Trans Jatim sangat mirip dengan bus kopaja. Oleh karena berbobot ringan, waktu tempuh menjadi lebih cepat sehingga memudahkan pekerja untuk datang tepat waktu. Sudah cepat, murah lagi.
Ini bisa jadi daya tarik masyarakat, terutama yang kepikiran untuk beralih ke transportasi umum. Mereka cuma butuh bus sederhana dengan layanan bagus dan waktu tempuh singkat. Bukan cuma yang penting ada, tapi melupakan esensi dari kehadiran transportasi umum untuk memfasilitasi masyarakat beraktivitas rutin. Cukup sederhana sajalah kayak Trans Jatim yang gesit dan murah mengejar kualitas.
Trans Jatim kini menjadi primadona masyarakat Jawa Timur untuk memudahkan aktivitas sehari-hari. Saya sudah menjadi penumpang tetap Trans Jatim untuk kepentingan di Surabaya dan merasakan kehadirannya akan merevolusi nasib transportasi umum di Jawa Timur dengan layanan yang mendukung. Sedikit tambahan, selain faktor pendukung kesuksesan Trans Jatim, ada juga faktor penghambat seperti kekurangan armada bus dan pemberitahuan terbaru secara luring baik melalui terminal maupun halte. Andai segera dibenahi, dijamin masyarakat secara perlahan lebih memilih beralih naik transportasi umum.
Itulah beberapa faktor yang membuat Trans Jatim menjadi transum terbaik Jawa Timur saat ini. Dengan berbagai terobosan baru, bukan tidak mungkin Trans Jatim akan menjadi cerminan untuk memperbaiki kualitas transportasi umum di Jawa Timur. Tertarik naik bus Trans Jatim? Silakan coba dan buktikan sendiri.
Penulis: Muhammad Haekal Ali Mahjumi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Membangun MRT di Surabaya Memang Ideal, tapi Kurang Masuk Akal