Masyarakat +62 memang punya gaya hidup yang tinggi meskipun pendapatannya tidak seberapa. Bahkan saking jauhnya ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran, banyak orang bilang bahwa orang Indonesia membagi kebutuhannya menjadi 4 jenis, yakni kebutuhan primer, sekunder, tersier, dan pamer. Makanya, habis pamer terbitlah utang. Duitnya cuma seember tapi utangnya nggak ilang-ilang. Kebiasaan ini memang dianggap wajar, lumrah, dan memang kurang ajar, tapi semuanya berubah ketika corona datang.
Coronavirus disease-19 atau Covid-19 membuat banyak orang dipekerjakan di rumah alias work from home, bahkan ada pula yang berakhir dengan putusnya hubungan kerja. Pemasukan berkurang tapi utang tak kunjung hilang. Bahkan seorang teman saya ada yang mengalami rasanya dikejar-kejar rentenir karena telat membayar utang. Timbul suatu masalah sosial baru: duit nggak ada, tapi utang udah ditagih tetangga. Dibayar nggak bisa wara-wiri, nggak dibayar dituntut ganti rugi. Terus aku kudu piye?
Dalam tinjauan hukum, memang hal yang demikian dapat terjadi. Apabila pihak yang berutang (debitur) tidak menepati kesepakatan dengan pemberi utang (kreditur), pihak yang berutang akan disebut telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Sebenarnya wanprestasi bukan cuma telat membayar utang, banyak macamnya, tapi pada kasus ini kita khususkan pada soal telat membayar utang saja.
Ketika divonis wanprestasi, Anda (ceritanya Anda yang ngutang nih, biar gampang) bukan hanya harus membayar semua utang-utang Anda, tetapi juga harus membayar biaya kerugian yang ditimbulkan akibat tidak menepati kesepakatan dengan pihak kreditur.
Tapi masak iya sih di tengah pandemi begini masih juga dituntut ganti rugi? Sudah jatuh malah ketiban tangga kan.
Saya tidak bisa membantu Anda membayar utang di tengah pandemi ini. Tapi, jika Anda tengah mengalami masalah ditagih sementara uang mepet, saya mungkin bisa membantu Anda agar terhindari dari biaya ganti rugi dan bunga karena keterlambatan pembayaran utang.
Kalau Anda penasaran, Anda bisa lanjut membaca tulisan ini. Kalau nggak penasaran ya gapapa. Lanjut aja baca, lumayan menambah ilmu ngeles saat ditagih utang.
Pasal 1244 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan”
Lalu Pasal 1245 KUH Perdata menyatakan:
“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
Kalau otak Anda kram untuk memahami kedua pasal tersebut, pada intinya dua pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut memberikan Anda keringanan untuk tidak membayar biaya rugi dan bunga (bukan membebaskan dari utang) atas wanprestasi atau keterlambatan membayar jika sesuatu yang tidak diduga atau hal-hal lain yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Anda.
Ada tiga syarat utama Anda dapat terlepas dari biaya rugi dan bunga. Pertama dan yang paling utama adalah iktikad baik. Kedua adalah adanya suatu hal yang menghalangi. Ketiga, sesuatu yang menghalangi itu menyebabkan Anda tidak dapat melakukan kewajiban itu.
Lho, maksudnya bagaimana?
Di tengah pandemi ini, Anda dapat menjadikan corona sebagai tameng atau alasan Anda bahwa ada sesuatu yang membuat Anda tidak bisa membayar utang. Dengan ini, unsur “suatu hal yang menghalangi” telah terpenuhi. Keberadaan corona itu membuat Anda diputus hubungan kerja sehingga tidak dapat membayar utang Anda. Dengan ini, unsur “sesuatu yang menghalangi” terlaksananya kewajiban membayar utang juga telah terpenuhi.
Ketika di tengah pandemi ini Anda masih berusaha untuk membayar utang atau setidak-tidaknya membayar beberapa dari utang tersebut, dengan ini unsur itikad baik telah terpenuhi. Maka ketiga unsur yang saya sebutkan tadi sudah sah dan meyakinkan menurut hukum. Selamat! Anda terbebas dari tuntutan ganti rugi dan bunga.
Tapi, ini bukan alasan untuk sengaja tidak bayar utang. Seperti yang saya jelaskan tadi, yang pertama dan utama adalah itikad baik. Meskipun di tengah pandemi, kalau Anda masih mampu membayar utang sepenuhnya karena tidak terganggu pandemi atau kalau Anda hanya mampu membayar utang meski hanya setengah, seperempat, seperdelapan, atau bahkan seperdua puluh tiga, bayarlah utang tersebut.
Dengan begitu Anda tetap dianggap memiliki iktikad baik yang mungkin saja membuat kreditur bahkan membebaskan Anda dari utang. Kalau kata KPK, “Jujur itu hebat!” Ya begitulah, hukum (mestinya) akan selalu pro justitia kepada Anda yang berjalan di jalan yang benar!
BACA JUGA Meminjamkan Utang Itu Sederhana, Yang Rumit Itu Nagihnya dan tulisan Regentio Candrika Komala Dewa lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.