Cerita dan lini masa Facebook saya sedang dibanjiri oleh video berdurasi singkat yang bukan hasil kreasi sutradara film pendek. Video-video ini merupakan hasil kolaborasi antara perkembangan teknologi dan tingginya perasaan untuk mengekspresikan diri. Yang mana semuanya bisa dengan mudah dan murah diwujubkan oleh aplikasi TikTok. Benar sekali apa yang dikatakan Friedrich Nietze, “Whatever doesn’t kill you only make you stronger.”
Sebagai aplikasi yang dianggap memberi contoh buruk, TikTok pernah mengalami percobaan pembunuhan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara pada selasa 3 juli 2018. Usaha membunuh TikTok dari eksistensinya sebagai momok untuk generasi muda ini, membuat TikTok pernah terpuruk dan hilang dari peredaran dunia. Kini TikTok bangkit dari kuburnya setelah diunduh oleh lebih 1,5 miliar orang di seluruh dunia.
Angka mengerikan ini bahkan melebihi pengunduhan aplikasi Instagram yang hanya mencapai 1 miliar. Saya yakin Mark Zuckerberg sedang pusing geleng-geleng kepala. Sembari ia memikirkan bagaimana mengakuisisi TikTok atau minimal meniru fitur-fitur yang bisa ditambahkan pada aplikasi Instagram. Kebangkitan TikTok ini luar biasa, tidak seperti hantu komunis yang ditakut-takuti tapi tidak pernah kelihatan batang hidungnya. TikTok nyata muncul dan menghantui cerita dan lini masa Facebook dan media sosial lainnya.
Aplikasi ini pernah termarjinalkan. Bahkan ketika kita menggunakan mesin pencari Google dengan kata kunci ‘aplikasi goblok’ maka pada halaman pertama mesin pencarian adalah artikel yang bertemakan aplikasi ini. Tidak hanya itu, ketika kita menuliskan kata kunci ‘aplikasi goblok’ layanan Google Play maka yang muncul adalah aplikasi ini. Sebagai pakar teori konspirasi saya jadi curiga bahwa ada kerja sama antara pemilik Google dengan Mark Zuckerberg demi mendiskriminasi TikTok agar Instagram tetap menjadi aplikasi pilihan warganet seluruh dunia setelah Facebook dan Twitter.
Tidak cukup sampai di sana, kebangkitan TikTok itu semakin terbukti ketika banyaknya selebritis influencer yang ikut-ikutan membuat konten menggunakan aplikasi ini. Hal ini sukses menata ulang opini publik yang dulunya menganggapnya sebagai aplikasi kampungan menjadi aplikasi yang populer. Kini TikTok tidak lagi menjadi aplikasi yang populer di kalangan rakyat jelata dan akar rumput. Akan tetapi ia juga menjadi aplikasi yang digunakan oleh elit media sosial. Mungkin saja sebentar lagi akan beredar video Jokowi menyanyi lip sync dan menari dengan menggunakan aplikasi TikTok. Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan Jokowi men. Presiden kita ini selalu penuh kejutan.
Popularitas TikTok saat ini seperti menampar banyak orang yang dulu mendiskreditkan aplikasi ini. Orang yang mungkin dulu pernah meremehkan bahkan menghina aplikasi ini mungkin sudah mengunduh dan menggunakan. Siapa yang tidak tertarik membuat konten video tanpa perlu pusing memikir konten mereka bisa tereksekusi dengan baik karena sudah diberikan pilihan oleh aplikasi.
Apalagi dengan tambahan fitur-fitur yang terus diperbaharui seperti filter yang membuat wajah lebih ganteng dan cantik sampai yang kocak dan lucu. Kontennya sekarang tidak hanya lip sync saja, ada konten dubber, ekspresi, hafal lirik, dan menari-nari. Bahkan para Tiktokers juga bisa berkolaborasi dengan Tiktokers lainnya. Meski begitu bukan berarti hasilnya bisa baik karena katanya membuat kontennya TikTok tidaklah mudah. Namun justru itu yang menjadi daya tarik, ketika kontennya tidak tereksekusi dengan baik bukan berarti gagal malah menjadi lucu.
Kebangkitan Tik Tok mungkin akan diikuti dengan muncul Bowo Alpenliebe 2.0 yang bahkan lebih keren dari generasi sebelumnya. Hal ini tentunya sejalan dengan visi misi presiden yang membuka lapangan pekerjaan dengan peluang profesi-profesi baru yang menghadirkan selebritis jenis baru Seltok, Selebritis Tik Tok. Dengan adanya Seltok yang punya follower banyak dan mereka bisa mengendorse produk-produk sembari menyanyi lip sync dubber, ekspresi, hafal lirik, dan menari-nari.
Di era yang serba cepat ini bukan konten yang tersusun rapi dengan baik yang akan bertahan di lini masa ataupun algoritma digital. Akan tetapi, juga konten yang konsisten dan selalu di-update. Lihat saja Atta Halilintar, satu-satunya kehebatannya adalah ia tidak istirahat atau mengambil jeda dalam berfikir untuk membuat ide dari kontennya. Ia menjadi popular akibat seringnya mengunggah konten sehingga selalu muncul di lini masa YouTube.
Saya sama sekali tidak men-subscribe atau bahkan tak pernah sekalipun menotonnya tapi sialnya ia selalu muncul. Berkat kemunculannya di lini masa YouTube dan banyak anak bawang yang bermain YouTube menonton videonya dan kebetulan suka dengan konten prank akhirnya ia viral. Ketika pernah viral ia akan selalu muncul di lini masa dan akan terus mendaku sebagai King of YouTube, paling tidak di masyarakat Indonesia.
Kebangkitan TikTok memang fenomena menarik yang membuktikan bahwa sesuatu yang mati bisa hidup dan bangkit lebih garang. Jadi buat yang pernah meremehkan TikTok minta maaf sana. Mungkin saja Anda bisa bertahan untuk tidak bermain TikTok, tapi bisakah melindungi keluarga Anda dari asyiknya bermain TikTok?
BACA JUGA Tiket Meet and Greet Seleb Tik Tok yang Mahal Dihujat, Padahal… atau tulisan Aliurridha lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.