Beberapa waktu lalu sempat heboh tentang tukang bungkus dengan menggunakan kain jarik. Kalau dibungkusnya kayak gitu dan itu dilakukan sama orang yang agak kelainan, emang ngeri dan serem sih. Saya melihat fotonya aja sampai merinding.
Terlepas dari seni bungkus-membungkus yang nyeremin itu, sebenarnya membungkus diri dengan jarik itu sangat nyaman menurut saya. Saya sendiri sejak kecil sudah terbiasa tidur menggunakan kain jarik. Ilmu ini saya tiru dari simbah putri saya, selain menggunakan kain jarik sebagai rok, beliau ini juga menggunakan kain jarik untuk selimut. Padahal kala itu, ibu saya sudah menyiapkan selimut yang lebih tebal untuk simbah.
“Selimutan pakai kain jarik begini itu kalau pas dingin bisa menghangatkan kita dan pas udara panas bisa mendinginkan,” kata simbah saya.
Awalnya dulu saya juga heran, kok bisa-bisanya simbah saya ini siang-siang tidur kok ya selimutan gitu pakai jarik. Mana udara sedang panas-panasnya dan kala itu kami gak punya kipas angin. Logikannya kan tambah gerah kan ya.
Tapi nyatanya setelah saya tinggal di kota dan tiba-tiba mati listrik, saya mencoba selimutan pakai jarik ini dan benar saja, hal ini ternyata cukup membantu menetralkan udara yang begitu panas. Gara-gara hal ini, saya jadi dibilang gila karena selimutan pas mati listrik gitu oleh teman-teman saya.
Kain jarik itu menurut saya, minimalis sekali. Tipis, mudah dicuci, dilipat, dan untuk pengeringanya juga tak sulit, cukup diangin-anginkan. Tanpa sinar matahari langsung saja si kain ini bakal cepat kering. Kain jarik ini seolah juga punya privilege karena mudah dibawa ke mana-mana. Gak mungkin kan ya, kita bepergian membawa selimut tebal atau bed cover gitu. Nah, ada nih sebagian orang yang susah tidur kalau tidak menggunakan selimut pribadinya sendiri. Beda baunya katanya.
Bagi saya pribadi sih, semakin buluk semakin enak dipakai. Aroma kainnya seolah sudah menyatu dengan bau kita. Hal ini tentu beda sensasi dengan kain jarik yang baru. Tak jarang kain jarik yang saya gunakan untuk tidur itu warnanya sampai memudar dan kalau belum sobek-sobek gitu gak bakal saya buang. Sebelas dua belas sama daster filosofinya.
Meski begitu nyaman untuk selimut tidur, namun kenyataannya banyak orang yang merasa horor ketika melihat orang lain selimutan dengan jarik seperti ini. Mungkin banyak di antara kita yang masih berpikir bahwa kegunaan utama si kain jarik ini yah cuma buat menutupi jenazah sebelum disemayamkan. Makanya kesannya menakutkan dan seram. Padahal yah, gak juga, orang motif kain jarik ini juga gak ada sangkut pautnya dengan orang meninggal kan ya.
Pernah waktu SD dulu, ketika disuruh menginap di sekolah saya membawa kain jarik untuk selimutan. Eh, pas waktunya jam tidur alias tengah malam, teman saya teriak-teriak horor sendiri di kelas. Dikiranya dia kesurupan. Jebul, dia ketakutan setengah mati melihat saya tiduran di lantai sambil kerukupan jarik. Untuk menjaga tekanan batin teman saya, akhirnya saya ngalah, memasukan jarik ke dalam tas dan tidur kedingin semalaman. Hish.
Saat kemah dan menginap di sekolah pas SMA kejadiannya juga kayak gitu. Saya dimaki-maki teman saya gara-gara tidur pakai jarik. Katanya mereka ketakutan berasa tidur di sebelah orang mati. Saat tinggal di asrama juga kurang lebih begitu, teman seasrama saya member petisi untuk saya agar tidak memakai jarik saat tidur. Padahal saya sudah memilih motif jarik yang bunga-bunga. Tapi mereka masih takut aja.
Padahal kegunaan kain jarik ini kan dulunya sering digunakan untuk rok para wanita kan ya. Hanya saja sekarang orang lebih praktis menggunakan rok batik dan gak perlu ribet pakai stagen segala. Padahal niatan saya kan bagus ya, tidur pun masih nguri-uri kabudayan. Berhubung saya gak pernah pakai kain jarik buat rok, yah makanya saya gunakan buat selimut.
Beberapa waktu lalu seorang teman saya yang berasal dari Klaten cerita bahwa dulunya simbahnya itu merupakan seorang pengusaha kain jarik homemade gitu. Di rumahnya si simbah mempekerjakan beberapa karyawan yang merupakan para tetangganya sendiri. Dulunya usaha ini cukup jaya dan banyak menerima pesanan, namun semakin ke sini semakin sedikit peminatnya sehingga usaha ini akhirnya gulung tikar juga.
Dulu hampir setiap mbah-mbah itu menggunakan jarik, namun nenek-nenek sekarang sudah beralih ke rok. Dulu, jarik sering digunakan untuk gendongan bayi, namun sekarang gendongan lebih minimalis dan praktis. Modernisasi memang tak bisa dihindari, namun ada baiknya kita sebagai generasi muda tetap ikut serta melestarikan warisan budaya.
Ya, ampun, kapan yah orang-orang bakal mau berdamai dari anggapan jarik untuk tidur itu sifatnya horor dan nyeremin. Mungkin nanti saat kain jarik nanti motifnya gambar Teletubbies atau Doraemon apa ya?
BACA JUGA Instagram dan Tekanan Visual dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.