Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tidak Ada yang Salah dari Kritik Film Tilik Melalui Kacamata Feminisme

Syifa Ratnani Faradhiba Jane oleh Syifa Ratnani Faradhiba Jane
24 Agustus 2020
A A
Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Film Tilik menjadi film pendek berdurasi kurang lebih 32 menit yang beberapa waktu ini hadir dan jadi fenomena di tengah masyarakat khususnya di sosial media. Berbagai artikel hingga meme-meme tentang Tilik selalu berseliweran dan saya tidak menampik bahwa semua itu cukup menghibur. Hingga muncullah kritik film Tilik yang dilayangkan oleh kelompok feminisme.

Kritik yang disampaikan adalah seputar penggambaran para tokoh dalam Film Tilik yang seolah mengamini semua stereotip yang disematkan kepada perempuan, perempuan muslim, perempuan di pedesaan. Dari sekian banyak kritik terhadap film Tilik, barangkali kritik yang lahir dari para feminis adalah yang paling berhasil menciptakan drama baru.

Intan Paramaditha, penulis sekaligus akademisi yang baru-baru ini turut memberikan kritik terhadap film Tilik dalam kacamata Feminisme. Dalam cuitannya Intan menuliskan bahwa sebaiknya Tilik tidak dilihat sebagai masalah tunggal tapi gejala fenomena yang lebih besar yakni absennya perspektif feminis dalam metode berkarya juga dalam medan produksi kebudayaan.

Saya tidak perlu menambahkan kritik feminis thd film TILIK, yang sudah sgt baik disampaikan teman2. TILIK sebaiknya tidak dilihat sebagai masalah tunggal tapi gejala fenomena yang lebih besar: absennya perspektif feminis dlm metode berkarya, juga dalam medan produksi kebudayaan.

— Intan Paramaditha (@sihirperempuan) August 23, 2020

Intan juga menuliskan bahwa kritik ini tidak hanya tertuju kepada film Tilik namun juga karya-karya lain yang mungkin jauh lebih berpengaruh. Kritik tersebut justru mendapat kritisi balik dari netizen. Kebanyakan berpendapat bahwa Intan Paramaditha berlebihan menyematkan feminisme ke dalamnya.

Jadi begini, pertama, kritik terhadap sebuah film adalah hal yang sangat wajar. Kita harusnya sudah paham betul akan hal itu. Kritik lahir justru sebagai upaya kita untuk selalu bisa meruskan sesuatu yang ideal ke depannya. Kedua, idealnya dalam memberikan sebuah kritik, kritikus perlu memiliki wawasan mengenai keilmuan lain yang berkaitan dengan karya tersebut.

Film Tilik menceritakan sekelompok perempuan dan feminisme berbicara tentang perempuan, jadi menggunakan kajian feminisme dalam kritik film Tilik jelas adalah sesuatu yang tidak out of the box, wahai good people. Ini seperti memberikan kritik terhadap tempe melalui sudut pandang ilmu kacang kedelai, karena rasanya tidak mungkin kan mengkritik tempe menggunakan sudut pandang ilmu cendol dawet.

Halah, oposih!

Baca Juga:

Review Elvis: Menyorot Sisi Kelam Sang King of Rock and Roll

Review Death on The Nile: kok Kayak Sinetron?

Hingga kini perseteruan terkait topik feminisme di film Tilik terus bergulir, cuitan Intan terus mendapatkan atensi. Sebagian besar negatif, bahkan protes datang dari sesama perempuan yang mengakui diri sebagai aktivis pemberdayaan perempuan sekaligus influencer sosial media.

Tidak sedikit yang beranggapan bahwa cuitan Intan memiliki bahasa yang terlalu tinggi, susah dimengerti alias terlalu akademisi. Ini lucu sih bagi saya.

Intan seperti sadar bahwa dirinya sebagai penulis dengan ribuan pengikut di Twitter memiliki tanggung jawab atas setiap gagasan yang ia tulis. Justru Intan sedang mengedukasi followersnya sekaligus memberikan sikap hormat terhadap Film Tilik itu sendiri. Sebab begitulah sikap yang seharusnya ditunjukkan kritikus. Bukan bahasanya yang terlalu tinggi, kita-kita aja yang belum paham gaes…

Saya bersyukur bahwa Intan Paramaditha tidak terjebak dalam perang melawan netizen yang gerah dengan bahasa yang intan gunakan, sebab bukan menjadi otoritas seorang Intan untuk menguatkan atau menggiring argumentasi atas kritik yang ia sampaikan hingga memaksa semua orang sepakat.

Dari semua kehebohan ini saya menyimpulkan ada dua hal yang bikin masyarakat sosmed menjadi alergi. Pertama, feminisme. Kedua, kritik. Kita terluka atas fenomena food vloger yang melulu “enak banget sampe pengen mati” tapi sekaligus kita terluka dengan argumentasi akademis ala Intan Paramaditha. Jadi maunya gimana toh?

Saya percaya setiap karya adalah karya yang besar. Untuk itu karya selalu punya tanggung jawab moral. Tidak peduli apakah ia sebuah film berdurasi 5 menit atau 5 jam sekalipun.

Jika kalian adalah kelompok yang percaya bahwa kita masih hidup di tengah budaya patriarkis. Percaya bahwa tubuh perempuan masih jadi alat eksploitasi yang paling marak. Percaya bahwa apa yang kita tonton dapat membawa suatu informasi dalam kepala kita. Maka penting sekali untuk mengkritik film Tilik dalam sudut pandang feminisme.

Ruang interpretasi itu sangat luas. Tanpa mendiskreditkan segenap orang-orang yang berada di depan dan di balik layar film Tilik. Mari sepakat bahwa film adalah alat yang cukup ampuh untuk hiburan sekaligus untuk merefleksikan suatu isu. Sebab esensi kritik juga bukan untuk menemukan pemenang atau merumuskan siapa yang jadi paling benar.

Jika kamu memang tipe yang alergi terhadap kritik dan feminisme, berhentilah menggunakan sosial media. Keluarlah dari arus perdebatan atas isu yang tidak terkait dengan visi dan misi hidupmu.

BACA JUGA Perayaan Valentine Bukan Budaya Kita, Budaya Kita Adalah Berdebat Perihal Valentine atau artikel Syifa Ratnani Faradhiba Jane lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 24 Agustus 2020 oleh

Tags: film tilikReview Film
Syifa Ratnani Faradhiba Jane

Syifa Ratnani Faradhiba Jane

ArtikelTerkait

Film 'The Devil All the Time', Agama dan Pergumulan Setan di Tubuh Manusia terminal mojok.co

Film ‘The Devil All the Time’, Agama dan Pergumulan Setan di Tubuh Manusia

11 Oktober 2020
Balasan untuk Tulisan tentang Film The Social Dilemma yang Katanya Nihil Solusi terminal mojok.co

Balasan untuk Artikel Film ‘The Social Dilemma’ yang Katanya Nihil Solusi

22 September 2020
Review Film 'Soul', Film Komedi Berat yang Begitu-begitu Saja terminal mojok.co

Review Film ‘Soul’, Film Komedi Berat yang Begitu-begitu Saja

9 Januari 2021
‘The White Tiger’ Menelanjangi Kemiskinan Struktural India dengan Cara non-Bollywood terminal mojok.co

Review Film ‘The White Tiger’ dan Seberapa Relate Ceritanya sama Orang Indonesia

30 Januari 2021
spider-man: no way home 2

Beberapa Hal yang Membuat Spider-Man: No Way Home Terasa Cacat (Bagian 2)

21 Desember 2021
Itaewon Class dan Kaesang Mengajarkan Betapa Ngaruhnya Media Sosial pada Bisnis Kuliner terminal mojok.co

Itaewon Class dan Kaesang Mengajarkan Betapa Ngaruhnya Media Sosial pada Bisnis Kuliner

10 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.