Ninja yang selalu diidentikan dengan Jepang ternyata memiliki memori tersendiri bagi warga yang ada di Jawa Timur, terlebih Banyuwangi. Ninja menjadi mimpi buruk bagi warga di sana, hingga mengakibatkan trauma yang mendalam bagi beberapa orang yang mengalaminya.
Sabtu sore (29/10/2022), saya menemui Nanang Sahadi (52) di kediamannya di Dusun Jatisari, Desa Wringinagung, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. Ia yang merupakan warga asli Banyuwangi masih ingat betul kenangan akan Ninja yang sempat ramai pada 1998 ketika masa Orde Baru sudah mulai akan goyah.
Menurut Nanang, isu Ninja mulai ramai saat Februari 1998. Kejadian diawali dengan rentetan pembunuhan yang awalnya menyasar orang-orang yang diduga memiliki ilmu santet. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata korbannya semakin meluas hingga kalangan kiai dan guru ngaji, serta orang yang memiliki kekuatan linuwih untuk menyembuhkan penyakit tertentu juga menjadi korbannya.
Saat itu suasananya sangat mencengkam. Hampir setiap gang yang ada di Banyuwangi, tidak terkecuali di sekitaran Desa Wringinagung, Kecamatan Gambiran, selalu dijaga oleh warga untuk mengantisipasi serangan itu. Inilah yang membuat warga saat itu tidak berani untuk melakukan perjalanan keluar rumah setelah azan maghrib tiba.
Jika tetap memaksakan untuk perjalanan pun akan memakan waktu yang lama. Waktu tempuh dari Gambiran menuju Cluring yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu 15 menit bisa menjadi satu jam lebih lantaran portal-portal penjagaan di setiap perbatasan dan gang-gang masuk pemukiman warga. Konon dari rumor yang beredar di masyarakat Banyuwangi, para Ninja itu diutus pihak tertentu untuk melakukan kekacauan, sebab tahun itu memang tahun politik yang mencekam.
Meski ia mengaku belum pernah menemui Ninja saat tragedi berdarah berlangsung, tapi dari banyak kesaksian yang ia dengarkan, banyak kawannya yang menyebut ninja ini menggunakan penutup wajah dan berpakaian serbahitam.
Banyak rumor yang beredar tentang ninja ini. Ada yang bilang mereka sangat cepat, bahkan sakti, sebab bisa melompat dan bergelantungan di pohon. Ada yang bilang mereka bisa menghilang. Bahkan ada yang bilang kalau mereka bisa merangkak di dinding, kayak Spider-Man gitu.
Senjata yang kerap digunakan para ninja ini adalah sabit atau parang. Sebelum melancarkan aksi untuk menyerang korban, kelompok ini semacam sudah memiliki SOP khusus dengan menandai rumah target dan memadamkan aliran listrik rumah sebelum akhirnya korban ditemukan meninggal.
Baca halaman selanjutnya
Berdasarkan data pemerintah Banyuwangi, tragedi tersebut mencapai puncaknya pada Agustus dan September 1998 dengan total 75 korban meninggal dengan pola kasus yang nyaris sama. Bahkan Bupati Banyuwangi saat itu dijabat oleh Purnomo Sidik, sempat mengeluarkan instruksi melalui radiogram yang isinya adalah mengimbau kepada para aparat pemerintah untuk mendata orang-orang yang diduga memiliki ilmu hitam. Namun lantaran kurangnya strategi, radiogram itu pun bocor ke publik. Alih-alih dilaporkan ke pejabat setempat orang-orang yang diduga dukun tetap saja tewas di tangan para Ninja ini.
Nanang menambahkan masa-masa itu merupakan waktu tersulit, sebab muncul kepanikan di mana-mana, seantero Banyuwangi diliputi ketakutan. Orang saling curiga jika ada orang baru masuk lingkungannya. Bahkan kerap terjadi amukan salah sasaran. Dikira pengacau, ternyata ODGJ. Tapi, entah kebetulan atau tidak, saat isu Ninja muncul di Banyuwangi, tiba-tiba jumlah ODGJ yang berkeliaran di jalan meningkat.
Nanang menjelaskan, cara ninja membunuh korbannya pun amat sadis. Ada korban yang ditemukan dengan tubuh tercabik-cabik, kepala pecah. Ada yang diseret dengan mobil lalu dipukuli dan dibuang begitu saja di lapangan desa. Semua dilakukan begitu cepat. Tak heran jika banyak yang curiga kalau ini dilakukan oleh orang yang terlatih.
Nahasnya, hingga saat ini, kasus ini belum terpecahkan dan siapa yang harus bertanggung jawab tidaklah jelas. Padahal jika dilihat kasus Ninja ini tergolong Kejahatan terhadap kemanusiaan dikarenakan terdapat dua unsur yang ada di dalamnya yakni meluas, serta bentuk penyerangan terhadap penduduk sipil. Jika kalian ingin melihat betapa mengerikannya kejadian Ninja ini mungkin film Misteri Banyuwangi (Dukun Santet) karya Walmer Sitohang yang dirilis pada akhir 1998 bisa menjadi referensi.
Terakhir, mengutip data Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur dalam Rapat Koordinasi PCNU se-Jawa Timur di Surabaya, melaporkan bahwa sampai tanggal 7 Oktober 1998, rentetan pembunuhan dengan isu Ninja telah meluas ke beberapa wilayah termasuk di 10 kabupaten lainnya. Jumlah korban tewas sampai saat itu 163 orang, masing-masing Banyuwangi 111, Pasuruan 24, Pamekasan 17, Sumenep 7, dan Probolinggo 4 orang.
Itulah sedikit cerita tentang tragedi ninja di Banyuwangi. Tragedi ini menunjukkan bahwa suasana politik yang kacau dan pemimpin yang tak cakap akan merugikan rakyat sipil. Sebaiknya, tragedi ninja Banyuwangi ini bisa jadi pegangan kita agar tak lagi ribut saat pemilu. Sebab, tak ada jabatan yang harus dijaga mati-matian.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Keunikan Purbalingga yang Tidak Dimiliki Daerah Lain