Monumen patah hati dan muak
Banyak juga yang harus patah hati di Janti. Harus berpisah dengan kekasih entah untuk sementara atau selamanya. Sahabat saya, sebut saja Mas Kris, menjadi korban patah hati di Terminal Janti. Ia mengantar kekasih yang sudah 5 tahun pacaran. Karena sang kekasih lulus lebih dulu dan harus pulang ke kampung halaman di Sukoharjo. Sebenarnya tidak jauh-jauh amat. Tapi, momen perpisahan di Janti menjadi momen perpisahan selamanya. Hubungan mereka kandas karena sang kekasih terlanjur dilamar di kampung halaman.
Saya yakin Mas Kris tidak sendiri. Saya sering melihat sepasang kekasih berpisah di samping bus Patas yang singgah di Terminal Janti. Kadang ada isak tangis, kadang ada peluk erat. Semoga tidak semua dari mereka kandas. Tapi entah berapa banyak yang senasib seperti Mas Kris.
Tapi patah hati bukan satu-satunya duka di Janti. Ada muak dan amarah. Ada yang minggat dari rumah melalui Terminal Janti. Ada juga yang marah pada kahanan urip dan kabur melalui terminal tak resmi ini. Bagi mereka yang ingin mencoba peruntungan tapi enggan ke barat Jogja, pasti akan berangkat melalui Janti.
Sekali lagi, saya jadi saksi di Janti. Saat salah satu kawan memutuskan melancong ke Jawa Timur. Sepanjang perjalanan kami merangkum pertemanan yang sudah belasan tahun ini. Dan ditutup kemuakan yang sederhana. Jogja dienteni ra sugih-sugih, ujar kawan saya sambil pelukan di depan pintu bus Jogja-Surabaya.
Tentu saja, teman saya benar. Saya yang warga lokal hanya bisa bilang taek dalam hati.
Terminal Janti adalah saksi duka lara hati
Mungkin dua terminal lain di Jogja mengalami hal serupa. Tapi bagi saya, Janti lebih sering jadi saksi duka lara ini. Karena Terminal Janti memang lahir dari kebutuhan rakyat, dan bukan skema pembangunan. Lahir demi kemudahan rakyat, dan bukan proyek mercusuar. Akhirnya, Janti lebih dekat dengan rakyat. Termasuk dekat dengan keluh kesahnya.
Memang, Terminal Janti tidak punya lagu yang mengabadikan kisahnya. Mungkin tidak akan pernah, karena ia juga bukan terminal sesungguhnya. Tapi jika ditanya apa lagu yang menggambarkan Janti, tentu lagu ini cocok:
Aku lilo adoh omah adoh wong tuwo. Demi kowe ben supaya tetep mulyo
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mati Tua di Jalanan Yogyakarta
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.