Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Tentang Sunat dan Melahirkan: Mana yang Lebih Sakit?

Juli Prasetya oleh Juli Prasetya
31 Juli 2019
A A
sunat

sunat

Share on FacebookShare on Twitter

Ada seorang teman perempuan—hmm, karena gagal jadi gebetan, jadinya kita hanya sebatas teman—tanpa tedheng aling-aling bertanya pada saya via WhatsApp, “sunat rasanya kayak gimana si? Kayak digigit semut ya? Lebih sakit orang melahirkan apa sunat?”

Saya tidak bisa membalasnya atau menjawab pertanyaannya tersebut dengan hahahaha atau emoticon ketawa sampai nangis, atau cengar-cengir keparat. Bagi saya ini pertanyaan serius dan sangat krusial. Dia ingin membuat frame, membandingkan rasa sakit saat disunat dan rasa sakit saat melahirkan. Ini sangat tidak apple to apple.

Berangkat dari dua pertanyaan ini, saya kemudian berpikir sejenak, untuk menjawabnya. Tapi sebelumnya saya ingin meluruskan dan menjelaskan bagaimana prosesi saya sunat terlebih dahulu. Ini penting agar latar belakang masalah terjawab dan jawaban yang akan saya berikan juga ada benang merahnya.

Waktu itu saya masih kelas 5 SD entah triwulan atau caturwulan ke berapa. Sebagai seorang anak yang mulai remaja, dan alhamdulillah juga mengaji. Saya kepikiran untuk sunat. Apalagi setelah melihat teman-teman sepantaran sudah pada sunat semua.

Karena kebetulan pada waktu itu, di desa saya sedang diselenggarakan sunatan massal. Saya lupa siapa yang mengadakan acara tersebut. Hadiahnya pun cukup menggiurkan, mulai dari mendapatkan uang saku, sarung, baju koko, buku-buku dan alat tulis, serta snack dan roti untuk dibawa pulang.

Anak-anak di desa saya pun beramai-ramai mengikutinya dengan antusias sunatan massal itu, kecuali saya. Ya saya mungkin masih seorang anak penakut dan pengecut. Tetapi peristiwa tersebutlah yang pada tahun berikutnya memacu saya untuk melaksanakan ibadah sunat.

Kata Pak Ustaz saya, ketika seseorang itu sudah baligh, sudah mengerti benar dan salah, lalu disunat, maka segala amal dan dosanya ditanggung oleh dirinya sendiri. Jadi sunat bukan perkara gampang, ini perkara tanggung jawab. Khususnya dalam agama yang saya anut. Subhanallah~

Sejarah sunat sendiri sebenarnya sudah terjadi berabad-abad yang lampau, tepatnya pada masa Nabi Ibrahim as. Bahkan menurut riwayat, beliau sunat menggunakan kapak. Pada masa itu belum ada laser, pisau bedah, gunting, atau obat peredam rasa nyeri—bayangkan!

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

5 Istilah Seputar Percintaan Gen Z yang Perlu Diketahui Generasi Lain

Lalu kembali ke perihal sunat yang saya alami, sebelum lebaran Iduladha tahun itu, saya meminta sunat. Tentu saja orangtua saya kaget. Anak sekecil ini udah berani minta sunat, “belum tahu dia,” pikir orangtua saya. Soalnya kalau dalam adat di keluarga, kakak-kakak saya sunat ketika sudah menginjak kelas tiga SMP atau masa awal SMA dan tentu saja itu katirnya sudah alot. Maka semasih muda saya harus segera sunat, apalagi teman-teman saya sudah pada sunat semua, gara-gara sunatan massal tadi.

Saya tidak mau karena saya sendiri yang belum sunat saya jadi terasing di dalam pergaulan teman-teman saya, dan jadi bahan bullyan. Maka saya minta disunat. Betapa menjadi pemberaninya saya.
Akhirnya singkat cerita acara sunatan pun dimulai.

Waktu itu mantri sunatnya yang datang ke rumah. Nah di cerita ini saya akan menjawab pertanyaan pertama dari teman cewek saya tadi.

Seingat saya waktu itu, saya mendapatkan 3 suntikan, pertama sebelah kanan-kiri telur, lalu pucuk. Itu seingat saya, saya tak melihatnya dengan pasti, tapi saya merasakan.

Mungkin pertanyaan teman saya yang dimaksud dengan digigit semut itu adalah awal suntikan itu. Tapi penderitaan tidak berhenti hanya di jarum suntik saja Maemunah.

Yang paling penting adalah hal setelah itu , tytyd kita diobrak-abrik, kulitnya digunting, dimainin sana-sini, darah merembes keluar, terus dijahit, dan diperban. Nah ini di sini neraka kecil dimulai, rasa sakit setelah biusnya habis, astaghfirullah, belum selesai sampai disitu penderitaan cowok teman-teman.

Setelah dibiarkan selama satu Minggu dan nggak boleh berdiri ngaceng sembarangan, perbannya akhirnya dicabut, dan dicabutnya pun ora baen-baen.

Pak Mantri menggunakan trik. Pertama kita dialihkan untuk ngobrol apa saja, tiba-tiba “breett” pak mantri menarik perban di tytyd kita yang belum sembuh benar itu dengan cepat, lugas, dan tanpa ba bi bu. Gimana rasanya? Masih mau bilang, sakitnya sunat seperti digigit semut?

Setelah sunat pun kita masih tidak boleh memakan makanan tertentu dan melakukan hal-hal tertentu. Kebetulan desa saya memang kaya akan mitos seputar persunatan, seperti tidak boleh lari-lari H-1 sebelum sunat , pasca sunat pun tidak boleh memakan makanan yang berminyak, seperti gorengan dan sebagainya.

Hanya boleh makan tempe bakar, ubi kukus atau bakar, pisang, dan tahu rebus. Tidak boleh melangkahi kotoran ayam atau bebek atau yang sejenisnya. Karena dipercaya tytyd akan membengkak. Dan saya ikuti aturan main tak tertulis itu.

Lalu saya nggak habis pikir, setelah cowok mendapatkan penderitaan demi penderitaan seperti itu, kok masih ada yang tega-teganya nyakitin hati si cowok ini, mengkhianatinya, dan lebih memilih bersanding dengan yang lain. Mampus.

Lalu pertanyaan yang kedua adalah lebih sakit orang sunat apa orang melahirkan? Ini bagi saya tidak adil, dan tidak apple to apple. Dari segi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan ilmu apapun saya berani jamin yang paling sakit adalah orang yang melahirkan. Mungkin ini adalah rasa sakit level dasar dari apa yang dinamakan sakaratul maut. Betapa tidak, prosesi melahirkan ini adalah proses kesakitan antara hidup dan mati.

Tapi membandingkan kedua hal tersebut tentu saja tidak elok, tidak adil semenjak dalam pikiran. Ini bagi saya pribadi. Soalnya yang namanya rasa sakit, sedikit atau banyak tetap esensinya adalah rasa sakit.

Kalau membandingkan antara kesakitan ditinggal pas lagi sayang-sayangnya dengan ditolak karena kamu terlalu baik, mungkin masih bisa diperbandingkanlah. Tapi kalau membandingkan kesakitan sunat dan melahirkan, sepertinya nggak adil.

Nah saya juga heran sama cewek yang sudah tahu nanti suatu saat yang dinanti akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Tapi sebelum kesakitan itu datang, mereka rela disakiti terlebih dahulu oleh cowok-cowok bangsat yang mempermainkan perasaanya. Dilamar sama cowok baik-baik bilangnya, “kamu terlalu baik buat aku”, giliran diputusin sama cowok brengsek dia bilang semua cowok sama aja.

Lah si cowok juga, jelas-jelas si cewek ini kelak jika diberi amanah oleh Tuhan akan mengandung dan melahirkan. Tapi masih tega-teganya nyakitin hati cewek. Herman deh.

Maka kita sebagai kaum lelaki seyogyanya mengindahkan tiga pasal tak tertulis ini. Pasal 1 cewek selalu benar. Pasal 2 cowok selalu salah. Pasal 3 jika cewek salah, dan cowok benar, maka baca kembali kedua pasal sebelumnya.

Sunat dan melahirkan ternyata tak sebercanda itu, saudara.

Terakhir diperbarui pada 18 Januari 2022 oleh

Tags: CurhatgebetangendermelahirkanpriasunatWanita
Juli Prasetya

Juli Prasetya

Pemuda desa tampan dan sederhana. Pernah ditolak cewek karena terlalu baik, dan juga pernah ditinggal nikah. Sekarang sedang berproses di Bengkel Idiotlogis asuhan Cepung.

ArtikelTerkait

Kerugian Jadi Orang Posesif yang Nggak Ngasih Privasi ke Pasangan terminal mojok.co

Tak Kenal Maka Tak Sayang: Tapi Kalau Sudah Kenal Tapi Nggak Sayang-Sayang, Itu Gimana?

27 Agustus 2019
udah Nggak Usah Dipikirin

Kalimat “Udah Nggak Usah Dipikirin” yang Sebaiknya Kamu Pikirin

16 Agustus 2019
makhluk halus

Pledoi untuk Makhluk Halus yang Selalu Terpojokkan

16 Agustus 2019
seblak tak pedas

Penggemar Seblak Tak Pedas Garis Keras, Memangnya Kenapa?

29 Juli 2019
sidang MK

Di Sidang MK Para Ahli Hukum Berkumpul dan Berdebat, Saat Itulah Saya Kebingungan Memahami Bahasa Level Tingginya

26 Juni 2019
copet

Copet Dapat Beraksi Di Mana Saja, Waspada Terhadap Segala Modusnya

8 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.