Ada kisah kera putih dan air suci umat Buddha di Jumprit
Kecamatan Kedu memang punya ayam cemani yang menjadi fauna khas daerahnya. Ngadirejo Temanggung tentu nggak mau kalah. Di sini ada kera yang sampai saat ini masih hidup di alam liar, khususnya di daerah Jumprit.
Jumprit merupakan hutan pinus yang letaknya di Ngadirejo bagian atas. Kalau wisatawan yang mau liburan ke Dieng lewat Ngadirejo, pasti akan melalui hutan Jumprit ini. Hutan Jumprit ini juga menjadi tempat singgah wisatawan yang ingin menikmati kopi khas Temanggung sekaligus pemandangan alam indah.
Meskipun hutan Jumprit adalah habitat kera, wisatawan yang datang nggak perlu takut karena kera-kera di sana nggak akan mengganggu. Kebanyakan sudah biasa berinteraksi dengan warga sekitar jadi nggak akan berbuat onar. Jika sudah mulai larut malam, kera-kera akan kembali ke sarang mereka.
Istilah kera putih merupakan sebuah cerita turun temurun di Ngadirejo Temanggung. Konon, kera tersebut bernama Anoman. Anoman adalah pemimpin kera di wilayah Jumprit.
Menurut saya cerita tentang Anoman ini merupakan upaya warga sekitar untuk menjaga alam sekaligus hewan liar yang berada di wilayah Jumprit agar nggak dirusak oleh manusia. Makanya warga lokal maupun wisatawan yang melintas dilarang merusak alam apalagi memburu fauna di wilayah hutan Jumprit ini secara liar.
Selain menjadi habitat kera, di daerah Jumprit ini juga ada umbul yang menjadi tempat pengambilan air suci umat Buddha. Setiap perayaan Waisak, para biksu lokal bahkan mancanegara mengambil air suci di Jumprit sebelum melakukan ritual terakhir di Candi Borobudur.
Peninggalan Kerajaan Mataram Jawa Kuno ada di Ngadirejo Temanggung
Hal lain yang bisa dibanggakan dari Ngadirejo adalah peninggalan Kerajaan Mataram Jawa Kuno. Adalah Situs Liyangan yang terletak di Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggng.
Situs Liyangan ini ditemkan secara tak sengaja saat seorang pekerja tambang menggali tanah. Rupanya terdapat bangunan terkubur dalam tanah yang digali tersebut. Letusan Gunung Sindoro yang sangat dahsyat konon menjadi penyebab bangunan Mataram Kuno tersebut rata dengan tanah.
Menurut penelitian dan penggalian lebih lanjut yang dilakukan olehn Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2010 dan 2011 disimpulkan bahwa situs tersebut bukan sebuah candi besar, melainkan sebuah dusun di masa Mataram Kuno.
Sebenarnya masih banyak yang bisa saya tuliskan mengenai Kecamatan Ngadirejo. Setidaknya dari berbagai argumen di atas, Ngadirejo layak dinobatkan menjadi kecamatan terbaik di Kabupaten Temanggung dibandingkan Kecamatan Kedu. Tertarik untuk tinggal di sini?
Penulis: Raychan Assabiq
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jalan Sukorejo-Parakan, Jalan Paling Berbahaya di Temanggung yang Mengancam Pengendara.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.