Terminal Mojok menerbitkan artikel berjudul “Semiskin-miskinnya Kita, Nggak Ada Pembenaran Sama Sekali untuk Beli Buku Bajakan.” Tentu saja saya setuju. Menggunakan barang bajakan berarti mengkhianati jerih payah banyak orang. Dengan menggunakan barang bajakan, selain melanggar hukum, juga bisa menambah dosa. Untuk masalah kualitas, barang bajakan juga jauh tertinggal dibanding barang original.
Sebaiknya barang bajakan memang ditinggalkan. Bukan hanya buku, tapi berlaku juga untuk film bajakan, musik bajakan, hingga software bajakan. Selain barang bajakan, barang KW pun lebih baik tak dikonsumsi lagi. Terkadang kualitas dari barang KW tidak beda jauh dengan barang original. Banyak barang KW dibuat menggunakan material yang serupa dengan barang original, tapi tetap saja barang KW adalah barang imitasi. Sama-sama bisa melanggar hukum dan mendapatkan dosa.
Tapi apakah kita benar-benar bisa terbebas dari barang bajakan dan barang KW? Untuk beberapa barang, bisa diusahakan. Tapi ada jenis barang bajakan yang sulit sekali ditinggalkan, yakni software.
Penggunaan software bajakan di Indonesia sudah sangat luar biasa. Dikutip dari Kompas, setidaknya 80 persen perusahaan yang beroperasi di Indonesia menggunakan software bajakan. Ini membuat Indonesia menjadi negara Asia Tenggara yang paling banyak menggunakan software bajakan, dari sisi korporat.
Saya pernah mendatangi acara yang diadakan komunitas pengguna sistem operasi Linux. Kalau tidak salah, pembicaranya menyampaikan bahwa bajak-membajak software adalah kesalahan sistemik yang kita lakukan bersama. Sebab, sejak belajar komputer di sekolah, murid sudah disajikan software berbayar yang mahal. Mau mengubah kebiasaan guru komputer? Harus pelan-pelan.
Saya mengalaminya ketika belajar komputer saat SMP, para murid dijejali dengan sistem operasi Windows dan software Microsoft Office. Seolah-olah tidak ada alternatif software lainnya.
Bayangkan ketika masih belajar saja sudah ditanamkan untuk menggunakan software berbayar yang cukup mahal. Maka dari itu, sekolah dan para muridnya kompak menggunakan software bajakan untuk meringankan biaya. Padahal untuk sistem operasi Windows bisa diganti menggunakan Linux. Untuk software Microsoft Office juga bisa menggunakan LibreOffice.
Kalau memang niatnya belajar komputer, seharusnya sekalian belajar dengan benar. Seperti menggunakan software legal yang gratis. Kalau memang di luar sekolah dan di masa depan para murid tetap menggunakan software bajakan, itu hal lain. Setidaknya sekolah sudah mengajari yang bener tuh kayak gimana.
Software bajakan kembali saya temui saat sekolah di SMK jurusan Multimedia. Untuk menunjang pembelajaran, para murid diwajibkan memiliki laptop bersistem operasi Windows yang telah ter-install Microsoft Office dan Adobe Family.
Selain sistem operasi yang menggunakan Windows 7 original bawaan laptop, semua software yang saya gunakan untuk kebutuhan belajar adalah software bajakan. Jika memang ingin menggunakan software original, mungkin biaya yang harus dikeluarkan sama dengan SPP sekolah saya setahun, atau bahkan lebih.
Pada masa kuliah saya mencoba menggunakan LibreOffice, software serupa dengan Microsoft Office, namun gratis dan legal. Cara mendapatkan LibreOffice mudah, cukup download melalui situsnya. Tapi, nyatanya saya tidak bisa benar-benar menggunakan LibreOffice. Sesekali saya terpaksa menggunakan Microsoft Office.
Masalah dimulai jika ada kerja kelompok. Untuk mengetik tugas, teman-teman saya menggunakan Microsoft Word. Kadang-kadang membuka file yang di-save dengan format doc—format pada Microsoft Word—pada LibreOffice Writer membuat file berantakan. Jika begitu, terpaksa saya menggunakan Microsoft Word.
Selain itu, masalah lainnya saat menggunakan LibreOffice adalah soal tidak terbiasa. Untuk masalah fitur, LibreOffice masih bisa untuk menjadi pengganti Microsoft Office. Saya juga mencari software gratis dan legal untuk keperluan saya lainnya. Saya berkesimpulan, untuk software desain grafis, edit video, animasi 2D, saya masih belum menemukan software yang senyaman Adobe Family.
Dalam kasus tahap belajar, software bajakan dari Adobe Family memang masih sangat sulit untuk dihindari. Tapi untuk sistem operasi Windows dan software Microsoft Office, rasanya kita masih bisa berusaha tidak pakai barang bajakan.
BACA JUGA Mengenang Masa-masa tanpa Internet dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.