Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tahun 2020 dan Saya Masih Menonton TV Tabung

Rafie Mohammad oleh Rafie Mohammad
27 Januari 2020
A A
Tahun 2020 dan Saya Masih Menonton TV Tabung
Share on FacebookShare on Twitter

TV, TV apa yang tabung?

Ya TV tabung!!!

Mungkin sebagian besar dari kita, entah tua atau muda, masih dapat menjawab teka-teki receh tersebut dengan sangat mudah (sekaligus sangat kesal, bisa jadi sambil nggeplak pakai sandal). Akan tetapi, melihat perkembangan teknologi televisi saat ini, saya tidak yakin bahwa anak-anak yang lahir di masa depan akan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Bahkan ketika diberi tahu “jawabannya TV tabung”, mereka mungkin akan bertanya balik sambil kebingungan.

Hah, TV tabung? Memangnya ada ya TV berbentuk tabung?

Bukan apa-apa, saat ini hampir semua televisi yang kita temui (terutama di perkotaan) adalah TV berteknologi Light Emitting Diode (LED). TV berjenis Cathode Ray Tube (CRT), atau yang biasa dikenal sebagai TV tabung, sudah sangat jarang ditemui. Saya sendiri tidak heran dengan tren tersebut, mengingat LED TV memang jauh lebih praktis dibanding TV tabung.

Lebih tipis dan hemat tempat? Iya.

Lebih ringan? Juga iya.

Resolusi gambarnya lebih bagus? Yoi.

Baca Juga:

Bagi Saya, TV Tabung Jauh Lebih Baik Dibanding TV LED!

Hal-hal Paling Ngeselin yang Saya Alami Selama Menggunakan TV Tabung Bekas

Ukuran layarnya lebih besar? Hampir 100% ya (saya tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk TV tabung dengan layar 50 inci).

Dengan kelebihan-kelebihan yang ada, LED TV memiliki banderol harga yang relatif terjangkau. Hanya dengan satu jutaan rupiah Anda dapat membelinya, tetapi tentu saja harus berkompromi dengan merk dan ukuran layarnya (Samsung Smart TV 4K dengan layar 43 inci seharga satu jutaan? Gundulmu le!). Sudah canggih, harganya terjangkau pula. Siapa sih yang masih mau menggunakan TV tabung?

Ternyata ada, banyak malah. Salah satunya adalah keluarga saya sendiri.

TV di rumah saya merknya Polytron, ukurannya kalau tidak salah 21 inci. Kalau ditanya serinya, tentu saja saya tidak ingat (apalagi nama seri produk suka aneh-aneh). Sudah ada di rumah saya bertahun-tahun, menggantikan TV lama yang rusak karena tersambar petir (tentu saja TV tabung juga). Akan tetapi, produk zaman baheula memang punya build quality yang mantap, belum ada bagian yang copot meski berkali-kali tersenggol maupun terhantam barang (atau kepala).

Kualitas gambarnya? Jangan ditanya. Bagi Anda yang suka mengeluh karena resolusi layar ponselnya masih 720p, lebih baik jangan menonton TV tabung karena dapat membuat naik darah. Maklum, titik-titik pikselnya saja masih sangat tampak kalau dilihat dari jarak dekat. Akan tetapi, sebenarnya hal itu tidak buruk-buruk amat kok. Output warnanya lumayan dan gambarnya masih cukup jelas, meski memang tidak bisa dibandingkan dengan LED TV.

Kualitas suaranya juga masih acceptable dan tidak pecah meski disetel ke volume yang cukup keras. Bahkan ketika digunakan untuk menonton acara seperti konser musik, suara merdu Raditya Dika Isyana Sarasvati masih dapat dinikmati (setidaknya untuk kuping kaleng saya). Tentu saja, jangan berekspektasi terlalu tinggi.

Masalah utamanya adalah pada tampilan layarnya. Hampir semua tayangan televisi saat ini telah menggunakan aspect ratio 16:9, sementara layar TV tabung memakai aspect ratio 4:3. Tentu saja akibatnya adalah adanya black bar di atas dan bawah layar, sehingga pada dasarnya tampilan layarnya tidak benar-benar 21 inci.

Sebenarnya hal ini bukanlah masalah besar bila layar TV yang digunakan berukuran cukup besar. Akan tetapi, bagi televisi berukuran layar kecil hal ini menjadi tidak mengenakkan. Sudah layarnya cuma 21 inci, masih terpotong juga? Belum lagi jika tayangan televisinya menggunakan subtitle yang kurang jelas. Hal ini menimbulkan situasi serba salah, mau menonton dari jauh kok subtitle-nya tidak terbaca. Sebaliknya, menonton dari dekat kok malah bikin mata makin minus. Hadeeehhh~

Satu masalah lagi yang agak merepotkan adalah saya tidak bisa mengoperasikan TV ini dengan remote. Bukan apa-apa, remote bawaannya sudah lama rusak. Mengingat segala jenis remote TV sejak zaman Paleolithikum memang sering mudah rusak, penghuni rumah saya tidak berminat untuk beli remote baru.

Lho, kan bisa pakai remote dari ponsel seperti hape kentang Xiaomi? Nah, itu dia masalahnya. Saking lawasnya TV ini, tidak ada setting aplikasi Mi Remote yang dapat dipakai. Alhasil, satu-satunya cara mengoperasikannya adalah dengan memencet tombol-tombol yang ada di bawah layar. Hal ini menimbulkan konsekuensi lain, yaitu selalu munculnya rasa mager untuk sekadar menyalakan, mematikan, atau mengganti saluran.

Selain itu, TV tabung ini sama sekali tidak ringkas. Jika LED TV hanya memiliki ketebalan sekian senti saja, TV tabung di rumah saya tebalnya setidaknya 40 cm. Oleh sebab itu, TV ini hampir-hampir tidak memenuhi unsur estetika masa kini. Beratnya juga cukup naudzubillah, bisa sampai belasan kilogram dan tidak bisa diangkat sendirian.

Lalu, mengapa masih menggunakan TV tabung?

Pertama, karena gambar dan suaranya masih lumayan. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, kualitas detail gambar dan warna yang dikeluarkan masih cukup acceptable, begitu pula dengan suaranya. Kalau masih bisa diterima, untuk apa diganti?

Kedua, saat ini keluarga saya sudah jarang menonton televisi. Seperti masyarakat pada umumnya, kami juga sudah terjajah YouTube. Bukannya tidak mau menonton TV, tetapi konten televisi saat ini memang sampah tidak bermutu kurang sesuai selera. Tayangan yang ada sering kali berupa sinetron absurd, reality show, hingga adu domba berkedok talkshow. Sekalinya ada tayangan yang bermutu, durasi iklannya lebih panjang dari acaranya. Kan jadi mlz bgt~

Di sisi lain, layanan streaming video menawarkan kepraktisan. Tidak perlu jauh-jauh membahas Netflix yang berbayar dan diblokir grup Telkom, di YouTube kita sudah bisa mendapatkan banyak hal secara gratis. Meski tidak terbebas dari konten kurang bermutu, tetapi kita memiliki kebebasan untuk memilih konten yang sesuai selera kita. Berbagai macam konten tersedia, mulai dari acara TV hingga content creator kecil-kecilan bermodal kamera ponsel. Memang kenikmatan menonton kita masih diselingi oleh iklan, tapi durasinya relatif pendek dan mayoritas dapat di-skip. YouTube juga dapat diakses dengan mudah dari mana saja, bahkan bisa diunduh dan ditonton secara luring. YouTube YouTube lebih dari TV, BOOM!!! *GGS vibes intensifies*

Ketiga, layar LED TV cenderung lebih mudah rusak. Hei, ini bukan sekadar penghiburan diri saja. Sebenarnya kami bukannya benar-benar tidak ingin memakai LED TV, tetapi tukang servis televisi kenalan bapak saya justru menyarankan agar tetap mempertahankan TV tabung kami karena lebih awet dan bandel.

Tukang tersebut curhat jika ia sering memperbaiki layar LED TV yang rusak, padahal usianya baru satu-dua tahun. Biaya perbaikannya juga tidak bisa dibilang murah. Hal ini berbanding terbalik dengan TV tabung, yang keawetannya menyaingi ponsel Nokia 3310.

Alasan terakhir dan terpenting, tentu saja hemat uang hehehehehehehe.

BACA JUGA Memangnya Dia Artis? Kok Nggak Pernah Masuk TV? atau tulisan Rafie Mohammad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 27 Januari 2020 oleh

Tags: TV LEDTV tabung
Rafie Mohammad

Rafie Mohammad

ArtikelTerkait

Kebodohan Acara Televisi Indonesia Memang Sudah Semestinya Dirayakan terminal mojok.co

Hal-hal Paling Ngeselin yang Saya Alami Selama Menggunakan TV Tabung Bekas

27 Juni 2020
Bagi Saya, TV Tabung Jauh Lebih Baik Dibanding TV LED! terminal mojok.co

Bagi Saya, TV Tabung Jauh Lebih Baik Dibanding TV LED!

30 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.