Habis mau gimana lagi, lha wong nggak ada yang menonjol dari Banjarnegara, kok. Udah tempat wisata utamanya kalah branding sama Wonosobo, gunung untuk mendaki nggak ada, pantai nggak punya, malnya kecil—bahkan saya nggak yakin bisa disebut mal?—, wisata alamnya rawan bencana longsor pula. Duh, kasihan sekali nasibnya.
Kalau ngomongin wisata kuliner, tentu yang paling terkenal adalah dawet ayu Banjarnegara. Sementara untuk makanan khasnya ada buntil, tapi memang nggak terlalu kondang, sih. Ada pula tempe mendoan, tapi dia lebih terkenal berasal dari banyumasan.
Ngapaknya beda
Banjarnegara masih termasuk daerah paseduluran ngapak. Namun, ngapaknya mBanjar itu berbeda dengan ngapaknya Cilacap, mBalingga, apalagi Tegal.
Jadi gini, kebanyakan orang mBanjar bahkan nggak mengatakan “inyong kencot” untuk mengekspresikan rasa lapar. Kencot di sebagian besar wilayah mBanjar memiliki arti “terinjak” alias “kepidek”. Kami lebih banyak mengatakan “nyong ngelih”. Jadi, ngapaknya mBanjar tuh nggak semedhok ngapak daerah lain.
Akan tetapi yang paling ngeselin dari ngapak ini adalah ketika berkenalan dengan orang baru, kadang ada aja yang bertanya, “Dari mBanjar kok nggak ngapak?” Hah? Gimana, gimana? Nanti kalau kami ngomong ngapak, kalian malah nggak ngerti kami ngomong apa. Serba salah, kan?
Lebih parah lagi kalau ada orang yang tahu kami dari daerah ngapak, terus tiba-tiba ngomong “inyhong kenjhod” atau “ora ngapak ora kepenak” dengan nada bicara yang dibuat-buat dan dimedok-medokkan seolah-olah kami senang mereka melakukan itu. Bukan apa-apa, kami justru merasa itu adalah hinaan buat kami. Tolonglah, bercandanya yang baik-baik saja. Rasanya tuh jadi ingin njejeg raine rika, deh.
Intinya, Lur, sebagai orang Banjarnegara yang merantau ke daerah mbandek (Joglosemar) maupun daerah lain, kami sering sekali mengalami kesulitan saat berkenalan pertama kali. Entah karena harus menjelaskan panjang lebar lokasi kabupaten kami, maupun stereotipe ngapak yang sudah kadung melekat. Memang susah deh kalau merantau dari mBanjar!
Penulis: Kamsu Aji Wiguna
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Kuliner Khas Banjarnegara yang Menggoyang Lidah.