Pemaksimalan pelayanan pun tampaknya juga perlu ditingkatkan. Misalnya saja medical center UNS yang dikeluhkan banyak mahasiswa terkait pelayanannya, seperti banyak dokter yang kosong, obat diberikan ala kadarnya, atau ketidakpastian jam buka. Itu baru medical center, belum fasilitas UNS lainnya.
Kedua, komodifikasi pendidikan. Isu ini akan terus ada dan relevan karena sejatinya UNS adalah kampus rakyat yang harapannya mampu diakses oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Sejak resmi menjadi kampus PTN-BH, seharusnya membuat UNS mampu untuk menyejahterakan mahasiswanya. Namun, hingga saat ini UNS masih kesulitan dalam mendapat alternatif pemasukan di luar UKT mahasiswa.
Pendidikan tidak semestinya menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar. Akses pendidikan yang sulit dan tinggi menyebabkan tidak semua orang mampu mendapatkannya. Pengembalian SPI 0 rupiah, tidak adanya kenaikan UKT, atau memberikan pemotongan-pemotongan biaya pendidikan bisa untuk diterapkan dan diperkuat kembali.
Jangan sampai kampus lebih mengedepankan bisnis institusi, alih-alih peningkatan kualitas iklim akademik. Kerja sama yang tidak ada kaitannya dengan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat sudah semestinya untuk dihindari.
Ketiga, jaminan mimbar bebas akademik. Kampus sebagai tempat untuk berdialektika dan mempertajam daya pikir sudah seharusnya memberikan jaminan tidak ada lagi pemberangusan pendapat. Tidak ada lagi mahasiswa yang dipanggil dan diancam karena menyampaikan kritik kepada kampus.
Suara dan sikap perguruan tinggi diperlukan untuk hadir di persoalan-persoalan masyarakat. Kampus dan semua civitas academica harus diberikan kebebasan dalam menyampaikan argumen ilmiah, membangun iklim diskusi, hingga memberikan tekanan kepada penguasa.
Sayangnya kebebasan untuk berekspresi ini kurang dimanfaatkan mahasiswa. Seringkali mereka hanya menyampaikan orasi-orasi nihil makna dan umpatan kosong pada pihak-pihak tertentu.
Keempat, birokrasi. Salah satu permasalahan klasik yang dirasakan oleh mahasiswa UNS dalam pemberkasan. Oleh karena hampir semua kegiatan atau pengajuan pemberkasan harus melalui alur birokrasi, seharusnya memang masalah ini bisa segera terselesaikan.
Banyak kasus juga yang masih berkaitan dengan birokrasi juga, yaitu sulitnya mahasiswa mendapatkan pendanaan. Baik itu lomba, konferensi, event, hingga program pengabdian masyarakat. Bahkan sewaktu mahasiswa baru dulu, saya harus berangkat lomba ke Ambon dengan biaya sendiri karena kampus berdalih tidak memiliki anggaran.
Selain keempat masalah itu, masih banyak masalah lain yang juga patut menjadi perhatian. Rektor UNS harus bisa menunjukkan loyalitas dan keberpihakan pada kesejahteraan mahasiswa, lebih-lebih dalam memajukan ilmu pengetahuan tak hanya mengejar ranking semata.
Kampus harus didefinisikan sebagai ruang untuk merawat ilmu pengetahuan. Sebagai ruang untuk mempertajam kecerdasan, memperkuat kemauan, dan memperhalus perasaan.
Semoga suara saya didengar. Dipikir-pikir lagi, memang harus didengar sih.
Penulis: Khanif Irsyad Fahmi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Alasan Kuliah di UNS Itu Menyenangkan