Surabaya memang sudah mempunyai beberapa perpustakaan umum dan TBM (Taman Baca Masyarakat), tapi setahu saya, yang paling terawat dan banyak dikunjungi orang hanya dua, yakni Perpustakaan Kota Balai Pemuda dan Bank Indonesia. Sisanya seperti tempat usang yang minim dikunjungi.
Fenomena ini sangat saya sayangkan, mengingat Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia. Maka dari itu, sebagai warga yang peduli dengan literasi di Kota Pahlawan ini, saya ingin memberikan saran kepada Pak Eri Cahyadi, selaku Wali Kota Surabaya, untuk membuka lagi perpustakaan baru di kota ini.
Namun, berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, saya berharap pembuatan perpustakaan baru ini dirancang dalam mode 24 jam, Pak. Sebab, menurut saya, warga kota ini membutuhkan fasilitas tersebut, apalagi anak mudanya.
Daftar Isi
Banyak anak muda yang belajar hingga dini hari
Beberapa hari lalu, saya iseng-iseng pergi ke salah satu kedai kopi 24 jam di Wiyung. Saya berada di sana dari pukul 8 hingga 12 malam. Awalnya kedai itu nggak begitu ramai, tapi beranjak malam, kedainya justru makin banyak pengunjung.
Saat saya amati, orang yang mengobrol di sana hanya segelintir, sisanya fokus pada buku, tugas, maupun kerjaan di layar laptop. Kemudian terlintas di pikiran saya, andai saja ada perpustakaan 24 jam di Surabaya dengan fasilitas baik dan gratis, mungkin tempat itu akan lebih nyaman untuk anak muda seperti mereka.
Universitas di Surabaya nggak menyediakan perpustakaan 24 jam
Saat melihat berbagai vlog mahasiswa di luar negeri, saya merasa sangat iri dengan mereka karena bisa mengakses perpustakaan kapan pun. Biasanya perpustakaan model ini disediakan oleh universitas untuk mahasiswanya. Nah, sepemahaman saya, fasilitas perpustakaan 24 jam ini nggak ada di berbagai universitas yang ada di Surabaya.
Makanya daripada berharap ke pihak universitas yang rasa-rasanya makin mustahil, saya meminta pada pemerintah kota. Kalau pemkot bisa merealisasikan tempat ini, justru fungsinya akan lebih maksimal. Sebab, yang menikmati bukan hanya mahasiswa, tapi juga seluruh warga Surabaya.
Meningkatkan literasi warga
Dalam salah satu wawancara Kompas pada 17 Januari 2023 lalu, Pak Eri Cahyadi mengatakan bahwa literasi di Surabaya perlu ditingkatkan. Pasalnya, angka literasi masih berada di angka 67,41 persen, belum 80 hingga 90 persen. Syukur-syukur kalau bisa 100 persen. Mengetahui semangat literasi dari bapak wali kota tercinta, saya jadi semakin optimis untuk membagikan ide ini.
Begini Pak, saya yakin kalau ada perpustakaan 24 jam bisa berdiri di Surabaya, literasi warga kota ini akan meningkat. Bayangan saya, program ini akan menjadi tren baru di masyarakat, utamanya kelompok anak muda. Nantinya mereka berlomba-lomba pergi ke perpustakaan untuk membaca atau mengerjakan tugas saja. Intinya, nggak keren kalau nggak perpus.
Keyakinan tersebut bukan tanpa alasan, sebagai pengunjung setia Perpustakaan Bank Indonesia, setiap hari saya melihat tempat ini ramai pengunjung. Bahkan, kadang kala ada yang nggak kebagian ruang buat duduk.
Karena itu kalau ada perpustakaan 24 jam dengan bangunan yang lebih besar, luas, dan enak tentunya di Surabaya, pasti akan jadi tempat favorit buat anak muda. Setuju kan, Rek?
Saran sistem perpustakaan 24 jam di Surabaya
Kalau pemerintah kota beneran bisa merealisasikan perpustakaan ini, saya ingin menyarankan beberapa hal. Maklum, saya kalau memberi saran nggak suka setengah-setengah.
Pertama, selain ruang baca, diskusi, dan fasilitas umum, saya berharap nantinya juga akan ada warung Madura, warmindo, atau kalau perlu kantinnya sekalian. Pasalnya, beraktivitas di malam hari sangatlah membutuhkan energi lebih. Jadi, pengunjung perpustakaan 24 jam di Surabaya yang ingin makan nggak perlu keluar area. Kan hitung-hitung sekalian mengangkat UMKM, ya.
Kedua, harus ada peraturan untuk warga yang boleh mengakses fasilitas selama 24 jam, misal minimal 19 tahun atau sudah lulus sekolah. Sebab, kalau anak-anak mengakses tempat ini tanpa ada aturan jam, justru akan mengganggu tidur dan berdampak pada kesehatan. Kalau mahasiswa sih nggak perlu dipertimbangkan, sudah makanan sehari-hari, wqwqwq.
Terakhir, sistem keamanan yang ketat untuk pengunjung harus sangat diperhatikan. Misalnya menjaga kendaraan, barang pengunjung, buku-buku koleksi, hingga menjaga pengunjung dari perilaku asusila. Semua itu perlu dipertimbangkan, mengingat banyaknya berita buruk yang nggak berkesudahan.
Itu saja pesan yang ingin saya sampaikan. Saya berharap Surabaya bisa mempunyai perpustakaan yang bisa diakses kapan saja oleh warganya. Semoga pesan ini bisa sampai pada Pak Eri Cahyadi. Salam literasi.
Penulis: Naimatul Chariro
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Perpustakaan Bank Indonesia Surabaya: Layanan Prima, Fasilitas Bintang Lima.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.