Semoga Yuli Sumpil membaca surat saya. Bagi saya, seorang pemimpin itu sudah pasti punya jiwa suka membaca. Apalagi menyangkut klub kecintaannya, Arema FC. Ini curahan hati saya, seorang Pasoepati, fans Persis Solo yang kebetulan pernah mengagumi Arema.
Perkenalkan, Sam, saya Joko Yuliyanto, yang kebetulan aktif nonton Persis Solo, yang pernah terseok-seok di Divisi 2 Liga Indonesia. Saya penonton setia Persis Solo yang namanya sempat tergusur oleh Persijatim Solo FC dan dibayangi dualisme musim 2011/2012. Sama seperti Arema FC yang masih dibayangi masalah serupa.
Tragedi Kanjuruhan menyatukan kita semua
Sam Yuli Sumpil, di mata suporter klub Indonesia, saat ini Aremania yang ada kamunya sedang menjadi “musuh bersama”. Sikap kalian terhadap Tragedi Kanjuruhan dikecam banyak suporter. Semula saya, sebagai fans Persis Solo, berempati pada nasib Aremania yang dibunuh dengan gas air mata di Kanjuruhan. Saya kirimkan doa kepada keluarga korban supaya jalan keadilan segera terbuka.
Berkat tragedi itu, semua suporter kompak melakukan bela sungkawa di berbagai kota di Indonesia. Kemanusiaan jauh lebih tinggi harganya daripada sepak bola yang wasitnya saja tidak paham garis offside dan pelanggaran di kotak penalti. Selain itu, berbagai aliansi suporter yang dikenal bermusuhan saling bergandengan tangan seperti Bobotoh dan The Jak, Mataram Islah digawangi Pasoepati Brajamusti Sleman Fans, dan lain sebagainya.
Sam Yuli Sumpil, kamu pasti paham kalau sejak dulu fans Persis Solo itu selalu seduluran dengan Aremania. Aremania selalu datang membawa kreativitas dan koreo menakjubkan. Lagu-lagu yang dilantunkan suporter lain juga banyak terinspirasi dari fans Arema itu. Bahkan dulu saya meyakini, Aremania merupakan bapaknya suporter Indonesia.
Setelah membaca sejarah Aremania, keyakinan saya banyak terbukti dengan raihan prestasi seperti menjadi suporter terbaik pada kompetisi Ligina (Divisi Utama Liga Indonesia) musim 2000, dinobatkan sebagai suporter terbaik dalam kompetisi Copa Indonesia 2006, dan suporter terbaik pada turnamen bergengsi, yakni Piala Jenderal Sudirman 2016.
Bagi saya pribadi, fans Arema itu bapaknya suporter Indonesia
Sam Yuli Sumpil, Aremania dikenal suporter yang akrab dengan suporter klub lain. Kedewasaan mengatasi konflik dan menerima kekalahan masa itu masih membekas dalam benak saya yang sebenarnya bukan bagian dari fans Arema, tapi fans Persis Solo.
Sam, banyaknya hujatan kepada fans Arema di mana dirimu berada itu tidak bisa dihindari dan itu memang kebenaran. Pengaruh Iwan Budianto yang notabene pemegang saham Arema sekaligus Wakil Ketua Umum PSSI memustahilkan langkah mengadili penegak hukum dan Arema itu sendiri.
Kurangnya introspeksi diri (mengakui kesalahan), membuat Arema ditolak bermain di berbagai kota di Indonesia seperti Jogja, Boyolali, Magelang, Semarang, hingga Bali. Aksi anarkis yang mengaku Arek Malang di kantor Arema FC sempat mendapat dukungan, meski lainnya tetap ada yang menghujat.
Aksi itu saya anggap perjuangan Arek Malang menuntut keadilan atas 135 saudaranya yang dibunuh di Kanjuruhan. Alasan kemanusian, mereka rela Arema dibubarkan. Saya sempat berempati terhadap nasib Arema yang sudah jatuh tertimpa tangga (dibubarkan).
Baca halaman selanjutnya….
Aksimu, Sam, sungguh memalukan
Tapi Sam Yuli Sumpil, aksimu mengatasnamakan Aremania sungguh memalukan. Adegan orasi disertai tangisan memperjuangkan logo Arema yang dirusak daripada memperjuangkan keadilan bagi saudaramu yang mati tidak jelas kabarnya. Suporter lain masih perhatian menuntut keadilan, kamu dan teman-temanmu yang nirempati malah bersorak-sorak mempertontonkan ketidakdewasaan Aremania yang selama ini saya, seorang fans Persis Solo kagumi.
Sam, sampean itu pimpinan fans Arema yang dikenal pemberani dan idealis. Citra Aremania yang kreatif dan dewasa malah sampean nodai sendiri dengan aksi memalukan di kantor Arema FC. Apalagi ketika banyak suporter menuntut keadilan untuk Tragedi Kanjuruhan, kamu malah sibuk ikut lomba burung. Hati nurani sampean itu di mana? Saya, bagian kecil dari Pasoepati, kecewa dengan langkah yang sampean ambil, Sam.
Sampean egois dan tidak memperdulikan saudaramu sendiri. Tidak pernah merasa bersalah akibat ulah oknum suporter yang berakibat diberhentikannya Liga 2 Indonesia.
Banyak pemain profesional yang kehilangan pekerjaan, klub bangkrut karena kompetisi berhenti, dan jadwal amburadul karena tekanan dari banyak pihak.
Mana empati dan akal sehatmu?
Sam, sampean itu sudah tuwek dan harusnya bisa berpikir. Harusnya empati sampean lebih tinggi daripada saya yang tinggal jauh dari Kota Malang. Sampean pasti ingin kondisi sepak bola nasional yang maju, prestasi timnas meningkat, dan kualitas Liga Indonesia berkembang.
Saya tidak menuntut sampean turut serta ikut andil mendesak pembubaran klub kecintaanmu. Namun, jangan sampai empati kemanusiaan jutaan suporter lain hilang karena aksimu memperjuangkan logo daripada terbunuhnya saudara-saudaramu.
Saya, sebagian fans Persis Solo, sangat kecewa. Bisa-bisanya “sebuah kepentingan busuk” lebih tinggi ketimbang kemanusiaan. Kamu manusia atau bukan, Sam Yuli Sumpil?
Penulis: Joko Yuliyanto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Bom Waktu Arema FC dan Momentum Perubahan bagi Suporter Generasi Baru yang Menolak Tunduk