Dear Cristiano Ronaldo,
Kudengar kau ingin pergi lagi. Entah itu benar atau gosip. Atau hanya gertakan biasa? Kami hanya bisa menduga dan menunggu.
Teringat bagaimana aku mulai mengidolakanmu dulu. Berawal dari Final Liga Champions 2008, di situ aku terkesan dengan aura bintang yang kau bawa. Menjadi pembeda di kala aku belum banyak mengetahui sepak bola dan belum punya klub favorit. Lucunya, aku yang hanya ikut-ikutan waktu itu justru ikut taruhan dan pegang lawan, Chelsea.
Chelsea di-voor setengah. Karena MU tidak mampu unggul satu gol sampai babak kedua berakhir, taruhanku menang. Sebaliknya, hasil pertandingan menahbiskan Manchester United sebagai juara setelah adu tos-tosan. Faktor yang mendukungmu meraih trofi UCL dan Ballon D’Or pertamamu. Ironi, bukan?
Setelah itu aku menjadi suka sepak bola dan menjadi fans Manchester United karenamu. Selang setahun, 2009, kau memutuskan pamit untuk berpetualang ke Los Galacticos, Real Madrid. Aku mengikuti sepak terjangmu, tapi untuk klub idola beruntung aku tidak karbitan, masih mendukung Manchester United. Walau dengan Real Madrid, kau menjadi lebih sukses menyabet banyak gelar. Walau Real Madrid lebih berkilau dengan prestasi-prestasi yang hampir tidak mungkin dikejar.
Pertama, terima kasih sekali kau pernah menjadi alasan kami dan sumber tenaga kami bernyanyi mengelu-elukan “Viva Ronaldo” untuk mendukungmu bersama Manchester United.
Sepeninggal David Beckham—dan tentu saja, dirimu, kami memang kehilangan peran seorang pangeran bernomor punggung tujuh yang gagah, rupawan, arogan, percaya diri, dan piawai dalam mengolah si kulit bundar di pelataran Theater of Dream. Sampai waktu ketika kau datang dan bisa mengambil peran itu, kami terhibur, bahagia dan luka ditinggalkan itu hilang.
Kami ingat bagaimana hubunganmu dengan sang raja kala itu, Sir Alex Ferguson, yang kau anggap seperti football father bagimu. Layaknya seorang ayah yang mendukung bakat anaknya, dibiarkannya kau menari-menari dengan bola. Hingga kau bisa mengekspresikan diri lewat gol-gol yang kau buat secara fantastis lewat tendangan bebas, dribble sepertiga lapangan, sundulan tajam, atau counter-attack bersama Teves atau Wazza. Lengkap sudah. Selengkap trofi yang kau berikan, dari trofi Liga Inggris, Piala Liga, Si Kuping Besar, dan Piala Dunia Antar-Klub.
Cristiano Ronaldo, semakin tinggi kepiawaian dan ambisimu, kami sadar bahwa Manchester tidak cukup untukmu. Selain itu, kami di Manchester United juga sudah cukup dengan hegemoni yang kau berikan. Setelah itu, kau putuskan pamit berkelana ke Negeri Matador, Spanyol. Bersama Real Madrid, ternyata kau semakin terbang tinggi. Real Madrid yang sudah sulit dikejar, makin tak terkejar karenamu. Berbagai pencapaian telah kau raih. Oleh sebab itu, kami merasa semakin tidak bersalah untuk melepasmu.
Bahkan tidak hanya ke Negeri Matador, dilanjutkanlah langkahmu ke Italia. Di sana kau juga disambut riang oleh pendukung yang kau koyak gawangnya dengan bicycle kick. Para suporter tuan rumah bertepuk tangan. Kau disanjung dan dipuja. Setelah mendapat sambutan hangat, kau lanjutkan petualangan dengan Si Nyonya Tua. Kisah yang kau ukir tidak jauh berbeda, berbagai trofi berhasil kau raih.
Tapi lagi dan lagi, entah karena ambisi atau memang rindu dengan rumahmu, kau putuskan untuk kembali pulang. Hal yang membuat banyak fans MU seperti balikan dengan mantan terindahnya. Terlebih, sikapmu yang tidak mengambil tawaran Manchester City yang saat itu memang masih superior dari mantan klubmu ini layak diapresiasi. Seorang yang loyal. Dan laga debut melawan Newcastle United itu, brace yang kau suguhkan sungguhlah membuat kami semua terkesima dan terbang tinggi ke langit.
Namun, tanpa kami sadari, ternyata ekspektasi kami terlalu tinggi sehingga kami terlena dan jatuh di saat Manchester United lambat laun menunjukan performa yang buruk. Terseok-seok di papan tengah, skuad yang tidak padu, dan berakhir tidak sanggupnya kami untuk mengantarmu kembali merengkuh trofi Liga Inggris atau Champions League seperti dulu kala.
Maaf, Cristiano Ronaldo. Manchester United yang sekarang memang tidak seperti saat mereka menguasai Eropa. Setelah 2013, banyak raja-raja kecil yang sudah dikorbankan. Tampak kuat dan mentereng di luar tetapi rapuh dan busuk di dalam. Sistem tata kelola pasukan tempur yang berantakan dan para pasukan andalan yang tidak mumpuni adalah beberapa sebabnya.
Walaupun begitu, tetap saja kau masih bisa mengangkat pedang dan menyelamatkan kami di laga-laga krusial. Rasanya tidak ada harga yang sebanding untuk berterima kasih untuk mengganti jasamu sekali lagi.
Maka dari itu, kita sedang berbenah walau memang waktunya terlambat. Raja baru dari Negeri Kincir Angin yang mempunyai taktik pertempuran “matang” sudah didatangkan. Namun rasanya itu belum cukup untuk mengikuti ambisi dan membayar kekecewaanmu. Sehingga muncul kabar, kau akan coba lagi untuk berpetualang ke seberang.
Jika memang itu yang kau inginkan, rasanya kami rela. Kami memang saat ini belum pantas lagi untuk memelihara ambisi dan perjuanganmu di sini. Biarlah kami menebus dosa-dosa yang telah kami lakukan dan memperbaikinya sedikit demi sedikit. Tim ini masih dalam perputaran arah, bisa saja lebih baik atau lebih buruk. Rasanya akan lebih berdosa bagi kami untuk menahanmu atau malah memaksamu bertahan di sini tanpa memberikan jaminan. Sedangkan di sisi lain, kau punya jiwa petarung untuk mendapat takhta yang paling tinggi.
Gelar raja Champions League itulah hal yang melekat dengan dirimu. Kau masih ingin menambah hegemoninya bukan?
Pergi saja Cristiano Ronaldo, kami akan baik-baik saja. Petuah raja masih berlaku, “Tidak ada yang lebih besar dari klub.” Setidaknya itu yang akan membuat klub ini seimbang. Kerajaan ini memang masih tahap penyembuhan dan pengampunan dari dosa-dosa. Tidak usah merasa sungkan, pergi saja. Apa yang sudah kau berikan ke Manchester United sangatlah cukup. Walau kehadiran dan kesetiaanmu di sini akan menjadikan pengabdianmu paripurna sebagai seorang legenda.
Pasti ada beberapa yang tidak mau kehilangan dirimu untuk kedua kali. Tapi kami sadar, kau bukan diciptakan untuk satu klub sepak bola. Kau adalah gol. Mesin gol. Kau adalah trofi. Kau adalah prestasi. Terlebih dalam hal persaingan menjadi yang terbaik, kau memiliki saingan yang disebut orang sebagai “alien”, bukan manusia atau mesin. Kau masih ingin bertarung melawan manusia yang dengan gampang membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan kaki kidalnya.
Aku tahu, kau, bakatmu, ambisimu, diciptakan untuk konsep olahraga itu sendiri. Siapa yang banyak angka, dia yang menang. Kau bukanlah seorang yang kompromi dan berdamai. Kau adalah seorang petarung dan pemenang. Jika benar lawanmu adalah “alien”, pasti banyak hal yang harus dikorbankan, bukan? Termasuk rumah sendiri.
Walau kutahu, di luar sana pasti ada banyak fans Manchester United yang kecewa bahkan menghujat kau jika kau memutuskan pergi ke klub rival. Entah itu menganggap kau egois, tidak profesional,cari prestasi diri sendiri, atau membandingkan kesetiaanmu dengan mantan pemain Manchester United lainnya.
Tenang saja. Pendukung sejatimu pasti lebih mengenalmu. Mana mungkin kau adalah seorang yang tidak profesional ketika kemarin kudapati kau berlaga kembali ke Theater of Dream selang lima hari setelah kehilangan buah hatimu.
Cristiano Ronaldo, ingatlah. Kalau suatu saat kau lelah, pulanglah. Pintu kami selalu terbuka lebar dan siap memberimu sambutan hangat kapan pun. Tapi, jika suatu saat kita bertemu sebagai lawan. Cukuplah rivalitas itu hanya di atas lapangan dan sampai peluit babak akhir dibunyikan saja. Walau sesungguhnya berat bagi kami untuk melihatmu bermain di tubuh lawan. Apalagi jika kau berhasil membobol kami di laga krusial.
Entahlah, jika itu terjadi bagaimana kami akan menyikapinya. Asalkan tidak kau sakiti hati kami. Semua akan baik-baik saja. Toh, hal itu pernah kami alami kala kau kembali tapi dengan berseragam El Real.
Banyak klub yang dikaitkan denganmu. Jika labuhanmu selanjutnya adalah Chelsea. Apakah ini kebetulan?
Malam itu, Final Liga Champions 2008. Manchester United vs Chelsea. Dua tim yang sama-sama memberiku kemenangan. Dua tim yang ternyata bakal kau dedikasikan.
Terakhir, entah pergi atau bertahan, sebagai tanda terima kasih atas kenangan dan kejayaan yang pernah kau berikan. Kami percaya, di hatimu, cintamu terhadap Manchester United tidaklah akan hilang.
Salam hangat,
Malam itu, Final Liga Champions 2008.
Penulis: Deddy Perdana Bakti
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Hanya Orang Bodoh yang Meremehkan Cristiano Ronaldo dengan Ledekan Tap-in Mercant