Jumat tanggal 21 Juni 2019 adalah hari spesial bagi Presiden ke-7 RI, Bapak Joko Widodo (Jokowi). Sebagai masyarakat kecil, saya seorang guru honorer di pelosok negeri sungguh merasa bahagia karena Bapak masih diberi umur yang panjang oleh Sang Pencipta. Saya sangat yakin saat ini Bapak sungguh bahagia—ini sangat manusiawi sebab semua orang akan mengalami hal itu. Oleh karena itu, sebagai seorang guru swasta yang mengabdi di pedalaman—Flores, NTT—ijinkanlah saya menyampaikan isi hati saya.
Goresan isi hati dari seorang guru kampung ini, saya kemas dalam bentuk surat cinta. Dan surat cinta ini sekaligus menjadi kado spesial dari saya untuk Bapak Jokowi yang saya cintai.
Kepada
Yth. Bapak Jokowi
Di
Istana Negara
Salam Jumpa,
Pada tempat yang pertama saya mengucapakan Selamat Ulang Tahun yang ke-58, semoga Bapak tetap sehat, kuat, sederhana dan selalu setia dalam melayani masyarakat Indonesia.
Pada tempat yang kedua, saya sungguh merasa bangga karena memiliki Presiden seperti Bapak. Di mata saya—dan mungkin kebanyakan masyarakat Indonesia—Bapak adalah tipikal pemimpin yang sederhana dan rendah hati. Hal ini dapat saya lihat dari setiap tutur katamu yang selalu mengandung kesejukan. Sikapmu juga selalu merangkul. Siapa saja, entah orang miskin, yang beda agama, budaya, dan ras bisa datang padamu. Harapan saya sika-sikap humanis ini teruslah melekat erat dalam diri Bapak. Baik masih ada jabatan maupun pada saatnya tak ada lagi jabatan.
Pada tempat ketiga, tolong perhatikan kesejahteraan para pendidik secara merata, terkhusus para guru honorer dan swasta. Apalagi yang ada di pelosok dan daerah-daerah terpencil seperti saya. Perlu Bapak ketahui bahwa dalam soal pelayanan dan mendidik anak didik semua guru itu sama.
Baik guru PNS, honorer, dan swasta—sama-sama bekerja dengan semangat, totalitas, dan jumlah jam yang sama pula. Kami sama-sama pergi pagi-pulang petang. Tantangan apapun besarnya kami tak peduli. Mau mengabdi di kampung yang sulitpun kami tak pernah pantang menyerah. Sebab tujuan para guru dan kita semua adalah satu dan sama yakni untuk mendidik generasi bangsa untuk mampu bertahan hidup yang lebih baik dari yang baik. Sebab orientasi akhir pendidikan adalah untuk hidup itu sendiri.
Namun Bapak, pada saat-saat tertentu sebagai manusia yang rapuh, kami guru honorer dan swasta merasa lelah. Bukannya kami bekerja untuk mengejar uang tapi secara manusiawi bagaimana mungkin bisa total, jikalau seorang guru honor dikampung hanya menerima gaji Rp. 300.000. Kalau rezeki bisa Rp. 700.000. Itupun dibayar tiap triwulan sekali. Sementara temanp-teman guru PNS gaji dari negara yang lumayanlah.
Lalu, untuk PNS, Bapak sudah membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang menetapkan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk pensiunan, PNS dan TNI. Pertanyaanya bagaimana dengan guru honorer—yang notabene juga sudah mengabdi mati-matian untuk negara?
Ini kalau menurut saya—sangatlah tidak adil. Setiap hari raya, para guru PNS menerima THR dengan penuh kegembiraan, sedangkan para guru honorer begitu kesusahan. Ditambah lagi, gaji ke-13 tak ada, apalagi pensiun lebih tak ada lagi ya, Bapak. Dan amat susah sekali, Bapak. Persoalan seputar jeritan hati para guru honorer pun dari dahulu hingga kini selalu menghiasi berbagai media—saya tidak tahu kapan berakhirnya. Walaupun begitu, ribuan guru honorer yang ada di Indonesia ini tetap mengabdi dengan hati. Dan saya sangat yakin, tanpa guru honorer dan sawasta, pendidikan Indonesia dapat terganggu, Bapak.
Untuk itu, melalui surat cinta ini, saya tegaskan bahwa pendidikan haruslah di perhatikan secara serius. Tanpa pendidikan yang mumpuni, bangsa kita akan gampang terombang-ambing. Itulah sebabnya, mengapa Kaisar Jepang meyakini bahwa hanya dengan memiliki para pendidik yang handal, kota Nagasaki dan Hirosima dapat bangkit lagi dari keterpurukan.
Saya amat yakin, Bapak sungguh memahami persoalan seputar kesejahteraan para guru honorer. Dan Bapak sungguh melihat dan merasakanya juga. Oleh sebab itu, di hari bahagia Bapak dan kita semua, tolong Bapak merefleksikan kembali tentang masa depan para guru honorer. Tolong buatlah kebijakan yang humanis dan menyentuh semua guru secara adil.
Di akhir goresan ini, saya hanya mau menyampaikan bahwa sekolah tempat saya mengabdi yakni SMA Katolik Regina Pacis Bajawa di Flores, NTT sudah melahirkan seorang artis nasional yakni Juara 1 The Voice Indonesia, atas nama Ronaldo Longa. Baru-baru dia pernah diundang ke Istana Negara untuk bernyanyi pada perayaan Hardiknas 2 Mei 2019.
Salam
Dari seorang Guru Kampung