Setiap warga berhak mengunggulkan kota masing-masing. Misalnya Mas Ahmad Arief Widodo mengunggulkan Semarang ketimbang Cikarang. Setelah itu, Mbak Tiara Uci membalas dengan menulis kalau Surabaya lebih superior ketimbang Semarang.
Semarang superior, lalu Surabaya merasa lebih superior itu bisa memakluminya karena keduanya merupakan ibu kota provinsi. Sementara yang remahan peyek kayak Malang ini apa? Maaf, Malang terlalu inferior di mata kalian.
Daftar Isi
Nihil komitmen membenahi moda transportasi umum
Semakin ke sini, Malang makin tambah macet. Nggak peduli di dalam maupun perbatasan kota, pasti macet. Banyak hal yang menyebabkan masalah ini. Misalnya berkaitan dengan status kota pendidikan membuat banyak pendatang untuk sekolah di sini. Masalahnya, masing-masing dari mereka membawa kendaraan pribadi.
Nggak ada komitmen membenahi mikrolet, satu-satunya moda transportasi massa di sini. Minibus biru ini berjuang di tengah gempuran taksi online dengan armada yang menyedihkan. Terminal mulai sepi. Tapi, yang dilakukan Pemkot Malang apa? Pelebaran jalan, rekayasa lalu lintas, tambah jembatan, dan semua yang memanjakan kendaraan pribadi.
Malang nggak sebersih Surabaya dan Semarang
Semarang sudah 6 kali dapat penghargaan Adipura, Surabaya dapat 9, kalau Malang? Baru 4, itu saja terakhir 2023 (sebenarnya itu penghargaan tahun 2022 karena vakum akibat Covid-19). Penghargaan internasional? Nihil Mas, Mbak.
Selama pengamatan saya, ya maklum Malang kalau cuma dapat 4 Adipura. Lihat saja, di gorong-gorong, pasti ketemu banyak sampah. Sungai penuh bungkus plastik. Kalau mau bukti lagi, coba datang ke Jalan Ijen pukul setengah 10 pagi setelah Car Free Day. Kalian pasti bakal yakin kalau Malang terlalu inferior di depan Semarang dan Surabaya.
Wisata seperti nggak terencana seperti Semarang dan Surabaya, malah terkesan FOMO
Meski punya kampung tematik seperti Jodipan dan Kayutangan Heritage, Pemkot Malang bikin destinasi baru: pedestrian Kayutangan a.k.a. Malioboro KW. Ini jelas Pemkot Malang terlalu FOMO, nggak mau diasapi Kabupaten Malang dan Kota Batu, apalagi Semarang dan Surabaya, yang punya banyak destinasi wisata. Efek FOMO itu malah negatif. Misalnya muncul krisis identitas dan macet parah di beberapa ruas jalan.
Saya kecewa dengan wisata baru di sini yang menjiplak ikon wisata terkenal agar bisa dikenal. Kabarnya, Alun-Alun Tugu bakal direvitalisasi jadi mirip Kayutangan, meninggalkan kesan khasnya: kolonial akhir. Ada lagi monumen lori tebu yang dipasang di Kayutangan sangat nggak menggambarkan trem kota yang pernah melewati kawasan ini saking FOMO-nya agar jadi destinasi wisata.
Baca halaman selanjutnya
Cuma dua mall yang ramai, hadeh