Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Sumber Lelahmu Hari Ini

Rachman Habib oleh Rachman Habib
12 Juni 2019
A A
lelah

lelah

Share on FacebookShare on Twitter

Apa kamu lelah? Kamu harus selalu sehat dan jangan mati hari ini—banyak yang belum kamu raih dalam hidupmu. Tidak baik jikalau menyerah secepat ini—hidup harus terus bergulir apa pun itu.  Tak peduli kondisimu seperti apa. Sakit?—dunia ini hanya mengenal kata “sehat”. Lemah?—tempat hidupmu hanya tahu kata “mampu”.

Ingatlah kamu bisa berprestasi. Kemampuanmu baru sedikit kamu curahkan—lagi. Keluarkan lagi—terabas batas ketidakmampuanmu.  Kesuksesan akan berdiri tegak—menantimu di depan.

Kamu sudah melakukan semuanya, tapi tidak mendapatkan apa-apa. Di kamar kamu tidak pernah tenang memikirkan apa yang kamu kerjakan. Kamu sudah bekerja keras, mematuhi deadline dengan disiplin. Namun lama-kelamaan kamu merasa diburu sesuatu—dikejar-kejar sampai ke dalam mimpi—dan kamu stres, depresi, lelah berkepanjangan. Kalau sudah seperti ini yang kamu derita maka akan sangat sulit dicari obatnya.

Mungkin kamu menderita burnout—penyakit apa itu? Pada tahun 1974 seorang psikoanalis Amerika Serikat memperkenalkan sindrom burnout—dia adalah Herbert Freudenberger. Dalam beberapa tulisan tentang sindrom ini disebutkan bahwa apabila kamu merasa kelelahan berkepanjangan secara mental, fisik maupun emosi akibat kerja, kemungkinan kamu sedang menderita burnout. Ciri pokoknya—seperti ditulis Annisa Saumi di alinea.id—ada tiga: kelelahan, sinisme, dan ketidak efisienan secara profesional.

Namun ketahuilah bahwa akar penyakit ini dari dalam dirimu sendiri. Bukan virus yang datang dari alien atau wabah yang ditularkan tikus. Ketika kamu terus-menerus menggumamkan mantra “aku bisa” atau “aku mampu” dan merasa hal itu kamu lakukan karena kebebasanmu sendiri—karena kamu manusia bebas—, ketahuilah kamu adalah contoh subjek di era neoliberal seperti dibahas Byung-Cul Han dalam buku-bukunya, terutama Burnout Society (2015)—dalam hal ini kemudian kamu bersimpuh dalam lelah, stres, depresi. Penjelasan Han—filsuf Korea yang tinggal di Jerman itu—tentang burnout agak berbeda. Lebih tepatnya sebenarnya ia membahas subjek neoliberal yang hari ini tampak sering lelah, membahas kepengaturan (govermentality) di era neoliberal.

 

Subjek Prestasi

Kelelahanmu  datang karena kamu mengeksploitasi dirimu sendiri atas nama kebebasan atau kesukarelaan. Kamu menyetorkan dirimu ke dalam perputaran sistem neoliberal lantaran “kebebasan” sudah diedar seluas-luasnya—kamu masuk secara sukarela.

Baca Juga:

3 Penderitaan Mahasiswa Jurusan Psikologi yang Jarang Diungkapkan

15 Istilah dalam Psikologi yang Cukup Eksis dan Sering Kita Dengar

Padahal kebebasan hari ini, dalam beberapa kasus, terutama kasusmu, beralih wujud menjadi “pengontrol.” Ya—itu karena modus eksplotasi di era neoliberal sudah bergeser.

Sebelumnya, dalam masyarakat berbasis kontrol ala menara panoptikon, subjek didisiplinkan dalam skema (1) pengawasan, (2) pelarangan, dan (3) perintah. “Aku tidak boleh” begini, “Aku seharusnya” tidak begini. Di sini kebebasan dan tubuhmu yang didisiplinkan dan makanya disebut sistem biopolitik.  Kamu—yang disebut-sebut sebagai bonus demografi—barangkali tidak mengalami era biopolitik. Kamu mengalami yang sekarang—sebuah tatanan sosial dengan sistem psikopolitik. Kamu didisiplinkan psikismu dalam sistem ini—ya, psikismu. Dengan skema pendisiplinan berkedok (1) prestasi, (2) inisiatif, dan (3) motivasi” kamu mendorong dirimu sendiri untuk menjadi berprestasi—untuk selalu punya inisiatif dan terobosan-terobosan anyar dan untuk tidak lelah menyemangati diri apa pun yang terjadi.

Singkatnya kamu memotivasi dirimu bahwa “aku bisa” atau “aku mampu” dalam segala hal yang bisa memajukanmu ke masa depan terbaik. “Aku bisa” dan “aku mampu” adalah mantra yang menggelindingkan perekonomian di era neoliberal.

Kamu di sini bebas—itu bedanya. Kamu yang menentukan hidupmu adalah tanganmu sendiri—tidak ada yang melarang dan membatasimu mengerjakan apa saja. Tidak ada relasi tuan dan budak—kamu bukan budak siapa pun dan kamu adalah tuan bagi dirimu sendiri.

Tapi ironisnya kamu adalah budak bagi dirimu sendiri. Kamu punya laci pengetahuan yang lengkap tentang dirimu—kamu lebih tahu dari siapa pun tentang caramu berpikir, tentang apa pun dari dirimu sendiri. Jika tidak—di luar sana berjibun jasa pendidikan atau pelatihan yang siap memahamkanmu menyangkut siapa dirimu. Lalu dengan segala pengetahuan itu—kamu mengeksploitasi diri lebih giat dari sebelumnya. Sebab kamu sudah tahu passion-mu, bakatmu, dan keahlianmu.

Kamu pun meluncur menjadi pekerja rentan. Tidak istirahat—dan kamu akhirnya lelah, kemudian stres dan depresi jika tak tertolong.

 

Menjadi Tidak Mampu

Bagaimana jalan keluarnya? Maka kamu mungkin perlu menerapkan seni hidup lambat. Pilih satu dua pekerjaan secukupnya dalam seminggu dan kerjakan dengan santai tapi kelar. Atau menjadilah tidak “mampu”. Jika kamu didorong untuk selalu mampu—kenapa tidak dengan menjadi tidak mampu?

Atau jadilah amatir. Kamu ahli dalam satu hal tapi memilih tidak menjalani kehidupan sebagai seorang profesional. Profesionalisme adalah pendisiplinan yang lain, dan menjadi amatir berarti menolak pendisiplinan itu. Dengan itu hiduplah dengan baik—mungkin selama ini kamu terlalu sibuk dengan hidup sehingga lupa pada apakah kualitas hidupmu sudah baik atau belum. Hal yang membuat kamu lupa adalah hasratmu menjadi subjek berprestasi. Lupakan—menjadilah tidak mampu berprestasi.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: Pencapaian HidupPsikologiSumber LelahTuntutan Masyarakat
Rachman Habib

Rachman Habib

ArtikelTerkait

3 Penderitaan Mahasiswa Jurusan Psikologi yang Jarang Diungkapkan

3 Penderitaan Mahasiswa Jurusan Psikologi yang Jarang Diungkapkan

14 Mei 2024
joker

Joker dan Viktimisasi

8 Oktober 2019
bahagia walau tidak berguna, Quarter Life Crisis: Kenapa Kita Sangat Peduli Terhadap Angka

Quarter Life Crisis dan Alasan Kenapa Kita Sangat Peduli Terhadap Angka (Khususnya Gaji)

27 November 2019
kapan kawin

Lebih Baik Bertanya ‘Kapan Turun Hujan?’ Daripada ‘Kapan Kawin?’

16 Oktober 2019
menahan bab

Yang Bikin Kamu Bisa Menahan BAB Itu Bukan Kerikil, tapi Otakmu

14 Desember 2021
Hei yang Mau CPNS, Saya Kasih Tahu Ya, Kalian Nggak Perlu Belajar Buat Ngerjain Psikotes!

Hei yang Mau CPNS, Saya Kasih Tahu Ya, Kalian Nggak Perlu Belajar Buat Ngerjain Psikotes!

20 Desember 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Dosen Pembimbing Nggak Minta Draft Skripsi Kertas ke Mahasiswa Layak Masuk Surga kaprodi

Dapat Dosen Pembimbing Seorang Kaprodi Adalah Keberuntungan bagi Mahasiswa Semester Akhir, Pasti Lancar!

25 Desember 2025
Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.