“Enak ya lo kerjanya di bandara, pasti sering travelling. Hahaha” Begitulah kira-kira kalimat yang paling sering saya dapat dari orang lain begitu mereka tahu saya pernah kerja (baca: magang) di bandara. Ehem, jadi gini sebenarnya, Guys, orang yang kerja di bandara belum tentu sering travelling, banyak kok dari mereka yang pekerjaannya sama persis dengan pekerja biasa di ibu kota.
Saat semester 7, saya pernah magang sebagai staf hubungan masyarakat atau bahasa kerennya public relations di Angkasa Pura II, salah satu BUMN pengelola bandar udara di Indonesia. Saya ditempatkan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, bandara terbesar di Indonesia sekaligus bandara utama menuju kota Jakarta.
Sebagai kompleks bandara yang luar biasa luasnya, beragam jenis pekerjaan ada di sini, selain pilot dan pramugari pastinya. Di bandara, ada insinyur penerbangan, pegawai kantoran, sales tiket, customer service, resepsionis, waiter restoran, sampai cleaning service. Dari semua pekerjaan di atas tadi, yang benar-benar memerlukan travelling naik pesawat ya cuma pramugari dan pilot maskapai.
Kalau boleh jujur nih, selama 6 bulan magang di bandara, saya belum pernah sekalipun pegang atau masuk kabin pesawat. Hehehe. Saya lebih banyak bertugas di ruangan kantor seperti kebanyakan staf korporat.
Nah, sekarang saya akan membahas hal-hal yang paling saya sukai dari magang di bandara. Pertama, soal gaji. Sebagai mahasiswa yang selama ini mengandalkan pekerjaan freelance atau event sebagai penghasilan, nominal gaji yang diberikan waktu magang di bandara adalah tertinggi yang pernah saya terima. Coba bayangin, nominal bulanannya lebih dari setengah UMR Jakarta tahun 2020, lho! Cukup banget buat sebulan makan, ongkos, jajan, ikut nyumbang kebutuhan rumah, dan menabung.
Kedua, magang di bandara berarti fasilitas yang saya dapatkan juga banyak. Mungkin hal ini relatif ya, tetapi departemen tempat saya bertugas termasuk royal dalam memberi fasilitas. Contohnya, saya mendapatkan camilan dan minuman gratis, penggunaan printer kantor secara unlimited yang membantu banget untuk ngeprint laporan magang, dan harga diskon untuk setiap pembelian tiket bus dan kereta bandara.
Lalu, ada free akses ke seluruh wilayah terminal. Nah, ini nih yang paling disukai selama magang. Dengan modal kartu pengenal dan surat tugas, pegawai maupun anak magang bisa mendapatkan akses menuju banyak kawasan bandara yang terlarang bagi penumpang biasa, seperti landasan pacu, stasiun atau posko pengawas. Lagi pula, kapan lagi saya bisa menembus imigrasi tanpa paspor? Hahaha.
Kemudian, karena saya ditugaskan di departemen humas, saya juga sering diajak keliling bandara oleh manager untuk menghadiri berbagai agenda atau bertemu orang-orang. Tapi, dari semua agenda “jalan-jalan” itu yang paling favorit adalah ketika mendampingi pers liputan, biasanya sih di posko pengawas atau terminal.
Karena kesempurnaan hanya milik Tuhan, magang di bandara juga pasti ada kekurangannya. Yang pertama adalah pengeluarannya besar. Gaji magang boleh dibilang besar, tapi jumlah yang diberikan sepadan dengan kenyataan bahwa apa-apa di bandara harganya mahal. Misal, harga minuman green tea kemasan di minimarket di luar bandara biasanya hanya Rp6.000, di bandara harga minuman green tea kemasan dengan merek dan ukuran yang sama bisa melonjak jadi Rp10.000. Lalu, ojek online yang biasa di luar bandara tarif dasarnya mulai Rp10.000, di dalam bandara tarif dasarnya jadi Rp15.000. Mahal, kan?
Kedua, wilayah sekitar Bandara Soekarno-Hatta terkenal macet. Faktor ini membuat saya yang mengandalkan kendaraan umum untuk mencapai tempat magang harus berangkat lebih awal dari rumah supaya bisa tiba di kantor tepat waktu.
Itulah suka duka magang di bandara. Ternyata, pengalaman magang di bandara nggak jauh berbeda dari pegawai kantoran biasa, kan? Semoga bisa menjadi gambaran untuk kalian yang ingin melamar magang atau bahkan kerja di bandara juga!
BACA JUGA Tujuan Magang Buat Transfer Ilmu, Bukan Bikinin Kopi, doang dan tulisan Wirandra Reyhan Janitra lainnya.