Pare merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Kediri. Meski statusnya hanya sebagai kecamatan biasa, sebenarnya Pare layak menjadi ibu kota Kabupaten Kediri karena berbagai fasilitas telah tersedia di sini. Sebut saja Masjid Agung An-Nur, Alun-Alun Pare, RSUD, Samsat, pasar, hingga pusat perbelanjaan. Pare juga terkenal dengan Kampung Inggris-nya yang telah tersohor seantero Indonesia, bahkan hingga mancanegara.
Setiap waktu, Pare selalu ramai oleh para pelajar Kampung Inggris yang datang dari berbagai daerah. Sayangnya, ketiadaan transportasi umum seperti kereta api membuat Pare agak sulit diakses.
Daftar Isi
Biaya ke Pare yang mahal
Sebagai salah satu ikon pendidikan nonformal di Indonesia, Kampung Inggris Pare tidak pernah sepi peminat. Tiap bulan, ribuan anak muda dari berbagai daerah datang ke sini. Moda transportasi yang paling efisien menuju Kediri adalah kereta api. Namun sayangnya, Pare tidak memiliki stasiun.
Stasiun besar terdekat adalah Stasiun Kota Kediri yang berjarak sekitar 25 kilometer. Sementara itu, stasiun kecil terdekat adalah Stasiun Papar yang berjarak sekitar 16 kilometer dari Pare. Dari stasiun, perjalanan harus dilanjutkan menggunakan travel atau ojek untuk sampai ke Kampung Inggris.
Biaya menuju Kampung Inggris dari Stasiun Kota Kediri tentu tidak murah. Jika menggunakan GoRide, tarifnya sekitar Rp56.000. Sementara jika menggunakan GoCar, bisa mencapai lebih dari Rp100.000. Padahal, harga tiket kereta api dari Surabaya ke Stasiun Kota Kediri hanya sekitar Rp15.000. Jika saja Pare memiliki stasiun sendiri, tentu akses transportasi dari dan ke Pare akan jauh lebih mudah dan murah.
Bekas stasiun yang kini jadi warung sate
Dulunya, Pare Kediri memiliki stasiun kereta api dengan tipe besar yang dibangun pada tahun 1896. Jalur rel stasiun ini mengarah ke Stasiun Papar yang kemudian tersambung ke Jombang, dan ke arah sebaliknya menuju Stasiun Kota Kediri. Sayangnya, operasional Stasiun Pare ditutup pada tahun 1981.
Kini, bekas Stasiun Pare telah beralih fungsi menjadi warung sate kambing dan gulai. Lokasinya berada di Jalan Panglima Besar Sudirman, tepat di depan Mapolres Kediri. Sisa-sisa rel kereta api masih terlihat jelas di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kota Kediri dan Pare. Namun, sebagian rel telah tertimbun tanah, terhalang warung-warung makan, atau bahkan tertutup aspal.
Pare Kediri butuh konektivitas
Melihat geliat aktivitas PT KAI dalam beberapa tahun terakhir, banyak stasiun dan jalur kereta api yang sebelumnya nonaktif berhasil dihidupkan kembali. Salah satu contohnya adalah Stasiun Garut, yang diikuti dengan reaktivasi jalur Cibatu–Garut. Dari contoh ini, kita bisa melihat bahwa menghidupkan kembali jalur dan stasiun mati bukanlah hal yang mustahil. Kuncinya terletak pada kemauan pemerintah dan dukungan masyarakat.
Saat ini, Pare Kediri telah menjadi pusat ekonomi baru, pendidikan informal, serta tempat berkumpulnya anak muda dari seluruh penjuru Indonesia. Lalu, mengapa justru stasiun dan jalur kereta api di kawasan seperti ini malah tidak aktif? Reaktivasi Stasiun Kereta Api Pare bukan soal romantisme masa lalu, melainkan soal kebutuhan penting serta keadilan akses transportasi bagi warga Pare, pelajar Kampung Inggris, dan masyarakat Kediri bagian timur secara umum.
Sate memang enak, tapi kereta api lebih dibutuhkan
Tidak ada yang menyangkal bahwa sate dan gulai kambing memang lezat. Namun, akan jauh lebih menyenangkan jika penumpang kereta api bisa langsung turun di Pare. Masyarakat yang tinggal di Pare dan wilayah Kediri bagian timur tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh ke Stasiun Kota Kediri atau Stasiun Papar.
Saya yakin, peminat kereta api di wilayah ini cukup banyak dan akan terus bertambah jika konektivitas diperbaiki.
Penulis: Nurhadi Mubarok
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pare Nggak Akan (Bisa) Pisah dari Kediri kayak Batu yang Pisah dari Malang, Levelnya Beda, Bolo!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.