Kadang saya bertanya-tanya, kok bisa-bisanya rakyat plus namdua sebal dan marah pada Komisi Penyiaran Indonesia. Sebab, saya melihat, mereka yang meradang ini tidak tahu diri. Mereka tidak memahami kehadiran badan yang luar biasa penting bagi Indonesia. Tapi maklum saja, karena KPI adalah badan yang terlalu mulia bagi masyarakat kurang beradab seperti kita-kita ini.
Tentu saya menyoroti geger gedhen yang melibatkan badan ini. Dua geger gedhen lebih tepatnya. Pertama adalah kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam kantor KPI. Yang kedua tentu kehadiran Saipul Jamil di televisi. Keduanya mendapat respon negatif dari masyarakat. Dan membuat badan ini menjadi pesakitan moral.
Perkara pelecehan seksual ini benar-benar menampar wajah kita. Dalam benak kita, bagaimana mungkin para anggota badan ini melakukan tindakan kurang ajar ini. Apalagi pelecehan yang dilakukan benar-benar terlalu hina. Menelanjangi dan merundung sesama anggota badan ini seperti terlalu out of the box. Bukan menormalisasi perundungan dan pelecehan. Tapi, kok tidak lebih baik dari sekumpulan anak SMA yang kurang ajar ya?
Yang kedua tentu perkara Saipul Jamil. Sosok fenomenal ini telah bebas dari penjara. Sedikit mengingatkan, Saipul Jamil dipenjara karena kasus pemerkosaan anak di bawah umur. Tentu kita tidak terima, mengapa seorang pemerkosa anak bisa tampil di televisi. Bahkan disambut layaknya pemenang medali olimpiade.
Badan ini sendiri terkesan lambat mengatasi perkara Saipul Jamil ini. Seolah menanti masyarakat meradang dan membuat petisi untuk mencekal Saipul Jamil. Dan sekali lagi, seluruh jari menunjuk badan ini dengan marah.
Nah, mari kita melihat situasi kali ini. Mengapa KPI berperilaku goblok seperti itu? Apakah badan ini tidak bosan menjadi antagonis di tengah rakyat? Mari kita sadari bersama alasan di balik sikap badan ini. Sebab, dengan memahami ini, kita bisa menerima badan ini lebih dari kelompok manusia sok moralis.
KPI berperilaku menyebalkan karena satu hal: karena mereka bisa dan mau. Mereka adalah kompas moral masyarakat Indonesia. Bahkan tanpa sadar kita mengamini ini. Seluruh rakyat Indonesia telah menerima badan ini sebagai sumber hukum moral kita. Dengan kata lain: Vox KPI Vox Dei, atau suara KPI adalah suara Tuhan!
Sekarang kita lihat, siapa yang kita beri ruang untuk mengendalikan konsumsi informasi dan hiburan kita? Tentu KPI. Kita memasrahkan kebutuhan sosial dalam lingkup audio dan visual kepada badan ini.
Badan ini berhak mengatur itu semua. Dan pada akhirnya, kita berpasrah pada keputusan badan ini serta memohon mereka memberi tayangan yang pantas bagi rakyat. Nah, sekarang sudah jelas kan siapa yang membangun relasi kuasa antara rakyat dengan KPI? Ya rakyat sendiri.
Kita lihat sekarang, bagaimana KPI mempromosikan Saipul Jamil sebagai “duta” edukasi bahaya predator. Pasti kita hanya bisa mengumpat mendengar ini. Tapi bagi KPI, inilah cara paling mutakhir dan paling relevan hari ini. Dan akhirnya kita menurut saja kan? Tidak banyak yang kita lakukan untuk mematahkan logika ra mashoook ini.
Apalagi bicara yang sudah-sudah. Dari bikini Sandy di Spongebob Squarepants, duel Naruto, sampai rokok dalam film kena sensor. Tapi, sinetron azab yang kelewatan ngawurnya serta sinetron yang menunjukkan percumbuan lolos sensor. Kenapa bisa begitu? Ya karena KPI bisa mengatur apa yang mereka pikir pantas dan tidak. Kalau JRX bilang “punk og”, kalau KPI ya “KPI og!”
Kita memberi kepercayaan seluas-luasnya kepada badan ini untuk melakukan sensor dan memutuskan tayangan yang kita terima. Bahkan saat keputusan KPI terlihat tidak masuk akal, kita masih memberi kepercayaan pada mereka. Padahal kita bisa melakukan swasensor dan swakelola tayangan yang kita inginkan.
Tapi yang ada, kita tetap memberi kepercayaan pada badan ini untuk terus mengontrol konsumsi informasi. Lebih dari itu, tidak ada kontrol nyata pada badan ini. Toh merujuk pada UU 32 Tahun 2002, KPI memang badan independen yang bebas campur tangan pemodal dan kekuasaan. Seharusnya, badan independen ini adalah cara rakyat untuk mengontrol kebutuhan atas informasi. Tapi nyatanya, KPI adalah badan yang benar-benar independen dan tanpa kontrol dari mana pun.
Ya sudah, KPI menjadi komisi paling merdeka dalam mengatur opini kita. Bahkan saking merdekanya, badan inihampir kebal hukum dalam kasus pelecehan yang saya bahas sebelumnya. Terbukti kan, korban berencana menarik laporannya bahkan memohon pelaku mendapat pemulihan nama baik. Semua atas dasar tekanan yang diterima korban. Kenapa hal menyesakkan ini bisa terjadi? KPI og!
KPI adalah badan yang jadi sumber moral kita. Bahkan sudah melampau kontrol sosial dan moral oleh agama. Buktinya, lebih mudah melanggar tuntunan agama daripada menonton konten amoral menurut badan ini kan? Mungkin kelak kita sudah tidak butuh agama dan ideologi sebagai kompas moral, karena ada badan ini.
Sungguh benar. Hari ini suara KPI adalah suara Tuhan. Vox KPI vox dei!