“Di kota mana ada yang jual Swallow, mas?” Mendengar itu, saya terkejut. Di tempat asal saya, Swallow selalu hadir di tiap warung kecil. Siapa pun tidak akan kesulitan mendapatinya.
“Lho, kenapa nggak ada bu?” tanya saya penasaran. “Jual Swallow itu nggak ada untungnya.” Masa sih nggak ada untungnya? tanya saya dalam hati. “Saya pernah jual Swallow, harus nunggu beberapa bulan baru ada pembeli yang nyariin, itu juga cuma dilihat, dibeli mah nggak. Ujung-ujungnya, anak saya juga yang ngambil.”
Saya keheranan, apakah perkembangan mode mematikan eksistensi Swallow? Kalau benar adanya, mungkinkah Swallow tersingkirkan akibat neo-imperialisme Amerika yang menjajah budaya Indonesia? Ah, saya rasa itu terlalu jauh. Kemungkinan besar kawula muda hanya “gengsi” bersandal jepit. Di era gengsi-isme, sangat wajar bila kebanyakan orang mulai melupakan hal-hal yang jadoel, dan menggantinya dengan kebarat-baratan. Haruh yeuh!
Maka sewaktu dijalan pulang menuju kosan, saya perhatikan tiap kaki orang yang lewat. Betul saja, di kota mana ada yang ber-Swallow! Di kosan pun, saya perhatikan tidak ada sepasang Swallow mejeng di depan pintu. Gawat! Pabrik sandal Swallow pasti tidak akan berusia lama lagi.
Zaman sekarang kebanyakan orang sok tau. Bilangnya sandal Swallow itu sandal murah yang kualitasnya pun rendah. Seorang filsuf (saya lupa namanya) pernah berdalil. Jangan bicara sebelum mencoba! Betul bila dikatakan Swallow itu murahan. Tapi bila bicara soal kualitas, jangan pandang Swallow sebelah mata. Coba dulu, baru katakan. Saya sebagai aktivis sandal jepit, tersakiti mendengar ocehan kawula muda yang ngakunya anak indie tapi sandalnya brand loyalty. Nonsense!
Sebagai sekretaris jenderal Himpunan Mahasiswa Swallow disingkat HIMASELOW, saya sampaikan dengan tegas, bila hanya ada 100 orang di dunia ini yang memakai sandal Swallow, maka saya adalah salah satunya. Bila hanya ada 10 orang didunia yang memakai Swallow, maka saya adalah salah satunya. Dan bila hanya ada satu orang di dunia ini yang memakai Swallow, saksikan dan ingat! bahwa sayalah orangnya. Halah, gombal!
Dalam upaya merevitalisasi eksitensi sandal Swallow di per-alas kaki-an Indonesia, saya berhasil menemukan sebuah filosofi Swallow yang sangat menggambarkan para pengguna sandal jepit.
S (Setia). Sandal Swallow dinilai sebagai alas kaki paling setia dalam keadaan apapun. Desain permukaan yang jenius, langsung slep! Setia. Bisa dipercaya, dan ada kapan saja. Tanpa perduli apa keadaannya, atau di mana dia berada.
W (Wawasannya Luas). Siapa yang tidak suka dengan orang yang wawasannya luas? Namun harus tetap diingat, semakin berisi buah padi maka akan semakin merunduk pula batangnya.
A (Alami). Sandal Swallow terbuat dari karet yang alami. Swallow tidak terbuat dari tanduk banteng atau kulit macan. Catat! Swallow sangat mendukung perlindungan hewan-hewan langka.
L (Lucu). Seseorang yang lucu itu memang asyik dibawa ke manapun dan kapanpun, Ini menjadi sebuah kualitas yang dicari di kalangan pria maupun wanita, sahabat atau sosok yang lucu, karena bisa mengubah dan meringankan suasana, membawa banyak kegembiraan.
L (Lantang). Bang Iwan Fals pernah bilang; jangan ragu jangan takut karang menghadang, bicaralah yang lantang jangan hanya diam. Pak Soekarno pun selalu bersuara lantang. Misalnya sewaktu berpidato. Inggris kita linggis, Amerika kita setrika!
O (Objektif). Objektif, apa adanya, tidak memandang sesuatu karena merasa iba tetapi kritis, nyata, dan membangun. Sandal Swallow tidak pandang bulu.
W (Wow). Sandal swallow sederhana namun merajalela, dan menjadikan produk itu ‘WOW’.
Swallow pun sangat cocok menjadi pertimbangan seseorang dalam mencari pasangan. Untuk pembaca yang belum memiliki pasangan, pastikan bahwa calon pasanganmu memiliki sifat-sifat Swallow.
Pertama, Swallow itu cerminan orang yang percaya diri.
Seseorang yang berani beralas kaki Swallow kemanapun ia pergi. Misal; ke kondangan, ke mall, atau ke restoran. Maka percayalah, ia adalah orang yang tidak plin-plan. Kesederhanaanya adalah sikap bodo amatnya kepada trend mode. Dewasa ini, banyak orang menghabiskan uangnya untuk mengikuti mode yang sedang trend. Begitu mode tersebut sudah basi, maka mereka mengikuti trend mode terbaru dan melupakan mode sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa mereka tidak percaya diri. Sedangkan, swallow itu tidak terikat oleh suatu zaman. Ia tetap “layak” digunakan pada zaman SBY sampai di zaman Jokowi. Seseorang berjiwa swallow memandang mode bukan sebagai kebutuhan primer.
Kedua, Swallow itu cerminan orang yang tidak pernah mengeluh.
Persetan dengan Carvil, Consina, Eiger dan produk mahal lainnya. Cuma Swallow yang siap di bawa ke tempat kotor seperti toilet, sawah, bahkan ke lumpur sekali pun. Seseorang yang bersandal produk mahal, pasti banyak mengeluh ketika sandalnya dibawa ke persawahan. Mana ada orang yang bersandalkan kelas atas berani menyemplungkan kakinya ke air becekan jalanan. Sedangkan, swallow siap menghadapi situasi sesulit apa pun. Ingat! kebanyakan orang sukses adalah pekerja keras dan tidak banyak mengeluh!
Ketiga, Swallow itu cerminan orang yang religius.
Coba perhatikan beranda di tiap mushola atau masjid. Banyak ditemukan sandal Swallow mejeng di sana. Artinya, seseorang yang beralas kaki Swallow adalah orang yang religius. Sangat jarang bisa menemukan ada sandal produk kelas atas mejeng di musala atau di masjid. Orang mana berani me-mejeng-kan sandal mahalnya di beranda mushola. Pasti selalu ada rasa was-was ditiap gerakan salat. “Sandal gue aman nggak ya?” Ibadahnya pun menjadi tidak khusyuk. Sedangkan, orang yang ber-Swallow pasti beribadah dengan hati santuy. Kewas-wasannya tidak akan memparnokan hatinya. Jadilah ibadahnya berjalan dengan khusyu. Selain religius, ternyata Swallow pun berhati santuy ya?
Keempat, Swallow itu cerminan orang yang dewasa
Dilihat dari tampilan dan warnanya yang tidak banyak motif alias sederhana, swallow menjadi gambaran sandal yang berjiwa dewasa. Tentu, sewaktu SD dulu, kebanyakan orang menyukai sandal yang bermotif Power Ranger atau penuh dengan warna yang menyolok mata. Daya tarik anak SD adalah motif dan warnanya. Beranjak dewasa, kebanyakan orang tidak akan melihat gambar power ranger atau sandal yang dominan dengan warna norak sebagai pertimbangannya membeli suatu sandal. Orang dewasa akan melihat sandal sebagai substansinya. Bukan merk, harga, bahkan kenorak-norakan lainnya.
Tanpa disadari, Swallow bisa mencerminkan karakter seseorang. Misalnya; Swallow yang sudah usang bahkan mengundang rasa iba bagi orang yang melihatnya, menandakan bahwa si pemilik sandal Swallow adalah orang yang senang berpergian jauh. Permisalan lainnya, seseorang yang menjepitkan peniti di bawah sandalnya, mencerminkan bahwa orang tersebut adalah orang yang irit.
Semoga kalian bisa mengambil pelajaran dari filosofi swallow. Akhit kata, Jadilah se-slow swallow. Hidup swallow! Hidup rakyat! (*)
BACA JUGA Kartun SpongeBob SquarePants di Mata Anak Kecil atau tulisan Romizan Iqbal lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.