Mungkin kalau mendengar kata “Maguwo”, orang-orang tahunya ya sebatas nama desa di Kecamatan Depok, Sleman, atau nama stadion bola markas kebanggaan PSS Sleman. Padahal Maguwo juga menjadi nama sebuah stasiun kereta, selain juga nama lama dari Bandara Adi Sucipto. Para pengguna kereta Prameks dulu atau KRL Jogja-Solo mungkin sudah familier sama Stasiun Maguwo yang jadi salah satu stasiun pemberhentian. Tapi ternyata Stasiun Maguwo itu ada dua, dan yang sekarang adalah stasiun yang baru. Lalu yang lama ke mana?
Stasiun yang lama ada, cuma memang jarang dilihat. Yang dimaksud dengan Stasiun Maguwo Lama adalah stasiun kereta api tua yang letaknya 300 meter di timur Stasiun Maguwo Baru yang sekarang beroperasi. Stasiun Maguwo Lama dibangun tahun 1873 bersama dengan jalur kereta api lintas Jogja-Jawa Tengah. Awalnya stasiun ini hanya berukuran kecil, mungkin sebesar poskamling. Baru pada tahun 1909 stasiun ini direnovasi jadi seperti yang sekarang.
Daftar Isi
Stasiun Maguwo Lama, satu-satunya stasiun berkonstruksi kayu yang masih berdiri utuh
Klasik, antik, dan unik. Begitulah deskripsi singkat terhadap Stasiun Maguwo Lama di Sleman. Apa yang membuat stasiun ini klasik, antik, dan unik? Sudah pasti arsitekturnya. Stasiun Maguwo Lama menganut gaya Indische langgam Tudor. Di sinilah letak keistimewaan stasiun ini.
Umumnya bangunan Belanda menggunakan langgam art deco dengan ciri mencolok, yaitu bangunan dengan tembok bata tebal dan bentuk denah yang simeteris. Sementara langgam Tudor ini serupa dengan rumah-rumah di pedesaan Eropa khususnya Inggris yang menggunakan konstruksi kayu.
Nah, untuk Stasiun Maguwo Lama konstruksinya terbuat dari kayu jati. Dan perlu diketahui bahwa stasiun ini adalah satu-satunya stasiun kereta dengan konstruksi bangunan kayu yang masih berdiri utuh di Provinsi DIY.
Baca halaman selanjutnya: Jadi bangunan tua yang terlupakan…
Jadi bangunan tua yang terlupakan
Nama asli stasiun ini sebetulnya hanya Stasiun Maguwo tanpa embel-embel kata “lama”. Dipanggil Stasiun Maguwo Lama karena sekarang sudah ada yang baru.
Setelah Stasiun Maguwo Baru dibangun untuk mengintegrasikan transportasi udara dan kereta api serta rampungnya proyek jalur rel ganda (double track) pada tahun 2008, praktis Stasiun Maguwo Lama jadi nonaktif. Nggak ada lagi geliat aktivitas yang bikin stasiun ini hidup. Pelan-pelan stasiun ini menjadi bangunan tua yang terlupakan. Biasalah, yang lama selalu terlupakan kalau sudah ada yang baru, apalagi yang baru lebih menarik. Jadi cerita sedih, deh.
Meski hanya bangunan stasiun kereta kecil tak lantas membuat bangunan ini jadi minim cerita sejarah. Bangunan ini berhubungan sama peristiwa yang dulu pernah terjadi di Lapangan Udara Maguwo. Seperti yang pernah dipelajari di sekolah, pada 19 Desember 1948 Belanda mengingkari Perjanjian Renville dan melancarkan Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta yang saat itu jadi pusat pemerintahan Indonesia. Belanda kayaknya nggak ikhlas kalau Indonesia merdeka dan ingin melanjutkan hobinya, yaitu njajah.
Saat Lapangan Udara Maguwo sukses dikuasai, langkah selanjutnya, Belanda ingin menguasi jalur darat. Stasiun Maguwo Lama yang hanya berjarak satu kali buang ingus dari Lapangan Udara Maguwo pun jadi sasaran empuk. Warga sipil berupaya memberikan perlawanan kepada Belanda yang sudah menjamah Stasiun Maguwo Lama. Namun, untung tak dapat diraih, sial tak dapat ditolak, karena kekuatan yang njomplang, bebarapa warga akhirnya gugur.
Stasiun kecil yang menjadi saksi berbagai peristiwa penting bangsa ini
Pada tahun 1955, stasiun ini menjadi saksi ketika Sang Proklamator, Bung Karno, bertolak ke Purwokerto dengan menumpang kereta luar biasa. Stasiun kecil ini jadi saksi peristiwa-peristiwa penting bangsa ini pada masa kemerdekaan hingga masa kontemporer.
Selain itu, ada beberapa peninggalan di sekitar bangunan stasiun. Ada sebuah sumur tua yang mungkin dulunya selain untuk sanitasi tapi juga untuk mengisi ketel lokomotif uap. Nggak jauh dari situ, juga ada tiang telegraf yang walaupun sudah berkarat tapi masih cukup utuh. Ada juga bekas gudang gula yang tinggal pondasinya aja.
Fyi, Stasiun Maguwo Lama dulu juga dipakai untuk stasiun angkut produk gula yang diproduksi PG Wonocatur yang sekarang sudah bersalin rupa jadi Museum Dirgantara Mandala di dalam komplek Lanud Adi Sucipto. Selain itu, pastinya ada rumah dinas kepala stasiun yang sekarang sudah porak-poranda.
Setidaknya, dari kisah yang singkat ini membuat kita jadi tahu dan nggak melupakan tempat-tempat bersejarah yang ada di sekitar kita. Besok kalau naik KRL dari Jogja ke Solo, jangan lupa untuk nengok ke sisi kiri kereta sebelum berhenti di Stasiun Maguwo, ada Stasiun Maguwo Lama di situ.
Penulis: Rizqian Syah Ultsani
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Stasiun Beran Sleman, Stasiun Penghubung Jogja dengan Magelang yang Kini Menjadi Markas Koramil.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.