Sopir jenazah berbahagia di atas duka manusia. Salah atau tidak, itu urusan belakangan, sebab, memang dari duka orang lain lah mereka (baru bisa) dapet cuan.
Ingat betul kata-kata saya: berbahagia di atas penderitaan orang lain itu tak selamanya buruk. Sebab, ada beberapa orang yang hidupnya bergantung dari duka orang lain. Saya nggak bercanda ini, soalnya saya adalah saksi mata orang yang punya profesi tersebut, bapak saya. Profesi bapak saya adalah sopir jenazah. Kematian, baginya, adalah lagu indah yang datang dari surga.
Saya tak tahu kapan tepatnya bapak saya menjadi sopir ambulans di rumah sakit yang kini sudah rata dengan tanah. Tapi, sepengetahuan saya, sudah sejak kakak saya kecil, berarti sekitar era 80-an. Selain menjadi sopir ambulans, bapak saya juga jadi sopir jenazah. Setau saya, sepaket. Aslinya gimana saya juga nggak tahu, dan nggak mau tahu juga.
Daftar Isi
Tugas utama sopir jenazah
Tugas bapak saya simpel. Kalau ada pasien atau jenazah yang butuh diantar, dia bertugas. Kapan pun, di mana pun. Kemampuan berkendaranya memang saya akui canggih dan satset. Soalnya saya sering diantar bapak pakai mobil jenazah. Kalau bocah-bocah yang lain diantar pake mobil macam Avanza, Xenia, Kijang, saya diantar pakai mobil jenazah.
Takut? Nggak sih, soalnya masih kecil. Sekarang kalau dipikir-pikir, aneh betul bapak saya.
Pekerjaan bapak memang simpel, tapi masalahnya juga simpel. Kalau nggak ada pasien yang dirujuk, atau pasien yang meninggal, bapak nggak dapet pemasukan. Ya memang ada gaji bulanan, tapi berapa sih gajinya. Lebih worth nganter pasien dan jenazah. Seminggu ada 7 pasien/jenazah, dah sama kek gaji sebulan tuh setau saya.
Jadi ketika ada pasien yang keadaannya keadaannya gawat, bapak saya justru senang. Inilah yang kadang bikin saya nggak habis pikir. Ketika dokter dan keluarga pasien berjuang, lewat metode medis dan doa, agar selamat, bapak saya doanya bisa jadi sebaliknya.
Kabar duka, di telinga bapak saya, adalah melodi merdu yang ia sambut dengan begitu riang.
Tak butuh fafifu
Saya nggak bisa menyalahkan bapak atau menganggap bapak saya jahat dengan doa-doa tersebut. Ha gimana, keluarga saya makan dan biaya pendidikan saya bisa tercukupi ya dari orang-orang meninggal tersebut. Jangan bicara moralitas dulu, sebab kalau Anda-anda sekalian ada di posisi bapak saya, belum tentu fafifu moralitas terpikirkan.
Saya pernah dengar ibu saya menjawab telpon dari rumah sakit, yang bilang kalau bapak bakal pulang telat karena ada pasien baru meninggal, dan bapak bertugas nganter jenazah tersebut. Tahu reaksi ibu saya apa? “Alhamdulilah dapet rezeki.”
I just cant.
Bapak saya sudah mengantar buanyak jenazah ke banyak tempat. Hal tersebut bikin dia nggak lagi takut sama yang namanya hantu. Aneh juga dipikir-pikir kalau takut nganter jenazah, tapi ya ada kawan dia yang takut.
Tapi kadar keberanian bapak saya nggak bisa lagi dinalar. Spider-Man: Far from Nalar pokoknya. Kenapa? Soalnya dia berkali-kali mengalami kejadian mistis, dan reaksi dia benar-benar biasa saja. Beneran nggak ada takutnya dia.
Cerita horor saat mengantar jenazah
Saya kasih contoh. Bapak saya pernah mengantar jenazah sendirian. Kok bisa sendiri, jangan tanya saya. Nah, bapak membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Dari belakang, terdengar suara “Pak, mbok pelan-pelan saja.” Tau kan siapa yang bilang? Kan dari belakang, nggak usah saya sebutkan lah ya yang di belakang tuh apa.
Tau reaksi bapak saya apa? “Biarin, aku sopirnya!”
Itu bagi bapak adalah contoh gangguan yang paling sepele. Masih ada gangguan-gangguan lain. Cerita paling epic yang pernah saya dengar adalah dia pernah dengan sadar dan sengaja memberikan tumpangan pada hantu.
Jadi, bapak saya mengantar jenazah ke daerah terpencil, tengah malam. Di tengah jalan, ada yang nyegat minta tumpangan. Saya kasih tahu, kabupaten tempat saya tinggal itu kalau udah malam, sepi banget. Apalagi ini daerah terpencil. Kemungkinan yang nyegat itu manusia jelas amat sangat minim. Terlebih, dengan jelas bapak melihat yang nyegat itu kakinya nggak menapak tanah.
Tapi si konyol ini dengan entengnya berhenti, dan membiarkan “penumpang” tersebut masuk mobil dan diajak ngobrol. Apa alasannya? Biar ada temen ngobrol. Dan “si penumpang” ini beneran dianter sampai tujuan.
Sebenarnya, masih ada cerita seram yang ia ceritakan sambil ketawa. Kalau minat sih, bakal saya bikin serinya. Sana minta ke admin Mojok.
Ditolak jadi talent uji nyali
Bapak sudah pensiun 2016 lalu, atau lebih tepatnya dipaksa pensiun, mengingat rumah sakitnya bangkrut karena salah kelola. Dia nggak ikut jadi relawan covid atau jadi sopir jenazah covid, jadi jangan tanya tentang ambulans kosong ya.
Profesi bapak saya memang nggak lazim, tapi penting. Tapi dari profesi bapak saya, saya belajar banyak hal. Tentang arti kehidupan, betapa pentingnya menjaga kesehatan, dan yang paling penting: realitas. Bahwa memang hidup itu kejam. Ayah saya terpaksa membiasakan diri menyambut berita duka dengan bahagia, karena itulah satu-satunya cara bertahan hidup dan menafkahi keluarga.
Saya akan tutup artikel ini dengan cerita bodoh. Bapak saya pernah daftar jadi talent acara uji nyali, tapi ditolak gara-gara profesinya. Sampe sekarang dia masih ngebet karena dia yakin bisa melaluinya dengan sepele.
Ya nggak kaget juga. Dia loh hantu dikasih tumpangan, kalau cuman diganggu setan di rumah kosong mah, sepele.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sopir Mobil Jenazah dan Sesuatu yang Mengikutinya