Tidak tahu tinggal di mana
Warga Solo Baru kalau ditanya, “Mas, ini masuk kelurahan apa ya?” akan menjawab, “Oh, ini deket Pakuwon, Mbak.” Bukan “di Langenharjo”, bukan “di Telukan”. Pokoknya, patokannya Mall. Ya gimana, wong batas administrasinya aja udah kabur kayak mantan yang ghosting. Bahkan, papan nama RT-nya kadang tulisannya ambigu, pakai nama perumahan bukan dusun. Negara kayaknya udah nyerah di sini.
Nah, ini bagian yang kadang bikin warga Solo mangkel tapi nggak tahu mau marah ke siapa. Karena banyak yang ngira Solo Baru itu bagian dari kota Solo. Geliat ekonomi, bisnis dan pariwisata, dikira bakal masuk ke Surakarta. Padahal, semua uang pajak dari bisnis dan properti di Solo Baru itu larinya ke Sukoharjo. Ya jelas, wong memang secara administratif itu memang milik Kabupaten Sukoharjo.
Jadi, Solo Baru ini sebenarnya siapa? Solo Baru adalah zona abu-abu yang unik, secara resmi dia Sukoharjo, secara gaya hidup dia Solo. Dia hidup di perbatasan, tapi tidak punya batasan identitas yang jelas. Orang luar pun banyak yang tidak tahu bedanya.
Lalu pertanyaannya: apakah ini semata kekhilafan branding? Atau jangan-jangan, ini bagian dari rencana diam-diam, strategi pemasaran halus, atau semacam bentuk kepasrahan massal? Apakah pemerintah Kabupaten Sukoharjo sudah cukup berusaha menggaungkan namanya sendiri? Atau justru nyaman duduk di belakang layar, membiarkan nama “Solo” mengundang investor, lalu pelan-pelan memungut rezeki yang jatuh dari langit?
Mungkin saatnya Sukoharjo bangkit. Bukan dengan marah-marah atau bikin baliho besar bertuliskan “INI SUKOHARJO, BUKAN SOLO”. Tapi dengan menata kawasan, mengembangkan branding, memberikan fasilitas transportasi yang memadai dan yang paling penting: menyematkan identitasnya sendiri dengan bangga.
Penulis: Alifah Ayuthia Gondayu
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Solo Baru, Wilayah Pinggiran Sukoharjo yang Jauh Lebih Modern ketimbang Daerah Pusatnya




















