Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Solo Baru: Lokasi di Sukoharjo, tapi Gaya Hidup Mirip Solo, Bikin Sukoharjo Krisis Identitas dan Hilang Arah

Alifah Ayuthia Gondayu oleh Alifah Ayuthia Gondayu
21 Mei 2025
A A
Solo Baru: Lokasi di Sukoharjo, tapi Gaya Hidup Mirip Solo, Bikin Sukoharjo Krisis Identitas dan Hilang Arah

Solo Baru: Lokasi di Sukoharjo, tapi Gaya Hidup Mirip Solo, Bikin Sukoharjo Krisis Identitas dan Hilang Arah

Share on FacebookShare on Twitter

Coba deh, kamu iseng nanya ke temenmu yang habis cuci mata di The Park Mall atau yang lagi duduk di coffee shop estetik di sepanjang Jalan Ir. Soekarno, tanyakan satu hal sederhana: “Lagi di mana?” pasti jawabnya lagi di Solo. Padahal, tepatnya mereka di Solo Baru. Dan lebih konyolnya lagi, Solo Baru bahkan bukan bagian dari Kota Solo, tapi Sukoharjo.

Kok bisa mereka bilang begitu? Untuk menjawabnya, Anda harus baca artikel ini hingga selesai.

Saya yakin, orang lebih familiar dengan Solo. Tapi Solo Baru? Beda urusan. Meski Solo Baru menjanjikan citra modern, kekinian, nyatanya Solo Baru adalah kawasan yang berdiri megah dan mentereng di atas tanah milik Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.

Di sinilah ironisnya. Sukoharjo seperti dilupakan dari percakapan. Ia hanya hadir sebagai tempat, tapi tidak sebagai identitas. Bahkan para pemilik ruko dan properti di sepanjang koridor Solo Baru pun tampaknya lebih senang menulis “Solo” di iklan mereka. Seperti contoh

“Dekat pusat Kota Solo.”

“Hunian eksklusif di jantung Kota Solo”

Ini mungkin yang disebut sebagai krisis eksistensi administratif. Saya pernah mengalaminya sendiri. Beberapa tahun lalu, naik ojek online dari Stasiun Solo Balapan ke arah Solo Baru. Di tengah jalan drivernya nyeletuk, “Ini kita mau ke Sukoharjo ya, Mbak?” Saya jawab, “Lho bukan ke Solo Baru, Pak?” Dia langsung ketawa, “Ya sama aja, Mbak. Orang-orang ngiranya pasti Solo Baru itu Solo ya? Padahal aslinya Sukoharjo, Cuma biar lebih gampang aja mereka biasa nyebutnya ya Solo.”

Momen itu bikin saya sadar: bahkan warga lokal pun kadang memilih kenyamanan narasi daripada akurasi peta.

Dan puncaknya, ketika saya cerita ke temen luar kota soal lokasi tempat tinggal saya yang technically ada di Sukoharjo, dia langsung bilang, “Oh, pinggiran Solo, ya?” Rasanya seperti tinggal di perbatasan dua dunia, secara administratif di Sukoharjo, tapi secara sosial dan citra publik, terisap ke dalam gravitasi Solo.

Lebih Solo dari Solo

Nama ini seperti plesetan yang terlalu serius, seolah-olah Sukoharjo malu mengakui bahwa kawasan elite ini sebenarnya miliknya. Seolah-olah nama “Solo” lebih menjual, lebih meyakinkan investor, lebih keren ditaruh di iklan perumahan. Coba saja buka Google Maps. Ketik: perumahan elit di Solo. Lihat hasilnya, arah panah digital tak segan-segan menuding ke selatan, ke Solo Baru. Kawasan yang mungkin secara administratif kalah pamor, tapi secara gaya hidup, sudah mendahului Solo itu sendiri.

Baca Juga:

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

Di Solo Baru, semua ada mulai dari pusat perbelanjaan yang super komplit, bioskop, kafe kekinian dengan Wi-Fi kencang, sushi murah meriah sampai hotel dengan wedding hall seluas lapangan bola. Maka tak heran jika Sukoharjo seperti rela minggir dari panggung, memberi spotlight pada nama “Solo.” Bukan karena rendah diri, mungkin. Tapi karena sadar, dalam dunia kapitalisme dan citra-citra yang dikemas manis, nama adalah tiket emas.

Solo Baru lahir dari nafsu, bukan dari perencanaan

Kalau kamu pernah melewati Solo Baru pas jam pulang kerja atau akhir pekan, kamu mungkin pernah merasakan sensasi macet, klakson bersahut-sahutan dan orang-orang mulai memikirkan hidup sambil terjebak di depan ruko-ruko yang desainnya itu-itu saja. Ternyata kawasan ini dulunya bukan bagian dari strategi besar pemerintah membangun kota masa depan. Solo Baru bukan hasil dari mimpi urban planner, ini adalah buah dari ambisi sektor swasta, yang kalau diibaratkan manusia semacam anak muda yang nekat buka bisnis tanpa business plan, tapi kebetulan laku keras.

Di balik kilau lampu neon dan brosur properti full color, ada cerita lain yang jarang dibahas. Solo Baru tumbuh dengan cepat, nyaris tanpa kendali. Tanpa blueprint kota, tanpa skema transportasi publik dan tanpa cinta pada ruang terbuka hijau. Yang penting dibangun dulu soal macet belakangan, yang penting laku dulu soal banjir urusan nanti.

Bahkan tata letaknya terasa absurd. Jalanan sempit mendadak bertemu persimpangan besar. Perumahan eksklusif berdempetan dengan ruko-ruko serba ada. Trotoar? Apa itu? Ruang terbuka hijau? Ah, lebih baik jadi parkiran. Akhirnya, kita punya kota dalam kota yang padat. Dan ketika hujan deras datang, air tak tahu harus mengalir ke mana.

Tapi bukan berarti Solo Baru sepenuhnya gagal. Banyak orang hidup, bekerja dan membesarkan keluarga di sini.

Baca halaman selanjutnya

Krisis identitas

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 22 Mei 2025 oleh

Tags: solosolo barusukoharjo
Alifah Ayuthia Gondayu

Alifah Ayuthia Gondayu

Jika tidak ada tempat untuk mendengar, ceritakan lewat tulisan.

ArtikelTerkait

rel kereta api slamet riyadi mojok

Jangan Pernah Parkir di Atas Rel Sepanjang Jalan Slamet Riyadi, kecuali Situ Goblok

7 September 2021
Surat Terbuka dari Kereta Prambanan Ekspres yang Berhenti Beroperasi Selamanya terminal mojok.co

Surat Terbuka dari Kereta Prambanan Ekspres yang Berhenti Beroperasi Selamanya

17 Februari 2021
Menghitung Lampu Merah Semarang-Solo: Sebuah Penelitian Abal-abal yang Muncul dari Pikiran Super Random

Menghitung Lampu Merah Semarang-Solo: Sebuah Penelitian Abal-abal yang Muncul dari Pikiran Super Random

7 Agustus 2023
Mojolaban Sukoharjo, Pinggiran Kabupaten yang Nggak Keurus. Pikir Ulang kalau Mau Tinggal di Sini Mojok.co

Mojolaban Sukoharjo, Pinggiran Kabupaten yang Nggak Keurus. Pikir Ulang kalau Mau Tinggal di Sini

4 Februari 2024
Ironi Sukoharjo Jawa Tengah: Punya Slogan Sukoharjo Makmur, tapi Penduduknya Memilih Kabur untuk Merantau kabupaten sukoharjo, solo baru kereta batara kresna wonogiri ka batara kresna

3 Usulan untuk Pemerintah Kabupaten Sukoharjo biar Nggak Malu-maluin Daerahnya Sendiri (Lagi)

20 Juli 2024
Flores Nggak Perlu Diromantisasi, Nggak Bakalan Bisa!

Flores Nggak Perlu Diromantisasi, Nggak Bakalan Bisa!

13 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.