Selalu ada sisi nyaman dan kurang menyenangkan untuk sesuatu yang kita lakukan, termasuk dalam bekerja. Bahkan untuk pekerjaan yang sesuai dengan passion kita sekalipun. Sebagai seorang recruiter seperti saya, misalnya.
Banyak orang yang menganggap, kerja sebagai recruiter itu enak. Selalu bertemu orang baru, nggak akan pernah bosan atau monoton, deskripsi pekerjaannya hanya sebatas nanya-nanya kepada pencari kerja seputar dirinya dan posisi pekerjaan yang dilamar, dan kerjaannya hanya jalan-jalan (karena adanya perjalanan dinas). Padahal, nggak sesederhana itu.
Saya sudah sering mendapat guyonan bernada menggoda dari beberapa teman yang bekerja di bidang atau posisi lain, seperti “Mas, jadi recruiter enak, ya? Kerjaannya jalan-jalan terus kayaknya, nggak pusing ngurusin data, ini-itu, sama tetek bengek lainnya.”
Kalau mood saya sedang bagus, tentu akan saya respons dengan candaan. Namun, nyatanya tidak selamanya demikian. Kadang, saya jengkel mendengar pertanyaan seperti itu. Maksud saya, semua pekerjaan ada sisi enak dan nggak enaknya. Hanya persoalannya saja yang beda.
Sebagai seorang recruiter, saya pun sering kali dihadapkan dengan beberapa penilaian dari orang lain yang terkadang menjadi beban tersendiri ketika bekerja. Nah, agar infonya tidak simpang siur, saya akan menjabarkan apa saja yang sering kali dipikirkan orang lain tentang seorang recruiter, termasuk pembelaan penjelasan dari saya.
Sisi lain profesi recruiter #1 Sering dianggap bisa jadi “orang dalem”
Sebagai seorang recruiter, saya merasa harus meluruskan hal ini. Beberapa kali saya “dititipi” CV oleh beberapa kenalan. Mereka selalu berharap, CV (baca: pelamar/pencari kerja) yang mereka titipkan ini bisa diterima di tempat saya bekerja secara otomatis atau tanpa proses yang sulit. Tentu saya tidak bisa mengabulkan permintaan tersebut. Selain praktik semacam itu termasuk ilegal, tiap posisi punya kualifikasinya masing-masing. Dan kalaupun kandidat tersebut memiliki kualifikasi yang dibutuhkan, akan tetap mengikuti proses sebagaimana mestinya. Sesuai prosedur yang berlaku.
Wahai, teman-temanku yang suka “nitip CV”, meski saya ada di garda terdepan dalam seleksi atau perekrutan karyawan, tapi saya tidak bisa begitu saja memasukkan sembarang orang. Maaf, saya bukan “orang dalem” yang baik bagi kalian. Teman, ya, teman. Kerjaan, ya, kerjaan. Profesional saja.
Sisi lain profesi recruiter #2 Sebagian orang belum tahu apa itu recruiter dan apa yang dikerjakan
Bagi sebagian orang, pekerjaan recruiter memang kurang familier. Kurang dikenal oleh kebanyakan orang. Orang lain lebih familier dengan posisi HRD—ada juga yang menyebut personalia. Wajar jika kemudian ada pertanyaan, “Recruiter itu apa dan kerjanya gimana?”
Begini. Recruiter itu bagian dari tim HRD yang tugas utamanya adalah mencari sekaligus menemukan kandidat yang dibutuhkan oleh perusahaan, sesuai dengan kualifikasi yang sudah ditetapkan.
Proses pencarian kandidat oleh recruiter di perusahaan mana pun, bisa melalui beberapa cara dan seleksi. Di antaranya melalui job fair, walk-in interview, maupun pencarian melalui portal pekerjaan. Termasuk dengan cara yang konvensional, dari CV yang dikirim ke perusahaan melalui ekspedisi atau jasa pengiriman barang.
Sisi lain profesi recruiter #3 Dianggap jadi penentu nasib para pelamar kerja pada saat sesi wawancara kerja
Ini yang bagi saya paling kurang menyenangkan. Pernyataan soal, “Oh, kamu jadi recruiter? Wah, hati-hati itu, kamu penentu nasib pencari kerja diterima atau nggaknya mereka di perusahaan.”
Sebentar, sebentar… biar saya luruskan pernyataan tersebut.
Penentu pelamar/pencari kerja diterima atau tidak di suatu perusahaan itu diri mereka sendiri. Semangat dan niat bekerja atau tidak, niat mengembangkan diri juga memberi kontribusi bagi tempat mereka bekerja kelak atau tidak, dan lain sebagainya.
Ungkapan “memantaskan diri” bukan hanya berlaku saat mencari jodoh saja. Percayalah, hal tersebut juga berlaku bagi siapa saja, termasuk para pekerja, juga calon pekerja di kantor mana pun. Bukan seorang recruiter yang menjadi penentu nasib para pelamar kerja—diterima atau tidak. Namun, diri mereka sendiri.
Sejatinya, recruiter hanya menjadi jembatan antara kandidat dengan perusahaan. Selama wawancara kerja berlangsung, seorang recruiter juga akan menggali potensi para kandidat, kira-kira kemampuan apa yang dimiliki dan akan lebih sesuai ditempatkan untuk posisi apa.
Saran saya sebagai seorang recruiter, sudah sewajarnya para pelamar kerja memaksimalkan komunikasi juga potensi yang dimiliki saat diundang mengikuti wawancara kerja. Barangkali, ketika belum cocok untuk posisi yang dilamar, akan ada posisi lain yang lebih sesuai dan membuatmu nyaman dalam bekerja, potensi serta kemampuanmu juga bisa dimaksimalkan di posisi tersebut.
BACA JUGA IQ Tinggi Bukan Berarti Kamu Jenius dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.