Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Sisi Gelap Kerja di Pemerintahan: Nggak Enaknya Jadi Ajudan Pimpinan Instansi Daerah

Mohammad Maulana Iqbal oleh Mohammad Maulana Iqbal
6 April 2023
A A
Sisi Gelap Kerja di Pemerintahan: Enak, sih, kecuali Jadi Ajudan Pimpinan Instansi Daerah

Sisi Gelap Kerja di Pemerintahan: Nggak Enaknya Jadi Ajudan Pimpinan Instansi Daerah (Odua Images/Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Direkrut buat jadi humas, eh malah merangkap jadi ajudan pimpinan instansi daerah. Kerja di pemerintahan gini amat, ya?

Sejak saya mulai memasuki sarang instansi pemerintah daerah di tempat saya tinggal pada akhir 2022 kemarin, saya baru benar-benar percaya bahwa kerja di pemerintahan itu beneran enak, nggak cuma isu tetangga belaka. Gimana nggak enak, lha wong cuma hadir jam setengah 8 pagi di kantor, nyalain YouTube, istirahat makan siang, kemudian pulang sore. Gitu aja sudah digaji di atas UMR. Kerjaan terberat hanya mengetik surat, itu pun anak SMA bisa. Pokoknya enak pol lah jadi birokrat tuh.

Akan tetapi, semua kemewahan duniawi itu nggak terjadi para orang-orang yang menjadi ajudan pimpinan instansi pemerintah daerah, khususnya pimpinan dinas atau pimpinan kementerian skala kabupaten. Memang sama-sama kerja di pemerintahan, tapi nasibnya nggak sama. Saya sendiri sudah merasakan getirnya jabatan itu. Melalui tulisan ini, saya akan bercerita pengalaman menjadi ajudan kepala kementerian di tingkat kabupaten yang mungkin nggak perlu saya sebutkan labelnya.

Dari humas, ajudan, hingga menjadi pembantu

Di awal kerja, saya sudah seperti diprank. Mulanya, saya ditawari kerja menjadi humas di instansi pemerintah, khususnya mengelola bagian publikasi. Mulai dari seluruh media sosial, menulis berita di website, dan menjadi pendamping kepala instansi. Saya kira pendampingan ini sekadar mendampingi untuk meliput kegiatan instansi, karena memang itu yang dijelaskan pihak kantor kepada saya terkait tugas saya ke depan.

Sayangnya, itu semua nggak sesuai kenyataan. Saya justru menjadi ajudan yang mengurusi segala kebutuhan kepala instansi. Bahkan nggak cuma kepentingan kantor, keperluan pribadi blio pun ikut saya kerjakan. Misalnya, menyediakan makan, ikut mengurusi kegiatan tahlilan keluarganya, ikut mengantarkan blio pulang ke rumah, dan segala kepentingan pribadi lainnya.

Kerja bagai kuda, tak kenal jam kerja

Lantaran bekerja sesuai kepentingan dan keinginan kepala instansi, alhasil saya nggak mengenal apa itu jam kerja. Saya dipacu bagai kuda yang tak kenal lelah. Jam 6 pagi saya sudah berada di kantor. Karena perjalanan dari rumah saya ke kantor makan waktu sekitar satu jam, mau nggak mau saya harus meluncur ke tempat kerja sejak subuh.

Begitu pula saat pulang kerja, saya nggak kenal tuh apa namanya jam kerja. Saya nggak tahu gimana rasanya jam 4 sore sudah menyalakan sepeda motor dan pergi meninggalkan kantor. Biasanya saya paling cepat pulang kerja saat magrib atau azan isya berkumandang. Rata-rata sih pulangnya jam 8 hingga 9 malam. Dan paling ekstrem saya pernah pulang jam setengah 12 malam. Bayangkan, waktu tempuh dari kantor ke rumah saya sekitar satu jam dan saya harus berangkat lagi subuhnya. Bener-bener ibarat pacuan kuda yang berhenti ketika lumpuh saja.

Honor satu juta adalah sesuatu yang biasa

Lantaran saya merupakan pegawai honorer, gaji saya nggak sama kayak para PNS lainnya. Semua rekan honorer saya nggak jauh beda honornya dari saya, berkisar satu hingga satu setengah juta rupiah.

Baca Juga:

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Sialnya, tetap saja tugas yang berat itu menjadi ajudan. Jika pegawai honorer lainnya mendapat satu juta untuk kerjaan di ruangan kantor dan bekerja sesuai jam kerja, itu sih masih bisa dibilang enak. Meskipun mengerjakan surat yang menumpuk, masih bisa dikerjakan dengan kursi empuk, camilan, dan musik YouTube.

Lha, kalau jadi ajudan kayak saya? Dengan satu juta, harus bekerja di luar jam kerja, pontang-panting di lapangan, lari ke sana kemari memenuhi kebutuhan pimpinan instansi, dll. Itu semua menguras tenaga, lho. Udah kayak kuli, bedanya ada seragam instansi aja.

Peran ganda yang harus selesai saat itu juga

Seperti yang saya sebut sebelumnya, awalnya saya direkrut untuk menjadi humas dan memang hingga saat ini saya menjabat jabatan tersebut. Namun, ajudan adalah jabatan ganda yang nggak boleh saya kesampingkan.

Peran ganda ini menurut saya cukup merepotkan, apalagi dengan sistem yang harus serba cepat. Misal, mendampingi pimpinan instansi dengan segala keriwehannya di suatu acara. Di tengah pendampingan itu, saya juga harus menulis berita dan membuat konten untuk media sosial terkait kegiatan tersebut. Belum lagi ketika di lapangan saya disuruh ini itu, menyiapkan materi, menyiapkan pakaian yang digunakan, koordinasi dengan panitia kegiatan, dan keriwehan lainnya.

Keselnya, kegiatan kayak gini dalam satu hari nggak cuma satu, melainkan bisa dua hingga empat acara yang tentu saja nggak kebayang betapa riwehnya. Dan semua itu, mulai dari pendampingan selaku ajudan dan memproduksi konten selaku humas, harus saya selesaikan di hari itu juga. Kalau beritanya sudah lewat sehari saja tentu sudah basi.

Jadi, kerja di pemerintahan kayak saya gini nggak cuma fisiknya yang harus mondar-mandir kayak pelayan restoran, pikiran saya juga harus dikuras untuk memproduksi konten berbasis pemerintah. Kalian tahu sendiri kan gimana konten-konten pemerintah itu harus yang bernilai positif, mengangkat martabat, dll. Pokoknya isinya baik-baik, deh.

Suara kepala instansi adalah suara Tuhan

Hal yang paling mengerikan dari menjadi ajudan pimpinan instansi daerah adalah ketika suara blio adalah segalanya, layaknya suara Tuhan yang semuanya adalah wahyu kebenaran. Sebelum kerja di pemerintahan, saya kira anti-kritik itu hanya ada antara penguasa dan rakyat, ternyata nggak gitu. Di internal institusi pemerintah sendiri kritik adalah sesuatu yang tabu, khususnya bagi pemimpin yang menganut mazhab Harto-isme.

Beberapa kali, kepala instansi saya memang pernah meminta pendapat saya terkait ide kebijakan program-programnya dan ide tulisan artikel untuk tugas pelatihan diklatnya. Sayangnya, itu cuma sebatas minta pendapat, nggak sampai penerimaan.

Awalnya saya mengira pendapat saya yang kurang berkualitas, ternyata saya salah. Sopir pimpinan instansi ini juga sering dimintai pendapat, tapi nasibnya nggak jauh beda dengan saya. Pendapat kami sebatas angin lalu, nggak pernah sedikit pun diperhatikan.

Saya mengira mungkin jabatan saya dan sopir dianggap biasa saja sehingga pendapat kami nggak begitu didengar. Ternyata nggak gitu, Gaes. Saya cukup sering mendengar bahwa pendapat kepala bidang bahkan wakil kepala instansi juga seringkali nggak dipedulikan. Kado, kalau pimpinan instansi bilang A, yang dikerjakan ya A.

Begitulah sisi gelap kerja di pemerintahan, khususnya menjadi ajudan pimpinan instansi daerah. Statusnya mungkin memang kerja di pemerintahan, tapi kerjaannya nggak jauh beda dari buruh kuli. Bedanya ya ada seragamnya aja.

Penulis: Mohammad Maulana Iqbal
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Siapa Bilang Kerja di Proyek Pemerintah Itu Enak? Situ Belum Dipalak sih.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 April 2023 oleh

Tags: ajudaninstansi daerahkerja di pemerintahanpilihan redaksi
Mohammad Maulana Iqbal

Mohammad Maulana Iqbal

Terkadang sedikit halu.

ArtikelTerkait

Meratapi Kebijakan Transit Commuter Line Dhoho-Penataran yang Semakin Rumit

Meratapi Kebijakan Transit Commuter Line Dhoho-Penataran yang Bikin Ruwet Penumpang

7 Juni 2023
Jerome Polin Tanya di Twitter, Netizen Ngamuk. Kalian Ini Kenapa, Sih Terminal Mojok

Jerome Polin Tanya di Twitter, Netizen Ngamuk. Kalian Ini Kenapa, Sih?

27 Januari 2022
4 Episode Upin dan Ipin yang Bikin Saya Menyesal Telah Menontonnya Mojok.co

4 Episode Upin dan Ipin yang Mengecewakan

1 Februari 2024
Akun Twitter Fikayo Tomori

Fikayo Menuju Maestro

2 Oktober 2021
Stasiun Nambo Bogor, Rock Bottom "SpongeBob SquarePants" di Dunia Nyata yang Dihindari para Anker

Stasiun Nambo Bogor, Rock Bottom “SpongeBob SquarePants” di Dunia Nyata yang Dihindari Anker

14 Oktober 2023
7 Drama Korea yang Cukup Ditonton Sekali Seumur Hidup Terminal Mojok

7 Drama Korea yang Cukup Ditonton Sekali Seumur Hidup

27 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Stop Mengira Kuliah Online UT Itu Main-main, Kenyataannya Lebih Serius dan Menantang Dibanding Kuliah Konvensional Mojok.co

Stop Mengira Kuliah Online UT Itu Main-main, Kenyataannya Lebih Serius dan Menantang Dibanding Kuliah Konvensional

30 Desember 2025
Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

28 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

Dosen Perlu Belajar dari Aktivis Kampus, Masa Sudah Jadi Dosen Public Speaking-nya Masih Jelek?

29 Desember 2025
Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk yang Pernah Ada? (Unsplash)

Apakah Menjadi Atlet Adalah Investasi Terburuk dalam Hidup Saya?

27 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Orang Tak Tegaan Jadi Debt Collector: Tak Tagih Utang Malah Sedekah Uang, Tak Nikmati Gaji Malah Boncos 2 Kali
  • Biro Jasa Nikah Siri Maikin Marak: “Jalan Ninja” untuk Pemuas Syahwat, Dalih Selingkuh, dan Hindari Tanggung Jawab Rumah Tangga
  • Didikan Bapak Penjual Es Teh untuk Anak yang Kuliah di UNY, Jadi Lulusan dengan IPK Tertinggi
  • Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan
  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.