Sisi Gelap Tinggal di Finlandia, Negara yang Katanya Paling Bahagia Sedunia

Sisi Gelap Tinggal di Finlandia, Negara yang Katanya Paling Bahagia Sedunia Mojok.co

Sisi Gelap Tinggal di Finlandia, Negara yang Katanya Paling Bahagia Sedunia (unsplash.com)

Laporan dari World Happines Report yang mengumumkan Finlandia kembali terpilih sebagai negara paling bahagia di dunia. Sekilas, pengumuman ini membuat siapa saja penasaran dan iri dengan orang-orang yang hidup di negara seribu danau itu. Namun, sebagai seseorang yang sudah 3 tahun tinggal di sana, saya ingatkan gelar tersebut nggedabrus semata. Di bawah ini saya jelaskan alasannya. 

Laporan indeks kebahagiaan yang didukung oleh PBB ini diukur melalui beberapa ukuran. Parameter yang digunakan antara lain Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita, jaring pengaman sosial, harapan hidup sehat, kebebasan memiliki pilihan hidup, dan kedermawanan. Tidak ketinggalan, persepsi korupsi.

Apabila dibaca lebih detail, pemeringkatan itu dilakukan melalui jajak pendapat Gallup, perusahaan konsultasi manajemen kinerja global asal Amerika Serikat. Pemeringkatan dilakukan terhadap ribuan responden di setiap negara. Para responden diminta untuk menilai kualitas kehidupan mereka menggunakan skala antara 0 sampai 10. Dengan cara ini, pendapat individu dari berbagai latar belakang dan kondisi sosial dapat dipertimbangkan secara luas, memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang tingkat kebahagiaan di seluruh dunia.

Metode di atas memang terdengar meyakinkan, hingga saya melihat hasilnya. Bisa-bisanya Israel, negara yang tengah terlibat dalam konflik dengan Palestina, menduduki peringkat ke-4 sebagai negara paling bahagia di dunia? Sebagai orang yang waras, saya tidak akan bahagia jika disuruh tinggal di Israel. Bagaimana bisa bahagia di atas tanah curian yang menjadi kuburan jutaan orang Palestina. Free free Palestine!

Jujur, hasil laporan itu menimbulkan banyak pertanyaan di kepala. Saya jadi nggak sepenuhnya percaya dengan pihak-pihak yang terlibat dalam riset, begitu pun hasilnya. Di samping itu, berdasarkan pengalaman 3 tahun tinggal di Finlandia, saya lebih suka menyebut negara seribu danau ini sebagai negara paling sejahtera alih-alih paling bahagia.

Jaminan sosial di Finlandia benar-benar bisa diandalkan 

Di negara ini frasa “orang-orang miskin dipelihara negara” bukan omong kosong. Hampir 40-70 persen kebutuhan dasar warga Finlandia dipenuhi oleh negara. Itu tergantung kondisi tiap individu. Orang-orang Finlandia benar-benar mempraktekkan bagaimana konsep negara sosialis dijalankan. Beda dengan abang-abangan kiri kampus yang membaca Das Kapital sekadar untuk membuat gebetannya terkesan. 

Pokoknya, selama seseorang membayar pajak, orang tersebut berhak mendapatkan jaminan sosial sesuai hukum yang berlaku. Program doktoral istri saya di Finlandia misalnya, dianggap sebagai pekerjaan berbayar dan dikenai pajak. Itu mengapa saya dan istri bisa menikmati beberapa fasilitas negara seperti kelas bahasa gratis dan tunjangan bagi pencari kerja.

Selain itu, kami mendapat seabrek jaring pengaman sosial. Jaminan tersebut meliputi bidang kesehatan, perumahan, pendidikan, tunjangan khusus anak muda, tunjangan bagi para lansia, penyandang disabilitas, dan lain sebagainya. Benar-benar tentram rasanya hidup di sini. 

Baca halaman selanjutnya: Work life…

Work life balance

Ketika pertama kali pindah ke sini, saya jelas mengalami gegar budaya alias culture shock. Salah satu yang paling ngena adalah pekerja mendapat cuti libur sebanyak 30 hari kerja setiap tahun. Cuti libur itu di luar cuti sakit dan melahirkan ya. Selama cuti pekerja tetap dibayar penuh. Lebih syoknya lagi, cuti tersebut sifatnya wajib diambil. Ya kalian nggak salah baca, negara mewajibkan warganya mengambil cuti! 

Tidak hanya cuti yang membuat saya terkejut. Negara juga memberikan tunjangan yang dibayarkan menjelang musim panas. Kalau di Indonesia mungkin semacam gaji ke-13 ya. Jumlahnya nggak main-main, mencapai sekitar 1.000 Euro atau Rp16-17 juta rupiah tergantung kurs. Uang tersebut bebas digunakan untuk apa saja, liburan, membeli peralatan hobi, foya-foya, atau beli Stella Jeruk satu kontainer biar orang sekampung mabuk juga boleh.

Dikutip dari situs workinfinland, jam kerja per minggu biasanya hanya sekitar 30 hingga 40 jam per minggu. Di luar jam kerja, orang-orang Finlandia didorong untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, melakukan hobi, nongkrong dengan kawan, atau bersantai di rumah.

Selain itu, jam kerja di Finlandia juga lebih fleksibel, terutama jika menyangkut keluarga. Meminta izin pada bos untuk pulang kerja lebih cepat dengan alasan keluarga itu semudah menemukan tukang parkir di Indonesia. Bos kalian tidak akan terlalu banyak bacot dan bakal langsung menyuruhmu pulang saat itu juga.

Dengan semua tunjangan dan fasilitas yang diberikan negara, tidak otomatis menjadikan Finlandia sebagai negara yang bebas stres. Tercatat, dari data 2000 hingga 2021, Finlandia selalu konsisten berada di 10 teratas negara Eropa dengan konsumsi obat antidepresan terbanyak. Mengutip laporan dari Yle, media nasional Finlandia, pada 2019 lebih dari 400.000 penduduk Finlandia mendapat kompensasi dari Lembaga Asuransi Sosial (Kela) untuk obat antidepresan. Angka ini menonjol mengingat populasi Finlandia hanya sekitar 5,5 juta orang.

Musim dingin berkepanjangan memicu stres

Salah satu penyebab utama depresi yang dialami oleh warga Finlandia adalah kegelapan berkepanjangan selama musim dingin atau dalam istilah lokal disebut “kaamos”. Bagaimana tidak bikin depresi, musim dingin di Finlandia berlangsung sekitar 100 hingga 200 hari dalam setahunnya. Di masa puncak musim dingin, matahari hanya akan muncul selama beberapa jam saja, tergantung di bagian mana kita tinggal. Di bagian paling utara, matahari bahkan tidak akan muncul sama sekali selama beberapa minggu.

Sebagai orang dari negara tropis, awalnya saya sangat nggak relate dengan data tersebut. Apalagi, ketika pertama kali menginjakan kaki di Finlandia, negara ini sedang mengalami musim panas. Matahari masih muncul beberapa kali. Itu mengapa saya mengabaikan fakta musim dingin berkepanjangan bisa menimbulkan gangguan mental. 

Masalah timbul ketika mendekati Desember. Saya merasakan perubahan suasana hati yang disebabkan oleh matahari yang mulai jarang muncul. Akibatnya, saya jadi sering uring-uringan, murung, energi berkurang drastis, ngantukan, hingga malas beraktivitas di luar rumah.

Puncaknya di bulan Januar ketika suhu mencapai minus 30 derajat celcius. Sudah gelap, dingin lagi, walah tembelek singa pokoknya. Warga tropis kebanyakan bakal kesusahan membayangkan bagaimana dinginnya. Pokoknya tinggal dalam kulkas masih lebih hangat dibandingkan ke luar rumah.

Di dunia ini memang tidak ada yang benar-benar ideal. Finlandia yang terkesan sempurna itu juga punya sisi gelap. Itu mengapa, embel-embel “negara paling bahagia di dunia” terdengar terlalu pretensius. Saya lebih suka mengakui prestasi negara ini dalam membangun dan menjaga jaring pengaman sosial yang efektif dan inklusif bagi seluruh penduduknya.

Penulis: Armandoe Gary Ghaffuri
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Sisi Gelap Eropa Menghapus Perasaan Inferior terhadap Bule, Ternyata Mereka Nggak Sesempurna Itu

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version