Tapi, gimana kalau pedagangnya sudah renta? Terlebih banyak dari mereka yang hanya hidup sebatang kara. Kebanyakan dari pedagang tua ini menerima sayuran dari tengkulak dan hanya berjualan di kiosnya sendiri. Sudah begitu nggak laku karena tukang sayur keliling semakin banyak.
Ini fakta sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Kita nggak bisa menyalahkan kemunculan tukang sayur keliling. Begitulah zaman bergerak dan selalu ada yang mau tidak mau menjadi korban perubahan. Sedih, tapi kenyataannya begitu.
Strategi mengikat konsumen dengan utang
Ceritanya Begini. Suatu ketika, tetangga saya mau mengadakan hajatan. Tentu saja dia membutuhkan sayur-sayuran untuk mendukung suksesnya acara tersebut. Nah, masalahnya, ternyata tetangga saya ini pas-pasan saja modalnya. Di situlah, tukang sayur keliling melakukan manuver.
Seorang tukang sayur keliling menawarkan jasa untuk mencukupi kebutuhan sayur ketika hajatan. Kok si tukang bisa tahu? Ya karena jaringan pergosipan yang kita bahas di atas. Lantaran terdesak kebutuhan hajatan, tetangga saya menerima “bantuan” itu.
Tetangga saya mendapat jaminan sayuran segar. Nilai plusnya adalah tetangga saya nggak perlu pusing soal membayar sayuran dalam jumlah banyak itu. Sudah dapat sayuran segar, diantar sampai depan rumah, bayarnya bisa mencicil lagi.
Bagus sebetulnya, simbiosis mutualisme terjadi dalam transaksi tersebut. Namun, tanpa disadari, tukang ini mengikat si konsumen dengan “konsep utang”. Apalagi di budaya Jawa, ada konsep rasa pakewuh.
Jadi begini. Tetangga saya merasa si tukang tadi punya andil besar dalam hajatan penting itu. Oleh sebab itu, tetangga saya jadi nggak enak hati kalau belanja di tukang sayur lain. Sudah begitu si tukang menawarkan fitur utang dan cicilan lagi.
Akan menjadi masalah ketika kualitas produk menurun. Tetangga saya tetap akan membeli di sana karena “ikatan emosional” tadi. Tiba-tiba saja semuanya jadi repot.
Begitulah pembaca yang baik. Profesi tukang sayur keliling jelas profesi yang legal dan baik. Namun, di balik semua hal positif, apa saja, pasti ada hal negatif yang mengiringi. Namanya saja kehidupan, semuanya serba seimbang.
Penulis: Faiz Al Ghiffary
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Strategi Tukang Sayur Keliling agar Tidak Rugi