Siapa yang nggak kenal bakpia. Oleh-oleh khas Jogja yang sudah masyhur seantero Indonesia raya ini memang wajib hukumnya dibeli sebagai oleh-oleh. Liburan ke Jogja rasanya belum lengkap kalau belum membeli bakpia sebagai buah tangan.
Dari sekian banyak merek bakpia di Jogja, mungkin yang paling terkenal dan terbesar adalah Bakpia Pathok 25 dan 75. Sebenarnya masih banyak lagi merek bakpia Jogja dengan berbagai macam variasi yang memikat pelanggan. Soal mana yang paling enak itu tergantung selera masing-masing dan bukan untuk diperdebatkan. Aneh saja kita terpecah karena selera. Terpecah karena politik saja sudah aneh.
Biasanya selain membeli langsung di outlet, wisatawan juga bisa membeli bakpia Jogja langsung di pabriknya. Sembari berbelanja bakpia, wisatawan juga bisa melihat pembuatan bakpia secara langsung di pabrik. Apabila kita datang ke pabrik bakpia terkenal seperti Bakpia Pathok 25 atau 75, kita mungkin merasa aman-aman saja menyantap bakpianya karena tahu bakpia tersebut dibuat dengan bersih dan higienis.
Akan tetapi coba bandingkan dengan merek bakpia lain yang nggak terlalu terkenal atau bahkan nggak bermerek. Apakah proses pembuatannya bersih dan higienis seperti yang dibayangkan? Inilah sisi lain atau bahkan bisa dibilang sisi gelap bakpia Jogja yang mungkin tak diketahui orang banyak.
Melihat langsung proses pembuatan bakpia Jogja
Saya pernah punya pengalaman dimintai tolong saudara jauh untuk mencari bakpia buat oleh-oleh. Tapi, saudara saya minta bakpia dari merek yang bahkan saya sendiri sebagai orang Jogja nggak tahu keberadaan merek tersebut. Ya sudah, namanya titipan dan amanah, saya tetap mencarinya di kawasan sentra bakpia di Jalan KS Tubun, Jogja.
Setelah mencari ke sana kemari, ternyata bakpia yang dimaksud saudara saya nyempil di permukiman padat penduduk di salah satu gang sempit. Memang di sana banyak rumah yang dijadikan rumah produksi bakpia skala kecil dan menengah. Namanya juga sentra bakpia, Lur. Akan tetapi saya baru tahu kalau ternyata satu rumah produksi bisa digunakan untuk memproduksi beberapa merek bakpia yang berbeda.
Akhirnya saya masuk ke salah satu rumah untuk memesan sekaligus mengintip proses produksi bakpia Jogja. Betapa terkejutnya saya begitu melihat proses pembuatan bakpia yang ternyata jauh dari bayangan saya.
Praktik seperti orang Prindavan yang selama ini viral dan jadi bahan olok-olok karena mengolah makanan dengan cenderung jorok itu nggak hanya hanya terjadi di India. Saya bisa berasumsi kalau fenomena tersebut bisa terjadi di berbagai belahan bumi lain termasuk Indonesia, termasuk Jogja, dalam hal ini termasuk dalam pembuatan bakpia.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan pihak tertentu dan menguntungkan pihak yang lain, ya. Ini adalah salah satu bentuk kepedulian dari seorang putra Jogja terhadap kota dan warganya yang dicintainya.
Baca halaman selanjutnya: Rumah produksi yang saya datangi jauh dari kata bersih…