Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Sinonggi: Makanan Khas Orang Timur yang Kayak Lem

Muhammad Ikhdat Sakti Arief oleh Muhammad Ikhdat Sakti Arief
29 Juni 2019
A A
makan sinonggi

makan sinonggi

Share on FacebookShare on Twitter

Indonesia ini bisa dibilang dengan surga kuliner. Bukan hanya bagi orang Indonesia, tetapi juga dari manca negara. Apalagi bagi orang-orang yang menyukai cita rasa yang khas rempah-rempah. Pasti masih ingat dengan Ibu Tati, peserta MasterChef Australia yang mendapat pujian karena peyek ikan. Itu bisa menjadi salah satu bukti kalau kuliner Indonesia patut diperhitungkan.

Selain peyek kacang tadi, ada banyak makanan khas yang ada di Indonesia. Sebut saja gado-gado, nasi goreng dan rendang. Rendang bahkan dikategorikan sebagai makanan terenak di dunia versi CNN. Bagaimana tidak, cara memasaknya saja bisa dibilang tidak mudah. Harus dimasak dalam waktu yang cukup lama, sekitar kurang lebih 4 jam. Sehingga membuat bumbu masakannya meresap ke dalam daging. Barulah kita akan mendapatkan rendang yang sungguh nikmat. Walaupun jujur saja, sebenarnya saya belum pernah makan rendang.

Kami orang timur juga punya banyak makanan khas daerah timur. Kambuse, Katumbu, dan Kasuami adalah beberapa di antaranya. Mungkin beberapa dari kalian (atau bahkan semua) yang membaca tulisan ini tentu saja kalau dimuat asing dengan nama-nama makanan tersebut.

Yang paling unik—menurut saya—kami punya makanan khas yang namanya Sinonggi. Sinonggi ini bisa ditemukan di beberapa tempat di daerah timur Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Sinonggi itu adalah sebutannya di Sulawesi Tenggara. Di Sulawesi Selatan disebutnya kapurung. Di bagian paling timur Indonesia (Papua dan Maluku) juga ada. Orang-orang disana menyebutnya dengan papeda.

Sinonggi atau Kapurung atau Papeda ini (terserah kalian mau menyebutnya apa) adalah makanan yang terbuat dari sagu. Cara membuatnya sangat sederhana, tapi tidak semudah kelihatannya. Kalau tidak mahir, Sinonggi bisa jadi “prematur”. Cara membuatnya yaitu mengendapkan sagu dengan air dingin. Setelah itu air endapannya tadi dibuang. Siapkan sagu di wadah seperti loyang dengan air secukupnya, kemudian hanya perlu disiram dengan air panas sambil terus diaduk sampai mengental dan terbentuk seperti “lem”. Ada juga yang bilang bentuknya seperti—maaf—ingus. Makanya terkadang menjadi olok-olokan diantara kami.

“Ko suka makan ingus ka?”

“Tidak ada mi ko punya nasi ka sampe-sampe biar ingus ko makan?”

Saling ejek semacam itu. Tentu saja itu hanya becanda.

Baca Juga:

Pindang Tetel: Makanan Khas Pekalongan yang Nggak Masuk Akal tapi Wajib Dijajal

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Kalau makan Sinonggi ini, tidak bisa dimakan langsung. Harus dingin. Harus pakai kuah. Biasanya sih pakai kuah ikan atau sayur. Saya juga kurang tau bisa dimakan dengan kuah indomie atau tidak. Tapi sepertinya aman-aman saja. Mahasiswa yang indekos bisa silahkan bereksperimen. Jangan coba-coba memakan Sinonggi secara langsung tanpa diberi kuah. Dijamin tidak bisa masuk tenggorokan. Bisa keselek nanti. Makan Sinonggi tanpa kuah itu seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan—tidak pernah lengkap. Raa mashook.

Banyak orang yang menyukai makanan ini. Kalau saya masuk kategori kadang-kadang. Kadang makan, kadang juga tidak. Tergantung mood. Bagi beberapa orang, Sinonggi mungkin sudah bisa menjadi makanan pokok alternatif menggantikan nasi. Jadi tidak perlu makan nasi lagi. Tapi tidak bagi saya. Saya tetap menjunjung tinggi budaya Indonesia. Belum makan nasi itu berarti belum makan.

Sinonggi biasanya disajikan saat kumpul keluarga atau teman—bikin acara makan kecil-kecilan. Secara umum, Sinonggi belum bisa menggantikan peran nasi sebagai makanan pokok karena Sinonggi tidak dibuat setiap hari. Bukan karena tidak enak, tapi karena spesial. Dibikin saat-saat tertentu saja. Hal-hal yang spesial itu memang terkadang datangnya tidak sering. Misalnya: bulan Ramadan—spesial karena ada setahun sekali, makan dengan lauk yang lengkap bagi mahasiswa kos-kosan—spesial karena tidak bisa setiap saat, dan teman yang cuma datang pas mau ngutang, ampas.

Beberapa rumah makan menyediakan Sinonggi sebagai salahsatu menu. Jadi kalau tiba-tiba ingin makan, yah bisa langsung pesan. Cara makan Sinonggi juga itu unik (sebenarnya nggak unik-unik amat). Karena “keunikannya”, terbukti ada beberapa orang yang tidak tau cara makannya.

Kalau mau makan Sinonggi, sebaiknya dipotong kecil-kecil terlebih dahulu. Kami biasanya lebih suka makan Sinonggi dengan tangan secara langsung. Tapi kalau mau menggunakan sendok juga boleh. Jangan sekali-kali mengunyah Sinonggi kalau kalian tidak mau jadi bahan tertawaan. Langsung ditelan saja tanpa dikunyah.

Kalau kalian nantinya punya kesempatan jalan-jalan di Indonesia bagian timur, boleh lah dicoba. Rasanya tidak kalah dengan rendang. Saya cukup yakin rendang dikategorikan sebagai makanan terenak di dunia karena mungkin CNN tidak melakukan survei terhadap Sinonggi. Kalau saja tim tim serveyor dari CNN pernah mencicipi Sinonggi, bisa jadi rendang akan menjadi makanan terenak kedua di dunia. Mungkin yhaaa. hehe

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2022 oleh

Tags: Indonesia TimurKearifan Lokalmakanan khasSinonggiWisata Kuliner
Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Nama saya Ikhdat, seorang pengangguran (semoga cepat dapat kerja) pecinta senja, penikmat kopi (biar dibilang anak indie) yang suka nulis.

ArtikelTerkait

Hari Raya Ketupat

Tradisi Hari Raya Ketupat di Kota Bitung Sebagai Solusi Mempersatukan Masyarakat

21 Juni 2019
Clorot, Makanan Khas Purworejo yang Mulai Langka Tergeser Makanan Modern

Clorot, Makanan Khas Purworejo yang Mulai Langka Tergeser Makanan Modern

3 Februari 2024
7 Makanan Khas Jawa Tengah yang Namanya Membagongkan Terminal Mojok

7 Makanan Khas Jawa Tengah yang Namanya Bikin Bingung

24 Juni 2022
lewoeleng

Orang Lewoeleng dan Kebiasaan yang Bikin Rindu

20 Juni 2019
Jenang Dumbleg, Makanan Khas Nganjuk yang Jarang Dinikmati Orang Nganjuk

Jenang Dumbleg, Makanan Khas Nganjuk yang Jarang Dinikmati Orang Nganjuk

25 Januari 2024
makhluk halus

Pledoi untuk Makhluk Halus yang Selalu Terpojokkan

16 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Isuzu Panther, Mobil Paling Kuat di Indonesia, Contoh Nyata Otot Kawang Tulang Vibranium

Isuzu Panther, Raja Diesel yang Masih Dicari Sampai Sekarang

19 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.