Topik tentang SIM berlaku seumur hidup kembali muncul belakangan ini. DPR, selaku pengusul, memberi argumen bahwa dengan berlakunya SIM seumur hidup, akan memudahkan rakyat dan tak lagi terjebak administrasi. Tapi usulan tersebut pernah muncul dan ditolak MK. Polisi pun punya argumen kuat kenapa SIM tidak bisa berlaku seumur hidup.
Meski saya inginnya berlaku seumur hidup, tapi saya paham kenapa polisi dan MK menolak hal ini. SIM seumur hidup memang tak mungkin terjadi, sekalipun itu jelas lebih memudahkan untuk rakyat.
Ah, tak pernah saya kira saya akan setuju dengan polisi.
SIM seumur hidup sulit berlaku karena meski kemampuan berkendara tak hilang begitu saja, tapi kemampuan manusia mengambil keputusan akan menurun seiring waktu. Kita harus sepakat, bahwa berkendara itu isinya penuh pengambilan keputusan. Logika juga termasuk di sini. Kalau saya pribadi, nggak mungkin izin berkendara berlaku seumur hidup selama mayoritas pengendara masih tolol dalam memakai lampu sein.
Memang ada ungkapan bahwa makin tua, orang makin bijak. Saya sedikit percaya itu. Tapi di jalanan, kenyataannya berbeda. Tua muda nggak ada bedanya. Kalau pengambilan keputusan mereka memang sampah, umur tidak ada urusannya di sini. Di jalanan sih sering lihatnya yang muda berangasan, yang tua makin nggak aturan.
Ketimbang fokus ke SIM seumur hidup, justru yang perlu diperjuangkan adalah kemudahan untuk perpanjangan SIM.
Mending perpanjangan SIM dipermudah
Alur perpanjangan SIM di Indonesia itu kelewat panjang. Sudah begitu, telat sehari, harus bikin SIM baru lagi. Ini menurut saya nggak masuk akal. Masak telat harus bikin baru lagi? Masak nggak ada grace period, misal sebulan maksimal gitu.
Memang bisa perpanjang SIM online, tapi banyak keluhan perkara ini. Yah, memang di negara kita, apa-apa yang online itu belum ada yang siap 100 persen sih.
Atau bikin perpanjangan SIM itu gratis alias tak berbayar. Misal sulit, dibikinlah tarif yang nggak mahal. Separonya dari yang sekarang wis. Menurut saya, bikin SIM itu susah, kalau perpanjangnya dibikin sama susah dan mahalnya sih ya sama aja sami mawon.
Menurut saya, prosedur yang ada sekarang masih bisa dipermudah. Nggak usah pake fotokopi ini itu. Bagi yang usianya masih prima, saya kira nggak usah dipersulit. Selama catatan tilang minim, tidak ada riwayat kecelakaan, dipermudah.
Kalau begini kan win-win solution. Rakyat nggak kesusahan dan jadi patuh aturan, polisi juga nggak perlu ngerjain prosedur panjang. Masak begini nggak mau?
Bagaimana kalau masa berlakunya diperpanjang?
Kalau memang tak bisa memberlakukan SIM seumur hidup, masa aktifnya bisa diperpanjang. Singapura adalah salah satu negara yang punya SIM seumur hidup. Masa berlaku SIM di Inggris itu hingga umur 70, dan AS sampai 65. India dan Prancis masing-masing berlaku 20 dan 15 tahun. Nah, Indonesia bisa, misalnya memperpanjang masa berlakunya hingga 10 tahun.
Toh, bagi yang dapat SIM di umur 17, akan memperpanjangnya di usia 27, 37, dan 47. Menurut saya di rentang umur segitu, selama tidak ada major accident, kemampuan berkendaranya tidak akan menurun. Tidak ada alasan untuk tidak memperpanjang masa berlaku sih.
Tapi semua terserah pusat. Rakyat cuman bisa usul, mereka bisa tidak mendengar. Yang jelas lebih perlu dibenahi sih prosedur dan kejujuran aja sih. Tapi saya yakin kok, perkara SIM ini nggak ada hal kotor yang terjadi. Iya kan? Saya bener kan?
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA SIM Itu Memang Harusnya Susah Didapat, Bukan Malah Dipermudah, apalagi Berlaku Seumur Hidup!