Memori di kepala saya putar ke Juli 2009 saat saya sedang ngobrol dengan Bapak. Melihat hasil panen cabe merah yang memuaskan, Bapak mengatakan bahwa impianku untuk memiliki sepeda motor sendiri sangat mungkin untuk terwujud. Maka mulailah aku mencari-cari referensi dan daftar motor yang saya inginkan. Setelah melakukan survei internal serta mempertimbangkan hasil survei eksternal,maka kuputuskan untuk meminta motor idaman selama ini,yaitu Satria F150.
Kuda besi produksi Suzuki ini memang idola saat itu. Motor dipercaya mampu menambah persentase kegantengan penunggangnya. Kebetulan saat itu saya juga kepengin ngegebet cewek yang saya idamkan. Saya pikir muka pas-pasan ini akan sedikit terangkat oleh slebor Satria F150..
Akhirnya keluarga menyetujui keinginan saya. Bahagia? Tentu, tapi saya harus punya motor itu dulu. Nggak lucu kalau udah bahagia padahal belum punya.
Keesokan harinya, saya bersama bapak kami pergi ke satu-satunya dealer Suzuki di kota Kabanjahe. Di sini lah takdir bermain. Sesampainya di dealer, kami diberitahu bahwa stok Satria F150 di dealer ini sedang kosong. Kami disarankan untuk memesan dan menunggu beberapa hari (inden). Rasanya runtuh hati saya mendengar kenyataan itu.
Ketika tengah menggerutu,pandangan ini tiba-tiba tertuju sebuah sepeda motor bebek, berwarna hitam kombinasi merah. Bodi motor itu terlihat begitu menarik. Melihat dari depan,terlihat motor ini sudah menggunakan kopling manual, hal yang masih jarang dimiliki sepeda motor bebek di masa itu. Tampilan sporty untuk motor kelas bebek, ditambah rem cakram depan-belakang membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Benar kata orang, yang namanya cinta itu bisa timbul kapan dan di mana saja.
Motor Shogun SP 125 seketika telah menaklukkan hatiku. Tapi Bapak langsung menghardik, katanya  tak boleh jatuh cinta hanya dari fisik, harus diperhatikan juga bibit, bebet, dan bobotnya. Mendengar itu, petugas dealer motor langsung memberi penjelasan dan merinci spesifikasi Shogun SP125 tersebut. Jatuh cintaku kian dalam usai mendengar penjelasan petugas, dan Bapak sepertinya berubah pikiran ketika tahu performa dan tentunya harganya yang lebih murah daripada si Satria.
Maka resmilah kami meminang Shogun SP 125. Hari itu juga,si Shogun kami bawa pulang. Sampai di rumah Mamak tentu bingung, karena yang kami bawa pulang tak sesuai dengan gambar yang di lihatnya di brosur kemarin. Setelah dijelaskan Bapak, baru lah Mamak sumringah, apalagi kalau bukan karena harganya yang lebih murah daripada si Satria.
Kesan pertama yang kurasakan dari Shogun SP 125 ini adalah tarikan gasnya yang sangat sensitif. Tarikannya terasa ringan, pengereman cukup handal dengan piringan rem cakram depan-belakang. Menggunakan kopling manual,dengan transmisi 4 percepatan, plus arah perpindahan gigi  1(ke depan) dan 2–3–4 (ke belakang) membuat sensasi menunggangi Shogun SP 125 ini terasa lebih dari sekedar motor bebek. Tak hanya itu saja, cara membuka bagasi si Shogun juga berbeda dari motor bebek biasanya.
Hal inilah yang membuat saya kesusahan ketika pertama kali mau mengisi bensin. Makin susah ketika yang jualan bensin adalah emak-emak militan  yang sok tahu dan malah menjuluki si Shogun SP adalah motor aneh dikarenakan tak ada lubang kunci di sekitaran jok seperti motor bebek biasanya. Untungnya,masalah ini terselesaikan setelah saya mencari solusinya di mesin peramban.
Usut punya usut, ternyata cara membuka bagasinya ada di Key Set, hal yang masih jarang pada masa itu. Tentu saja itu menambah keunikan dari motor tersebut. Untuk bagasi nya sendiri cukup luas untuk sekedar  menyimpan kunci-kunci, jas hujan, dan hal yang sekiranya bisa dimasukkan ke dalam bagasi. Kapasitas tangkinya dapat menampung hingga 4,3 liter. Untuk konsumsi bahan bakarnya sendiri,kendati masih menggunakan karburator Mikuni VM 18-264. Motor ini masih tergolong irit dengan mampu menempuh 35-45km/liter nya.
Seiring waktu,aku semakin mengenali pasanganku keretaku (kereta adalah sebutan untuk sepeda motor di Sumut). Aku juga mulai paham tentang hal-hal apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh si SP. Secara umum, di balik kelebihan-kelebihan biasanya terdapat juga beberapa kekurangan. Namun itu tentu tak berlaku dalam urusan cinta. Beberapa kekurangan paling menonjol dari Shogun SP ini menurut saya adalah persoalan spare part yang tergolong langka serta harga spare part nya yang mahal. Begitu juga dengan montir-montir di bengkel yang biasanya raut wajahnya akan sedikit merengut ketika tahu akan berhadapan dengan si bebek seksi ini.
Untuk urusan performa, tak ada sedikit pun kekecewaan yang di dapat dari Shogun SP ini. Mesinnya begitu powerful khas Suzuki. Sudah begitu banyak momen dan kenangan yang saya lalui bersamanya.
11 tahun berlalu, kini SP masih cukup sehat dan terawat. Beberapa bulan yang lalu, SP saya bahkan ditawar dengan harga yang sempat hampir menggoyahkan cinta yang sudah terjalin lama. Namun, benar kata orang, cinta akan mengalahkan segala nya. Dan si SP pun masih tetap dalam genggaman. Si SP memang sekarang jarang keluar rumah, tapi itu bukan pertanda dia menyerah. Dia tahu, dia adalah saksi sejarah. Selayaknya saksi sejarah, dia akan tetap hidup untuk mengenang masa-masa indah yang pernah dilalui.
BACA JUGAÂ Datsun Go OTW Mobil Langka, Layak Dikoleksi Nggak?.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.