Tempo hari saya sudah pernah membicarakan Innova Diesel bekas yang tak pernah salah. Di bagian kedua ini, supaya berimbang dan tidak dikira sales Toyota apalagi dealer mobkas, saya mau curhat tentang hal-hal menyebalkan dari Innova Diesel generasi awal seperti yang ada di garasi rumah saya sekarang.
Oke, saya tidak akan bicara soal getaran dan berisiknya mesin yang aduhai (ditambah peredaman yang nggak bagus-bagus amat) karena memang itulah konsekuensi pasti dari membeli mobil bermesin diesel. Hal menyebalkan pertama datang muncul karena Innova generasi awal ini diproduksi tahun 2004-2015, ketika Toyota Indonesia sedang pelit-pelitnya. Ketika saat ini Toyota mau berbaik hati memberik hingga tujuh airbag kepada Rush, lihatlah Innova Diesel tipe G tahun 2011 yang ada di rumah saya, nggak ada airbag sama sekali 🙁 diketawain Agya-Ayla, Mbah!
Kalau mobil klasik nggak ada airbag, saya masih paham, lha mobil-mobil zaman itu memang belum lazim menggunakan airbag. Problemnya, Innova ini kan mobil yang relatif baru, nggak murah lagi. Nyatanya, hanya tipe V (tertinggi) yang ada airbag-nya, sedangkan tipe bawahnya tidak. Benar-benar diskriminasi terhadap sobat miskin!!! (Miskin tapi mampu beli Innova.)
Di tahun 2013, Innova akhirnya mendapatkan airbag di semua tipe. Apakah artinya Toyota tak pelit dan diskriminatif lagi? Tidak juga, sebab ketika tipe yang lain baru mendapat airbag, tipe V sudah mendapat tambahan ABS (rem anti ngunci itu lho). Padahal ABS terasa amat penting untuk mobil (apalagi yang seukuran Innova), makanya saat ini hampir semua tipe mobil sudah menjadikan ABS sebagai standar.
Saya pernah nyetir 80 km/jam di Ringroad Jogja dan ngerem mendadak karena ada mobil putar balik di depan. Karena tak ada ABS, remnya mengunci dan saya nyaris saja mencium bumper Honda HR-V di depan. Ha mbok yakin, pengemudi HR-V itu juga jantungan mendengar decitan ban dan bau karet tepat di belakang mobilnya. Masih untung jalannya sedang lurus, kalau di belokan bisa-bisa saya sudah ngedrift dan jadi tempe penyet.
Sunatan kampret itu belum cukup menyebalkan dibanding lampu baca depan yang biasanya nempel di plafon dekat spion tengah. Barang sesepele itu juga cuma disediakan di tipe V coba! Ini mobil dengan harga dua ratus jutaan lho (dan 200 juta di tahun itu juga bukan uang sedikit), masak barang macam itu saja harus nambah sendiri?
Sunat fitur ini juga merambah ke fitur AC. Oke, tidak adanya pemanas alias heater masih bisa dimaklumi karena jarang dipakai. Sayangnya, pengaturan arah semburan AC-nya di tipe selain V pemasangannya juga nggak niat. Ketika AC mobil lain bisa diatur arah semburannya ke badan dan kaki, badan saja, kaki saja, hingga ke kaca depan, AC Innova ini cuma bisa diatur ke badan-kaki atau badan saja.
Masalahnya, ketika AC mobil lain sering dikeluhkan karena kurang dingin dan kencang, AC mobil-mobil Toyota justru sering kali dianggap terlalu dingin dan kipasnya tetap kencang bahkan di fan speed terendah. Kombinasi minimnya fitur dan terlalu superiornya performa AC ini menjadi bumerang tersendiri ketika sedang menyetir sendirian di malam hari ketika hujan deras nan dingin, mengingat arah semburannya tidak bisa dialihkan dari badan.
Kipas sudah disetel ke nomor satu, kok ya masih kencang saja.
Temperatur sudah disetel ke minimal, kok ya masih dingin.
Fan speed paling pelan, masih kencang juga.
Mau kisi-kisi AC-nya ditutup, nanti malah ngembun di dalam kisi-kisi.
Mau kisinya dibelokkan, kok ya malah kaca yang jadi ngembun.
Mau dimatikan, kok ya pengap.
Mau buka jendela, nanti basah kehujanan.
Alhasil cuma bisa pasrah sambil menggigil dan nyumpah-nyumpahin Toyota.
Di luar permasalahan fitur tersebut, sebenarnya performa mobil ini cukup enak. Tenaga dan torsinya ngisi, transmisinya juga nggak rewel. Akan tetapi, ketika transmisi matiknya dielu-elukan sebagai transmisi yang kuat dan enak dipakai, transmisi manualnya tidak sehebat itu.
Bukan apa-apa, rasio giginya terhitung pendek-pendek dan hanya lima percepatan saja. Memang sih itu bikin tenaganya jadi enak kecepatan rendah-menengah . Sayangnya, ketika dibawa melaju kencang (100 km/jam misalnya) mesin mobil ini jadi bekerja keras di putaran 2.500 rpm ke atas, alhasil mesin dieselnya jadi menderu kencang dan membuat konsumsi bahan bakarnya kurang optimal (meski tetap irit sih). Seandainya saja diberi transmisi 6 speed, putaran mesinnya bisa dijaga di sekitar 2.000 rpm dan bisa lebih enak.
Sedikit masalah terdapat pada proses desain mobil ini. Jika Anda menyetir mobil ini, Anda pasti akan langsung menyadari jika pilar A (pilar yang terdapat di sisi kiri-kanan depan mobil) mobil ini sangat tebal, bahkan kaca kecil di situ menjadi useless kayak kamu. Ditambah spion yang besar, hal ini menimbulkan blind spot terhadap pojokan jalan yang sangat menjengkelkan (dan kadang membahayakan). Oleh sebab itu, sering kali ketika ingin berbelok atau melewati gang kecil kita harus melongok ke depan demi mencegah baku hantam dengan pengemudi tukang nyelonong.
Selain itu, kursi paling belakang mobil ini pelipatannya cukup merepotkan. Bukannya dilipat rata lantai atau menggunakan mekanisme cerdik dengan dimasukkan ke bawah kursi baris kedua seperti Toyota Sienta, kursinya dilipat dan digantung ke samping (pengguna Innova dan Fortuner can relate). Akan tetapi, ketebalan kursinya membuat kursi ini relatif berat ketika akan diangkat dan digantungkan, sehingga akan merepotkan bagi sebagian orang. Untungnya di Innova dan Fortuner terbaru, kursi ini sudah ditambah pegas sehingga tidak begitu merepotkan.
Ada satu masalah lagi yang terasa menyebalkan, terutama karena hal ini bukan dikarenakan kepelitan Toyota, tetapi memang desainer mobilnya sepertinya kelupaan. Begini, jika sedang hujan deras dan Anda membuka pintu bagasi mobil, apa yang Anda harapkan? Anda bisa memasukkan barang dengan aman dan tidak kebasahan, bukan?
Sayangnya, di Innova harapan seperti itu akan dikandaskan oleh desainernya. Oke, Anda memang tidak akan kehujanan dan basah kuyup. Akan tetapi, entah bagaimana mekanisme water channel untuk mengalirkan air hujan ke samping tidak bekerja, sehingga air hujan akan langsung menetes MEMBASAHI LANTAI BAGASI ANDA. Apa nggak bikin marah?
(Jika Anda bingung membayangkannya, sila menonton penjelasannya di video ulasan Innova dari Lugnutz Auto Junkie pada menit 18:11 ini.)
Selain itu, harga Innova Diesel baik ketika baru maupun bekas, tetap terasa mahal, terutama jika dibandingkan dengan Innova bermesin bensin. Umumnya perbedaan harganya di atas 20 juta, bahkan bisa lebih dari 30 juta rupiah untuk tipe yang sama. Hal ini cukup mengherankan, mengingat pada Toyota Hilux 2020 saja perbedaan antara mesin bensin dan diesel baru 2GD saja hanya sekitar 17 juta (bahkan selisih antara harga mesin bensin dan diesel lawas 2KD tidak sampai 15 juta). Anda tentu tahu apa artinya kan?
Pengaturan harga Innova Diesel agak seenaknya karena tidak punya rival. Eh, maksud saya harga Innova bensin memang murah 🙂
BACA JUGA Mobil SUV Bermodal Make-Up Memang Sedang Ngetren dan ulasan otomotif Rafie Mohammad lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.