Serba Serbi Mahasiswa Baru Beserta Sambatannya

Soe Hok Gie dan Mohammad Roem saja Setuju dengan Perpeloncoan Ospek terminal mojok.co

Soe Hok Gie dan Mohammad Roem saja Setuju dengan Perpeloncoan Ospek terminal mojok.co

Karena ini lagi musimnya kampus menerima mahasiswa baru, saya jadi teringat bagaimana saya begitu ambisius untuk bisa keterima di kampus impian saya. Setelah gagal saat mengikuti beberapa tes selepas lulus SMA, saya menutuskan menunda kuliah selama satu tahun. Saya melihat diri sendiri menjadi pribadi yang sekali lagi saya sebut—ambisius. Saya belajar hampir tidak kenal waktu.

Walau saat pertama gagal, saya ngamuk tidak karuan—ngggak tahu juga saya ngamuk ke siapa. Tapi itu tidak berlangsung lama, saya cepet-cepet sadar diri. Lha ya gimana, saya ya memang kurang berusaha dan tidak tahu diri untuk nekat memilih jurusan dan kampus yang bagus banget untuk diri dan kemampuan saya yang biasa saja ini.

Selama menunda kuliah, saya belajar dengan giat—sangat giat—sedang sisanya saya berdoa dan merenung. Untuk apa saya merenung? Untuk segala hal, termasuk tentang kenapa saya ini kok goblok sekali sampai nggak lolos melulu. Akhirnya karena jadi banyak merenung, kok ujug-ujug saya ingin merubah jurusan yang saya pengen sejak dulu—yaitu ilmu komunikasi. Saya berubah pikiran, tiba-tiba pengen masuk jurusan filsafat. Lha kok ngawur saya saat itu. hehe

Tapi serius, saya bener-bener mencantumkan jurusan filsafat di salah satu tes seleksi saat itu, walaupun ya berujung dapat tulisan: “MAAF ANDA GAGAL.” Kenapa harus pakai caps lock sih? Saya ya tahu saya gagal, jelas sekali terasa di hati saya, apalagi mata, pakai segala diperjelas. Kesal.

Setelah banyak mengikuti tes seleksi masuk kampus sana-sini, akhirnya Tuhan Yang Maha Esa menakdirkan saya menjadi mahasiswa baru di Fakultas Syari’ah Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta—subhanallah. Setelah usaha dan doa yang panjang ini, apa saya kecewa? Tidak. Saya senang Tuhan menempatkan saya di tempat yang insyaAllah tepat buat pribadi saya yang astagfirullah ini. Walaupun sampai saya menulis ini, ternyata ya tidak juga. haha

Menjadi mahasiswa baru, sepertinya jauh dari apa yang saya liat di sinetron atau film-film. Realita lebih terasa di kehidupan nyata memang benar adanya. Saya kira dengan bebas dari seragam sekolah, saya tidak akan lagi menjadi layaknya anak SMA—ternyata tidak jauh berbeda juga, tetap masuk pagi hari, pulang sore hari, bahkan malam hari kalau ada tugas atau mengikuti kegiatan di luar kampus, diajak rapat-rapat yang sebenernya sebagai maba awalnya cuma ngangguk-ngangguk saja sambil terus mengamati bagaimana kehidupan mahasiswa yang baru saja saya cicipi ini.

Saat masa Ospek banyak kakak-kakak tingkat mengajak untuk mengikuti UKM dan organisasi dari A-Z, teman-teman saya terlihat banyak yang bersemangat sekali untuk ikut ini-itu, tapi kok saya nggak ya? Saya sudah kebayang duluan kalau saya bakal susah fokus kebanyak hal dan malah keteteran nantinya. Pada saat itu, saya bertekad untuk hanya untuk: BELAJAR YANG RAJIN! Saat ini, saya ketawa mengingat itu, lha gimana, IP saya ya biasa-biasa saja. hehe.

Lumayan aktif di salah satu organisasi ekstra kampus, membuat kepala saya  menjadi lebih kritis memang. Yang ada di fikiran saya melihat organisasi-organisasi seperti ini awalnya saya kira bakal sering diajak demo-demo gitu, ternyata ya nggak juga. Hasil pengamatan saya, kami banyak berdiskusi sambil ngopi—eh atau kebalik ya—ngopi sambil diskusi? Ah, apapun itu, pokoknya tempatnya kalau enggak di Blandongan, ya Basa-Basi. Sudah UIN banget, bukan?

Saya juga termasuk anak yang merantau—ya walau nggak jauh-jauh banget lah, dari Jawa Barat ke Yogyakarta—tetap saja saya jauh dari keluarga. Pada masa-masa awal menjadi maba saya bener-bener merasa gampang banget kangen rumah, kangen mama, kangen masakan mama, pokoknya kangen semuanya. Tapi lama-lama saya memahami—selain kangen—sebetulnya saya lagi kere aja. Jadi bawaannya sedih melulu, padahal mah ya kangen kehidupan yang serba nggak harus hemat.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman saya, saya cuma mau bilang, kuliah enak kok, kalau kamu enjoy dan lillahi ta’ala, saya kan banyak sambat-nya, jadi apa-apa yo sambat ae. Harapan-harapan yang sudah dibangun ya tetap dibangun, jangan diruntuhkan kalau-kalau nanti ketemu realita yang ternyata bikin pengen bilang, “healah kok gini to.” Lanjutkan! Jangan berhenti, kaget boleh, bentar saja tapi. hihi.

Saya sih tetap menyarankan ya, sambat saja, Dik. Itu udah paling gampang. Tidak terlalu merepotkan, karena ya pasti kamu bakal banyak ketemu teman sambat.

Good Luck!

Exit mobile version