Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Selamatan Orang Meninggal di Gunungkidul: Tradisi Baik yang Berubah Jadi Ajang Adu Gengsi

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
1 Mei 2024
A A
Selamatan Orang Meninggal di Gunungkidul: Tradisi Baik yang Berubah Jadi Ajang Adu Gengsi

Selamatan Orang Meninggal di Gunungkidul: Tradisi Baik yang Berubah Jadi Ajang Adu Gengsi (Ma'ruf Saputra)

Share on FacebookShare on Twitter

Acara selamatan orang meninggal di kampung saya di Gunungkidul kini mulai terlihat berlebihan.

Jika sudah mantap memutuskan tinggal dan hidup di desa, berarti harus siap mengikuti beragam tradisi yang menyertainya. Terlebih bila hidup di tengah-tengah masyarakat Jawa, saya rasa siapa pun harus patuh dengan segala peraturan yang ada. Sekali menantang arus dan acuh dengan adat istiadat, berpotensi besar menjadi alien di kampung sendiri. Begitulah kira-kira yang saya pahami selama puluhan tahun tinggal di pelosok desa.

Di tanah kelahiran saya, Gunungkidul, ada banyak sekali adat istiadat yang sampai saat ini masih lestari. Salah satunya tradisi selamatan orang meninggal. Tentu saja sebagian orang Indonesia sudah paham betul dengan kebiasaan masyarakat yang identik dengan nasi berkat kenduri ini.

Sama seperti di masyarakat Jawa lainnya, di Gunungkidul selamatan orang meninggal dilakukan beberapa kali, yaitu selamatan surtanah (saat baru saja meninggal), nelung dina (tiga hari), pitung dina (tujuh hari), matang puluh dina (empat puluh hari), nyatus (seratus hari), mendhak pisan (satu tahun), mendak pindho (dua tahun), dan nyewu (seribu hari).

Sebagai warga yang baik dan menjunjung tinggi adat istiadat, tentu bersyukur di desa saya tradisi ini masih ada sampai sekarang. Selain bertujuan mendoakan orang yang sudah meninggal, adat ini juga mengandung nilai-nilai guyup-rukun antar tetangga. Inilah sejatinya potret kehidupan harmoni, yang tentu mustahil dirasakan orang yang tinggal di luar negeri sana.

Tradisi baik yang disalahgunakan

Sayangnya di balik nilai-nilai baik dalam tradisi slametan orang meninggal, ada kegelisahan yang diam-diam saya rasakan beberapa tahun terakhir ini. Seiring berjalannya waktu, adat selamatan di kampung saya, tampaknya mulai mengalami pergeseran nilai. Tradisi yang dulu digelar sederhana dan sarat makna itu, kini justru disalahgunakan jadi ajang adu gengsi.

Kita tahu bahwa selamatan orang meninggal biasanya ada prosesi kenduri yang dihadiri tetangga sekitar. Setelah kenduri selesai, para tamu undangan akan pulang membawa nasi berkat lengkap dengan mie, telur rebus, sambal goreng, ayam goreng, apem, dan uba rampe lainnya. Namun saat ini, khususnya di kampung saya di Gunungkidul, lauk pauk ditambah daging kambing atau daging sapi.

Nggak cukup sampai di situ, bahkan ada tuan rumah yang memberikan semacam hadiah untuk tamu undangan berupa sarung, sajadah, peci, dan lainnya. Tak ayal, acara adat yang dulu terbilang cukup sederhana itu, kini seperti menjadi ajang mewah-mewahan antar sesama warga.

Baca Juga:

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

Drini Park, Tempat Wisata Viral di Gunungkidul yang Cukup Dikunjungi Sekali Saja

Di kampung saya, ada semacam rasa malu ketika tuan rumah nggak menyajikan hidangan dan hadiah mewah untuk tamu undangan. Akibatnya, warga yang tergolong masuk daftar ekonomi rendah pun mau tak mau (terpaksa) ikut-ikutan.

Selamatan orang meninggal di Gunungkidul berubah jadi ajang adu gengsi

Saya sepakat tradisi selamatan orang meninggal di kampung-kampung harus tetap dilestarikan. Banyak sekali kebaikan dan manfaat yang bisa dipetik dari adat ini. Namun, ketika selamatan digelar secara berlebihan dan memberatkan sebagian masyarakat, saya rasa kebiasaan ini perlu dikoreksi kembali.

Sebagai contoh di kampung saya di Gunungkidul. Ketika ada orang tua atau saudara dekat meninggal dunia, sebelum menggelar selamatan, pihak keluarga besar akan patungan. Meski kondisi ekonomi berbeda-beda, biasanya jumlah iuran per keluarga (tetap) sama-rata.

Besar iurannya pun berbanding lurus dengan konsep acara. Ketika acara digelar secara besar-besaran, seperti menyembelih sapi, membagi-bagikan suvenir, dan mengundang banyak tamu, tentu jumlah iuran akan semakin besar. Bayangkan saja ketika ada sanak-saudara yang meninggal di hari berdekatan, berapa banyak jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini?

Lantas, kenapa pihak keluarga tetap melakukannya meski itu dirasa sangat memberatkan?

Di sinilah letak keunikan sebagian orang yang tinggal di dusun. Atas nama “nggak enakan”, “umum sanak-sedulur”, “umum tangga teparo”, dan nggak mau dicap pelit oleh keluarga besar, pada akhirnya meski harus nyari pinjaman ke sana-sini, mereka (tetap) melakukannya.

Yang wajar-wajar saja

Sekali lagi, saya nggak menentang tradisi kenduri selamatan orang meninggal. Sebagai orang dusun yang kebetulan lahir dari keluarga NU, sejak kecil saya sudah dididik oleh keluarga saya untuk selalu menjunjung tinggi adat istiadat dan kearifan lokal.

Sudah nggak terhitung berapa banyak jumlah rumah tetangga sekitar yang saya kunjungi untuk mengikuti prosesi kenduri. Namun, ketika sebuah tradisi semakin jauh dari esensi dan bahkan justru memberatkan pihak-pihak terkait, saya rasa penting untuk meluruskan kembali.

Bukankah tujuan utama selamatan adalah sebagai bentuk penghormatan terakhir untuk orang yang sudah meninggal? Bukankah poin penting dari tradisi ini adalah mendoakan orang meninggal agar mendapat tempat terbaik di sisi-Nya? Lalu, kenapa harus digelar secara berlebihan?

Sudah saatnya semua tradisi baik yang ada di masyarakat harus dijalankan secara baik pula. Saya rasa penting juga para tokoh masyarakat duduk bersama merumuskan agar adat ini  digelar sewajarnya agar nggak memberatkan pihak mana pun. Terlebih disaat harga beberapa jenis sembako naik seperti sekarang, sangat penting kembali meluruskan.

Semoga adat ini tetap lestari dengan cara wajar dan sederhana. Panjang umur hal-hal baik.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 30 April 2024 oleh

Tags: adu gengsiGunungkidulselamatanselamatan orang meninggaltahlilan
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Culture shock maba UIN Sunan Kalijaga karena SD Muhammadiyah Sapen. (uin-suka.ac.id)

SD Muhammadiyah Sapen: Culture Shock Pertama yang Bakal Dihadapi Maba UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

11 Juli 2022
Surat Terbuka untuk Bupati Gunungkidul yang Lagi Sibuk Bikin Taman Kota

Surat Terbuka untuk Bupati Gunungkidul yang Lagi Sibuk Bikin Taman Kota

24 Oktober 2022
4 Alasan Gunungkidul Nggak Perlu Bangun Mal, Salah Satunya Merugikan Warga Bumi Handayani!

4 Alasan Gunungkidul Nggak Perlu Bangun Mal, Salah Satunya Merugikan Warga Bumi Handayani!

12 Mei 2025
3 Barang yang Nggak Pernah Terbayangkan Bakal Didapat dari Tahlilan di Madura, Mewah dan Pasti Bermanfaat

3 Barang yang Nggak Pernah Terbayangkan Bakal Didapat dari Tahlilan di Madura, Mewah dan Pasti Bermanfaat

28 Juli 2025
tanaman teh-tehan mojok.co

Tanaman Teh-tehan: Pagar Rumah khas Masyarakat Pedesaan yang Kian Terpinggirkan

25 Maret 2022
Solo Punya Segalanya, tapi Masih Kalah Pamor sama Jogja

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

27 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.