Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Sejarah Minol di Jogja: Dari Kedai Pemabuk Sampai Lahirnya Minuman Oplosan

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
10 Januari 2021
A A
Sejarah Minol di Jogja: Dari Kedai Pemabuk Sampai Lahirnya Minuman Oplosan terminal mojok.co

Sejarah Minol di Jogja: Dari Kedai Pemabuk Sampai Lahirnya Minuman Oplosan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Bayangkan sebuah kedai kecil di pinggir jalan. Mirip-mirip kedai burjo atau warteg hari ini. Meskipun kecil, kedai tersebut ramai oleh pria berbagai kalangan. Dari anak SMA sampai para sepuh. Dari asongan sampai aparat. Riuh obrolan mereka sangat ngalor ngidul. Maklum, mereka semua sedang mabuk minuman beralkohol (minol).

Kira-kira seperti itu gambaran kedai penjaja minol di Jogja. Jangan tanya di mana lokasinya karena gambaran tadi hanya ada di tahun 70 sampai 80-an. Kultur minol yang mewarnai dunia malam Jogja jauh berbeda dengan hari ini. Jika hari ini jual beli minol dilakukan dengan malu-malu, era Pelita I Orde Baru punya warna yang berbeda.

Untuk memahami sejarah minol di Jogja ini, saya mewawancarai mereka yang pernah menolak sadar pada era 70 hingga 80-an. Dua orang pertama adalah bapak dan eyang saya. Maklum, keduanya memang jago minum di masa mudanya. Bahkan keduanya pernah minum bersama sebelum terikat dalam hubungan mertua-mantu. Narasumber berikutnya sebut saja Mas Ye. Blio juga dalam lingkaran peminum di era kejayaan minol ini.

Untuk memahami bagaimana kultur minol kala itu, kita harus memahami bagaimana minol sebelum dikendalikan negara. Hukum pengawasan dan pengendalian minol baru lahir pada 31 Januari 1997. Keppres 3/1997 ini diteken Pak Harto untuk membatasi peredaran minol golongan B (kadar 5-20%) dan C (di atas 20%).

Sebelum ada Keppres, distribusi minol sama loss doll-nya dengan minuman ringan hari ini. Memang, penolakan minol berbasis agama sudah deras sejak masa itu. Namun, tanpa regulasi tegas negara, minol tetap dijajakan dengan bebas. Bapak saya mengingat bagaimana wujud kedai minol pada masa itu.

Seperti di pembuka tadi, kedai minol berwujud seperti burjonan dan warteg hari ini. Bisa juga disamakan dengan kedai jamu. Namun, bukan gorengan atau mi instan yang dipajang dan dijajakan. Yang terpajang adalah berbagai botol minol dengan merek dan bentuk yang variatif.

Salah satu brand yang wajib ada adalah Drum, Mansion, dan Topi Miring. Beberapa juga menjual anggur merah dan kolesom. Akan tetapi, keduanya belum sepopuler hari ini ketika warga indie mulai memuja fermentasi anggur. Selain minol, kedai ini juga menjajakan “tambul” alias makanan pendamping minol. Dari sekadar gorengan sampai tongseng anjing. Maklum, zaman itu belum ada kesadaran bahwa “Dogs are not food”.

Bermodal lincak sederhana, kedai ini siap menyambut para pria di malam hari. Pemilihan jam ini bukan untuk menghindari aparat. Semata-mata karena konsumen yang umumnya kelas pekerja baru selo setelah malam tiba. Beberapa kedai yang terbatas luasnya terpaksa menggelar tikar di trotoar. Tak masalah, yang penting bisa memfasilitasi para peminum yang ingin “ngiras” alias minum di tempat.

Baca Juga:

Cheers! Menelusuri Budaya Minum Alkohol di Korea Selatan

Punya Abang yang Suka Minum Minol dan Mabuk Itu Nyebelinnya Minta Ampun

Mas Ye punya pengalaman menarik. Saat blio coba-coba mabuk saat SMP, terjadi adu mulut antar pemabuk. Adu mulut yang berujung adu jotos ini terpaksa dibubarkan dengan siraman air bekas cuci piring si empunya kedai. Mas Ye yang masih plonga-plongo terpaksa mandi air kotor ini gara-gara mencoba melerai. Tidak ada yang punya inisiatif untuk menghubungi polisi. Lha wong polisinya sedang terkapar di depan kedai karena mabuk berat.

Kedai minol era 70 hingga 80-an ini bukan barang langka. Hampir di setiap kampung selalu terdapat kedai minol. Mungkin hari ini warga Jogja hanya mengenal Samirono, Pajeksan, atau Warung Ijo yang sudah kukut. Masa itu, Anda tidak perlu saling lempar tanggung jawab antar kawan untuk membeli minol. Anda perlu jalan sebentar untuk menyambangi kedai minol yang cuma beberapa langkah.

Akan tetapi, namanya manusia tidak akan pernah puas. Mudahnya akses untuk hilang kesadaran ini membuat para peminum mulai kreatif. Kreativitas perkara minol ini menghadirkan minol oplosan yang kini menjadi teror dunia permabukan. Nah, ada dua dasar teori dari lahirnya minuman oplosan ini.

Menurut eyang saya, para pemabuk masa itu mulai bosan dengan rasa minol yang itu-itu saja. Minol yang umum dijajakan dulu cenderung berasa pahit. Maka muncul ide untuk mengoplos minol dengan berbagai minol dan sirup lain. Mirip-mirip cocktail yang dijajakan di diskotek.

Salah satu yang dianggap sebagai pelopor minuman oplosan adalah Aseng. Gentho ormas ini mulai mengombinasikan berbagai minol dengan perisa. Blio juga mencoba untuk melakukan fermentasi minol sendiri. Kehadiran minol berbagai rasa ini membuat kedai Aseng di area pusat kota Jogja ini selalu ramai. Larisnya minuman oplosan ini membuat beberapa kedai lain berani bereksperimen.

Namun yang perlu ditekankan, minol oplosan waktu itu bertujuan untuk menambah cita rasa. Berbeda dengan minuman oplosan hari ini di mana efek mabuk minol dipaksakan untuk meningkat. Dan sering kali mengandung bahan yang berbahaya. Misal obat sakit kepala, krim anti nyamuk, sampai obat batuk.

Teori kedua berasal dari bapak saya. Minuman oplosan dulu lahir sebagai solusi kesehatan pria. Untuk menambah efek menyehatkan, di dalam kemasan minol dimasukkan berbagai objek yang kadang tidak pantas. Dari akar ginseng, kuda laut, ular berbisa, sampai anak tikus. Konon rendaman objek ini dapat menambah khasiat minol untuk stamina dan kesehatan pria. Dan kesehatan ini identik dengan urusan ranjang.

Jika sulit membayangkan, Anda bisa membayangkan infuse water. Kurang lebih wujudnya mirip. Bedanya, infuse water memakai buah yang indah warnanya dan lebih enak dipandang.

Salah satu kedai minuman oplosan versi ini adalah Kedai Ginseng Korea. Kedai yang dulu berada di Jalan Jogja-Solo ini menjadi pelopor minol oplosan versi jamu. Kedai lain mulai meniru pakem Ginseng Korea ini, mereka juga mulai memakai nama “ginseng” untuk promosi. Jadi jangan kaget jika bapak-bapak Jogja hari ini menyebut minuman oplosan sebagai ginseng.

Kehadiran minol oplosan ini mulai bergeser konsep. Dari untuk menambah cita rasa dan manfaat, minuman oplosan berubah untuk menambah efek mabuk. Terbitnya peraturan pengendalian dan pembatasan minol di 1997 menjadi booster bagi oplosan. Lantaran minol botol beling mulai mahal dan susah dicari, banyak pemabuk alih selera dan memilih minuman oplosan.

Pascareformasi, minol oplosan making ngadi-adi. Keracunan minuman oplosan sering terjadi karena logika jongkok saat memilih substansi tambahan. Selain itu, banyak kedai minol beralih fungsi demi mencegah grebekan polisi. Umumnya kedai minol berubah menjadi kedai jamu, sambil sesekali berjualan anggur merah.

Terbenamnya era keemasan minol ini meninggalkan kenangan bagi para pemabuk veteran ini. Apalagi saat melewati bekas lokasi kedai minol langganan mereka. Saya mencoba membayangkan juga, meskipun lahir di masa akhir Orba. Membayangkan para pemabuk cerewet dan bergelimpangan di tepi jalan. Membiarkan kesadaran mereka beku dalam halusinasi. Setidaknya sampai esok hari saat mereka kerja.

BACA JUGA Minuman Beralkohol dan Betapa Noraknya Cuitan Anya Geraldine dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 9 Januari 2021 oleh

Tags: minolminuman oplosan
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Cheers! Menelusuri Budaya Minum soju di Korea Selatan terminal mojok

Cheers! Menelusuri Budaya Minum Alkohol di Korea Selatan

16 April 2021
Punya Abang yang Suka Minum Minol dan Mabuk Itu Nyebelinnya Minta Ampun Terminal Mojok

Punya Abang yang Suka Minum Minol dan Mabuk Itu Nyebelinnya Minta Ampun

21 Januari 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.