Ingat sekali, dulu ketika zaman saya masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Yang hampir selalu menjadi topik perbincangan ketika Ramadan tiba adalah, “Eh, ngabuburit di mana nih?” Ya, pernah ada di suatu masa, ngabuburit jadi kegiatan yang begitu keren di kalangan anak-anak dan remaja.
Sayangnya, sebagai seorang anak yang sudah mondok sejak lulus sekolah dasar dan baru pindah rumah, membuat saya tidak memiliki kenalan dengan teman-teman satu kampung pada saat itu. Membuat saya juga tidak punya kawan sebaya untuk bisa diajak ngabuburit di daerah sekitar rumah. Alhasil, saya merasa tidak bisa menjadi anak yang ‘keren’ di kalangan teman-teman yang lain.
Namun dalam hal ini, ngabuburit yang dianggap keren seperti nongkrong dengan teman-teman dari sehabis Asar hingga menjelang Magrib. Lalu berswafoto dan dibagikan di media sosial paling nge-hits pada masanya yakni Facebook dan BBM. Atau paling tidak, sekadar menjawab pertanyaan teman dari SMS dengan tanggapan, ”Aku lagi ngabuburit, nih” dengan jalan-jalan di luar rumah. Sehingga, dulu saya pikir-pikir, ngabuburit nggak jauh beda sama JJS alias Jalan-jalan Sore. Jadi, kenapa istilah ngabuburit nggak dipakai juga ketika di luar bulan Ramadan, sih?
Lantaran saking banyaknya orang mengucapkan kata ngabuburit, sehingga jika ada survey tentang pengucapan ngabuburit di setiap harinya, mungkin akan ditemukan jutaan bahkan lebih. Jelas, karena saking eksisnya istilah ini di bulan Ramadan. Sehingga istilah ini menjadi kata yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia.
Jika dicek di Kamus Besar Bahasa Indonesia, ngabuburit memiliki arti, menunggu azan Magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan. Sementara itu, menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), kata ini merupakan lakuran bahasa Sunda dari ngalantung ngadagoan burit, artinya bersantai-santai sambil menunggu waktu sore. Kata dasarnya, burit, yang berarti sore hari. Waktu ini biasanya antara usia salat Asar hingga sebelum matahari terbenam. Ada juga yang mengatakan bahwa ngabuburit berasal dari kata burit saja (bukan merupakan lakuran) yang mendapatkan imbuhan dan pengulangan suku kata pertama.
Bisa jadi memang dulunya, kata ini tidak identik dengan bulan Ramadan. Alias ya, nggak jauh beda dengan jagongan sambil nunggu waktu magrib. Namun jika diberi pertanyaan: Sejak kapan kata ngabuburit masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)? Jawabannya: Saya pun masih tidak tahu.
Hanya saja, setelah saya ingat-ingat, istilah ini ngetren ketika saya duduk di Sekolah Menengah Pertama. Ini bersamaan dengan adanya sebuah acara televisi yang berjudul Ngabuburit yang ditayangkan di TransTV. Sebuah acara variety show komedi dan diisi oleh Soimah, Ruben Onsu, Baim cilik yang menampilkan berbagai macam hiburan dan dikemas secara komedi, serta ada games interaktif yang berhadiah jutaan rupiah ya, konsep lama yang selalu bisa menjual rating. Selain itu, dalam acaranya juga menyajikan ceramah keagamaan.
Nah, seingat saya, sejak saat itu istilah ngabuburit sangat intens digunakan media televisi. Di mana setiap bulan Ramadan, semua channel televisi akan menayangkan acara-acara dengan menggunakan topik dari istilah ngabuburit.
Kalau kata Wikipedia sih, acara TV itu juga diulang lagi pada tahun 2014. Dan pada tahun 2018, TransTV menyiarkan acara serupa dengan judul Ngabuburit Happy (iyaaa, nambah satu kata doang). Hingga kemudian menyusul acara-acara yang lain seperti konser musik pada bulan Ramadan, yang diselenggarakan pada sore hari dan umumnya dibubuhi istilah dengan istilah ini
Saya jadi memiliki kesimpulan sendiri bahwa media, televisi salah satunya, masih memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Bahkan hingga ke ranah kata-kata yang sering diucapkan. Istilah ngabuburit contohnya, menjadi lebih identik, eksis, dan mendapatkan tempat tersendiri di lingkungan kita karena seringnya ia dimunculkan.
Walaupun pada akhirnya saya juga menjadi paham bahwa ngabuburit tidak sekadar seperti jalan-jalan sore atau nongkrong sembari menunggu azan Magrib. Namun, juga bagaimana mengisi waktu tersebut dengan kegiatan-kegiatan positif lainnya.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.