Siapa yang jengah dengan sikap Baim Wong terhadap seorang pedagang tua? Saya kira cukup banyak. Kalau melihat komentar warganet di media sosial, mayoritas meradang terhadap sikap Baim ini. Jika ada beberapa yang memuji bahkan membela, saya hanya ingin bilang, “Wah ini, mah, pola pikirnya yang kena.”
Jika Anda terlalu kudet, mari saya jelaskan kronologis singkatnya. Dalam sebuah video, Baim Wong sedang mengendarai motor bersama putranya, Kiano Tiger Wong. Dalam perjalanan pulang, Baim menyadari bahwa ia sedang diikuti seorang kakek.
Setelah berhenti, Baim segera menghampiri si kakek tadi. Tidak jelas apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas suami Paula Verhoeven ini menegur keras si kakek. Alasannya karena kakek tadi meminta-minta uang.
Si kakek berargumen bahwa ia hanya berdagang. Namun, Baim merasa si kakek tadi mengemis dengan memaksa. Tidak cukup, Baim Wong membandingkan kakek tadi dengan driver ojol. Menurut Baim Wong, seharusnya kakek tadi bekerja layaknya driver ojol dan bukan mengemis.
Tidak cukup, Baim Wong membagikan uang pada si driver ojol karena dipandang sudah bekerja. Sedangkan si kakek tadi tidak mendapat apa pun selain rujak cocotnya Baim Wong.
Ketika bicara Baim Wong, saya selalu skeptis. Siapa tahu ini cuma settingan. Siapa tahu ini cuma bagian dari kontennya. Jika ini settingan, maka saya bilang Baim memang goblok. Jika bukan settingan, tetap goblok tapi digandakan saja.
Saya berusaha “menjauh” dari nilai moral ketika menulis isu seperti ini. Pasalnya, saya malas berurusan dengan moralitas yang sarat pembenaran. Tapi kalau bicara goblok tadi, Baim Wong memang terlalu goblok memahami perkara “kerja”. Dan kasihan, kegoblokan ini disaksikan oleh ribuan orang.
Intermezo sedikit, saya teringat dengan artikel saya yang membahas pengamen. Banyak yang memandang pengamen hanyalah orang malas yang mengganggu. Nah, mentalitas ini sebelas dua belas dengan mental Baim Wong.
Mari kita kaji apa arti kata “kerja”. Menurut KBBI, salah satu arti kata kerja adalah: sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Nah, sudah jelas, tho?
Kerja tidak pernah merujuk pada satu jenis mata pencaharian. Apa pun itu, kalau melakukan sesuatu untuk mencari nafkah adalah kerja dan bekerja. Yang ndlogok adalah masyarakat hari ini sibuk memilih mana yang pantas disebut kerja dan tidak. Pokoknya, kalau dilakukan selayaknya masyarakat ekonomi menengah ke atas, itu baru kerja. Sedangkan yang dilakukan masyarakat termarjinalkan dipandang sebagai tindakan amoral.
Pengemis, pengamen, badut jalanan, sampai PSK dipandang sebagai bukan pekerjaan karena kelas-kelas sosial yang diciptakan masyarakat. Padahal sudah jelas kerja karena mereka mencari nafkah. Tapi kelas sosial ini menolak kasta mereka disamakan dengan kasta sudra dan pariya. Dan mentalitas inilah yang jadi landasan Baim terlihat pekok di depan kakek tadi.
Padahal, kakek tadi juga mengaku sedang berjualan. Jika kakek tadi mengikuti, itu bagian dari strategi marketing si kakek. Saya pikir ini wajar dilakukan. Lantaran Baim sendiri melakukannya dalam setiap kontennya. Dia mengikuti selera pemirsa agar konten yang dia buat menarik untuk disimak. Sama-sama mengikuti dan jika dibilang membuat risih, ya sama-sama bikin risih.
Yang membedakan, Baim berada dalam kasta sosial tinggi sebagai publik figur. Kualitas mengemisnya melalui konten dipandang sebagai sesuatu yang layak bahkan patut dipuji. Padahal, yang dilakukan Baim Wong dan kakek tadi sama saja. Sama-sama melakukan sesuatu untuk mencari nafkah.
Maka saya pikir, sudah saatnya Baim menghindari lensa kamera. Pasalnya, kegoblokan macam ini terlalu menyedihkan untuk disajikan ke ribuan orang. Masih mending warganet yang komentar ra mashok di artikel saya. Setidaknya kegoblokan mereka hanya dilihat segelintir orang.
Lha kalau Baim, kegoblokan yang murni ini malah jadi konten. Tapi apa lacur, yang dicari Baim Wong adalah jumlah kunjungan ke kanal miliknya. Mau segoblok apa pun, yang penting jadi angka kunjungan yang dikonversi jadi rupiah. Dan sekali lagi, cara cari uang Baim Wong ini juga membuat risih, kan?
Oh, semesta, betapa indah bumi ini jika tidak ada influencer, publik figur, dan kreator konten pekok macam Baim Wong.
Sumber Gambar: Akun Instagram Baim Wong