Belum genap satu bulan setelah viralnya video coach yang membuat pernyataan bahwa, karyawan yang sedikit-sedikit izin sakit hanya ingin menyabotase bisnis di perusahaan, muncul kembali suatu postingan dari seorang coach yang bikin geger di platform kesayangan kita semua, Twitter.
Kali ini, seorang coach yang lain coba memberi komentar tentang kegiatan seseorang yang menggunakan laptop di coffee shop dan cuka buka WA (WhatsApp). Twitnya ilang, kena mental keknya.
Tunggu dulu, tunggu dulu.
Pertama, tidak ada yang salah dari seseorang yang menggunakan laptop di coffee shop dan buka WA. Ada banyak hal yang bisa dilakukan, termasuk bekerja dan/atau menjalankan roda bisnis via WA. Lagipula, nggak mengganggu, kan? Kedua, kembali kepada poin pertama. Namun, di sisi yang lain kok ya salty betul cuitannya. Sudah begitu, melihat hanya dari jarak 10 meter dalam waktu dua detik, bisa langsung membuat kesimpulan. Warbyasa, warbyasa, coach.
Persoalan yang bikin geger beberapa waktu yang lewat saja belum hilang dari ingatan. Lha sekarang sudah muncul lagi kehebohan dengan topik berbeda. Kalaupun hal tersebut adalah bagian dari strategi coaching, lantas apa yang bisa dijadikan pembelajaran? Kalau boleh tahu, ini sekadar template, atau bakal menjadi tren yang terus berulang di kalangan per-coach-an duniawi, nih, coach?
FYI, nih, coach. Persoalan serupa semakin membikin banyak orang gerah dan mbatin, “Lha, kok coach pernyataan atau twit-nya begitu?” belum lagi segala pemikiran mengendap seperti, “Ini coach maksudnya apa, dah?”
Memang, barangkali, sebagai warganet kami juga keliru. Lantaran, mencampuradukkan urusan personal, seperti mengomentari twit yang dibuat oleh coach. Padahal, hal tersebut belum tentu merepresentasikan antara profesi dan twit yang di-posting. Namun, jangan lupa coach, username sampeyan ada “coach”-nya. Jadi, rasanya nggak berlebihan saat warganet menjadi salah fokus kepada embel-embel tersebut.
Bahkan, disadari atau tidak, kehebohan di dunia maya yang tercipta oleh dua coach tersebut membikin khalayak semakin bertanya-tanya, “Orang dengan embel-embel ‘coach’ dan bicara soal bisnis ini kompetensi sebenarnya apa, sih?”
Lantaran persoalannya semakin pelik dan rumit, saya jadi berandai-andai. Bagaimana jika posisi coach yang suka ngomongin bisnis ini, diisi oleh Bruce Wayne—si Batman yang suaranya suka diberat-beratin biar terkesan gentle itu. Yang jelas, saya punya alasan kenapa karakter seperti Bruce Wayne adalah coach yang sebenar-benarnya dan patut diteladani.
Pertama, Bruce Wayne adalah seorang pengusaha kaya raya yang sangat kompeten dan cukup otoritatif jika bicara soal dunia bisnis. Di setiap film-nya Bruce Wayne hampir selalu percaya kepada para karyawannya, apalagi Alfred (asisten pribadinya) dan Robin sebagai rekan kerja dalam menumpas ketidakadilan. Nggak pernah, tuh, ketika Alfred dan Robin nggak hadir karena izin sakit, lantas Bruce Wayne mengira mereka akan menyabotase perusahaan atau jubah Batman-nya.
Kedua, Bruce Wayne adalah orang yang investigatif dan sangat deduktif. Well, gelar “detektif terbaik di dunia” tidak muncul dari ruang hampa. Tentu saja skill set seperti ini tidak bisa disepelekan begitu saja, jika ada seseorang yang meyakini bahwa menjadi coach adalah sebuah pilihan hidup. Alasannya sederhana saja, biar nggak sembarang berpikir kalau karyawan yang izin sakit artinya mau menyabotase perusahaan. Teranyar, ada coach yang ngomentarin orang lagi di coffee shop-buka laptop-dan hanya cek WhatsApp.
Segala sembarang komentar tentu tidak akan mencuat begitu saja jika ditelusuri terlebih dahulu duduk perkaranya. Kenapa karyawan bisa nggak masuk kerja dan nggak apa-apa juga kalau memang sakit. Terus, nggak apa-apa juga WhatsApp-an di coffee shop via laptop. Barangkali, dia lagi berkomunikasi dengan orang kantor, klien, atau bahkan menjalankan bisnisnya.
Duh. Katanya coach bisnis, tapi kok nggak kepikiran ke arah sana, sih? Apalagi ngambil kesimpulan hanya berdasarkan melihat 2 detik dan dari jarak 10 meter.
Twitnya nggak usah diliat, ketimbang kalian ngamuk.
Daripada salty terhadap apa yang dilakukan orang lain di coffee shop, padahal akan jauh lebih menyenangkan jika tetap mempromosikan usaha orang lain, coach. Memberi arahan agar bisnis mereka berkembang. Atau kasih tips untuk berani memulai usaha di tengah pandemi yang serba tidak pasti ini. Agar roda ekonomi tetap berputar sebagaimana mestinya.
Gitu doang nggak paham. Haesh.
BACA JUGA Cara Menyiasati Syarat ‘Berasal dari Universitas Ternama’ pada Info Lowongan Pekerjaan dan artikel Seto Wicaksono lainnya.