Saya Mualaf dan Ini yang Saya Rasakan Ketika Natal – Terminal Mojok
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Home Featured

Saya Mualaf dan Ini yang Saya Rasakan Ketika Natal

Mimi Hilzah oleh Mimi Hilzah
24 Desember 2019
0
A A
Nonton Film 'Home Alone' Adalah Cara Mudah Menyambut Natal bagi yang Tidak Merayakan terminal mojok.co

Nonton Film 'Home Alone' Adalah Cara Mudah Menyambut Natal bagi yang Tidak Merayakan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari yang lalu saya membaca di sebuah kolom komentar, seseorang menyebut lagu Hai Mari Berhimpun. Otak saya langsung tersengat, ah ya… ada lagu berjudul seperti itu ketika saya masih sekolah di sekolah Kristen Protestan dulu. Saya bersenandung dan masya Allah, saya masih hapal liriknya.

Apakah setelahnya iman Islam saya menjadi ciut? Kayaknya nggak, haha. Saya merasa terkejut saja sebab setelah 22 tahun menjadi muallaf, saya masih menghapal lagu itu padahal sebelumnya seingat saya, saya tak pernah mengulangnya. Atau mungkin karena saya belajar lagu itu sejak masih sangat kecil, jadi memori tentang lirik dan nadanya terasa sangat familiar? Pun saya memang suka musik, hingga telinga dan otak saya sangat mudah mencerna nada.

Tapi setelahnya, saya tidak justru merasa terintimidasi dan berburuk sangka bahwa mungkin saja saya telah menodai diri dan iman saya dengan mencoba melantunkan lagu itu. Toh ketika saya lantunkan kemarin, penghayatan saya jauh berbeda dengan ketika saya masih di dalam gereja dulu. Sebenarnya ini rahasia saya, tapi tak apalah saya bagi dengan kalian. Apa yang menjadi persepsi kalian, toh kalian sendiri yang kelak bertanggung jawab.

Pun ketika berkunjung ke Manado dua malam beberapa hari yang lalu, kemeriahan persiapan Natal terasa begitu kental. Pusat perbelanjaan dipenuhi orang-orang, di hotel sejak pagi sudah terdengar lantunan lagu natal. Saya sering tergelitik ikut menikmati kegembiraan orang lain, tak peduli apa agamanya. Bahwa mempersiapkan sesuatu yang ditunggu-tunggu semacam kelahiran Kristus itu tentu adalah termasuk momen istimewa bagi umat Kristiani.


Dua tahun ini dapur kami berturut-turut bahkan ikut ambil bagian, walau kecil saja. Kami di dapur ikut mempersiapkan kue-kue kering pelengkap keceriaan Natal di rumah masing-masing pelanggan beragama Kristen. Ada kartu ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru yang saya cetak, ada puluhan paket kue hadiah Natal yang kami diamanahi untuk dikerjakan dan dikirimkan sebelum Natal tiba. Saya ikut bergembira bisa menjadi perantara kegembiraan orang lain, yang tidak ada hubungannya dengan naik turunnya kualitas iman saya. Asisten-asisten saya ketiban rejeki, bulan ini mereka mendapat upah lebih dari lembur mengerjakan pesanan natal.

Sehari-harinya saya masih menjalankan kewajiban saya sebagai seorang muslimah. Shalat, bekerja sungguh-sungguh, mengeluarkan zakat, dan lain sebagainya tanpa merasa diri sedang dinodai euforia Natal.

Saya memandang Natal hari ini sebagai sesuatu yang bukan lagi milik saya, tapi bukan juga serta-merta menjadi sesuatu yang harus saya benci. Ibu, kakak dan adik kandung saya masing-masing masih merayakan Natal. Kue-kue terbaik sudah saya kirimkan supaya keceriaan mereka nanti semakin lengkap. Para pelanggan yang berada di luar kota Makassar sudah terurus dan terkirim dengan baik semua pesanannya, supaya kue-kue itu tiba tepat sebelum Natal dimulai.

Partisipasi saya mengandung dosa? Dosa apa yang diperoleh oleh orang yang bekerja dengan tekun dan jujur dalam kegiatan muamalah, dan kemudian tidak meninggalkan kewajibannya pada agamanya sendiri? Seletih-letihnya saya bekerja hingga larut, saya tidak melupakan sajadah saya. Sesibuk-sibuknya kami di dapur, saya selalu mengingatkan jam shalat kepada para asisten saya. Saya tetap mendahulukan apa yang harus saya dahulukan, tetapi saya juga bersungguh-sungguh menuntaskan kewajiban menyelesaikan akad penjualan dengan para pelanggan tidak peduli apa agama dan latar belakangnya.

Sebanyak-banyaknya pesanan yang bisa saya penuhi, saya masih bersyukur kepada Allah, mengirimkan shalawat kepada Rasulullah, tidak lantas salah alamat kepada Yesus.

Saya justru tersenyum membaca pertikaian yang dihadirkan oleh orang-orang yang mengharamkan ucapan Natal. Mereka cuma bisa melakukan itu? Saya sejak lama telah memutar otak bagaimana dapur ini bisa bermanfaat bagi semua manusia yang bersentuhan dengannya, tanpa peduli dari latar belakang dan agama apa yang mereka anut.

Saya menghadiahi beras kepada para driver ojol yang melakukan pengantaran kue. Darimana uangnya? Beras kualitas super dengan berat 4kg untuk setiap driver, darimana asal uangnya? Kalau dari keuntungan penjualan kami takkan menutup sepenuhnya. Beras itu bisa tersedia dari tak terhitung jumlah pelanggan yang menyisihkan rejekinya khusus untuk pembelian beras, pun mereka yang melebihkan pembayaran kuenya, plus sebagian dari keuntungan toko. Ketika saya menerima amanah pelanggan, tak seorang pun yang menitipkan pesan; mbak…tolong nanti berasnya dikasih ke orang muslim saja, ya? Atau; mbak…saya maunya beras dari saya untuk yang nasrani saja.

Saya yang merasa lega bertemu pelanggan-pelanggan yang tidak kuatir rejeki yang dititipkannya dinikmati oleh bukan golongan dan seagamanya.

***

Saya mungkin harus bersyukur, saya menyeberang agama dari Kristen Protestan ke Islam sekitar 22 tahun yang lalu di mana orang-orang tidak sedemikian mudah meributkan hal-hal menyangkut atribut dan media sosial memang belum ada.

Coba jamannya sudah seperti sekarang, mungkin saya akan jadi seorang pencinta Islam sejati yang ujung pakaian saya mendadak bisa menjadi najis jika bersentuhan dengan pakaian orang yang beragama lain. Mengucapkan selamat hari raya ke pemeluk agama lain akan mengotorkan hati dan memberi hadiah kepada yang bukan Islam akan terhitung pekerjaan sia-sia.

Ketika saya meninggalkan Kristen bukan perkara soal pertimbangan baik dan buruk. Ada panggilan hati yang tidak bisa saya lawan, dan kemudian saya harus memberanikan diri membuat pilihan. Pilihan yang tidak dimengerti oleh saudara saya yang nasrani, pilihan yang ditepuktangani oleh kawan-kawan saya yang muslim. Padahal, dalam prosesnya kedua kubu ini tidak tahu-menahu secara persis, bagaimana saya berjuang untuk menjadi seorang muslimah yang bertanggung jawab tetapi juga menjadi manusia yang masih bisa berada di antara mereka dan tidak berubah menjadi musuh. Ada beberapa sahabat nasrani yang begitu menyayangi saya, demikian juga sebaliknya.

Setelah bersahadat, ada proses panjang yang berliku dalam belajar mengenai Islam. Bukan sekadar menghapal surah-surah untuk keperluan shalat, bukan juga cuma bisa puasa dan berzakat. Saya masih punya tugas berat, bagaimana memenuhi kewajiban-kewajiban saya sebagai seorang muslim dan kewajiban saya sebagai anak dan saudara mereka yang tidak seiman.

Mereka yang begitu takut tercemar oleh ucapan selamat Natal mungkin tak pernah tahu rasanya ketika suatu ketika saya harus hadir di jamuan makan malam acara ulang tahun ibu kandung saya dan menu daging babi ada di seluruh permukaan meja. Saya yang tetap datang tapi menolak makan. Saya tetap mencium dan memeluk ibu saya, meski setelahnya saya menyumpahi dalam hati kakak saya yang menginisiasi acara tersebut. Apakah setelahnya saya lantas memusuhi kakak saya dengan prasangka mungkin saja ia memang hendak menjebak saya atau memperuncing perbedaan dengan menganggap ia betul tidak mampu menghargai saya? Tidak. Kami masih bersaudara hingga kini. Saya yang kemudian berpikir, saya harusnya bersyukur bahwa ujian atas keteguhan saya sudah terlewati dengan baik tanpa ada orang yang harus saya sakiti.


Di misa pemberkatan terakhir jenasah ayah kandung saya belum sampai satu tahun yang lampau, saya meminta ijin untuk duduk di dekat pintu gereja. Bukan di depan bersama barisan keluarga, tapi juga bukan di luar gereja seperti mereka yang takut menginjakkan kaki di gereja konon bisa membuat mereka berdosa. Saya lagi-lagi mengambil jalan tengah sebagai anak dari ayah yang nasrani sekaligus istri dari seorang lelaki muslim. Saya ada di sana menyaksikan. Saya melafalkan doa dalam hati menurut kepercayaan saya. Saya maju ke depan saat peti hendak ditutup dan diberi kesempatan membelai wajah ayah saya. Saya sedih sebab mungkin saja saya telah mengecewakan mendiang ayah saya, tapi demi Allah saya tidak pernah menyesal telah memeluk Islam.

Yang bisa saya lakukan adalah memohon ampun kepada Allah jikalau apa yang saya lakukan keliru sekaligus saya memohon maaf kepada ayah saya jika saya tidak cukup berbakti sebagai anak.

Sebagai orang-orang yang muslim sejak lahir dan dikelilingi keluarga muslim, bersyukurlah kalian karena hal-hal dilematis seperti ini tidak perlu kalian alami. Bahwa biar bagaimana saya ingin menjadi hamba Allah yang taat, saya tak bisa serta merta melepaskan diri dari kenyataan bahwa saya adalah anak dari seorang perempuan dan seorang lelaki yang saya sebut sebagai orang tua, saudara dari beberapa manusia baik lainnya, tidak peduli mereka kesemuanya kalian sebut sebagai kafir. Saya pun masih saudara bukan sedarah dengan sahabat-sahabat saya yang memilih mengimani Yesus, tanpa kami harus saling membenturkan keyakinan yang kami miliki dan percayai.

Saya selalu percaya, kasih sayang Allah luasnya jauh melampaui logika dan pemahaman manusia. Dalamnya jauh melebihi kedalaman hati seorang pencinta sejati sekalipun. Kita yang hanya manusia jelas tidak akan mampu seadil diriNya, tapi minimal kita sedikit banyak bisa berusaha belajar menjadi manusia yang memelihara dan menularkan kasih sayang, bukan kebencian.

Selamat merayakan Natal.

BACA JUGA Salah Satu Indahnya Keberagaman: Dapat Hantaran dan Menikmati Makanan saat Hari Raya Agama Lain atau tulisan Mimi Hilzah lainnya. Follow Facebook Mimi Hilzah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 24 Desember 2019 oleh

Tags: mualafMuslimahnatal
Mimi Hilzah

Mimi Hilzah

Artikel Lainnya

Love actually

Bukan Home Alone, Love Actually Adalah Film Natal Terbaik!

14 Desember 2021
7 Lagu Natal Alternatif untukmu yang Jenuh dengan Seremonial Natal terminal mojok

7 Lagu Natal Alternatif untukmu yang Jenuh dengan Seremonial Natal

12 Desember 2021
Beberapa Alasan Perempuan Selalu Beli Kerudung padahal Sudah Punya Banyak terminal mojok

Alasan Perempuan Selalu Beli Kerudung padahal Sudah Punya Banyak

28 Agustus 2021
puasa beduk belajar puasa setengah hari mojok

Puasa Beduk, Cara Efektif Mengajari Puasa untuk Pemula. #TakjilanTerminal11

18 April 2021
minoritas covid mayoritas hukum natal mojok keadilan untuk MRS muhammad rizieq shihab mojok.co

Kalau Dilarang Berkerumun Saat Natal, Kami Minoritas ya Manut Saja

21 November 2020
dilema muslimah yang dipakaikan jilbab sejak balita ingin lepas jilbab tapi takut mojok.co

Suara Hati Muslimah yang Diberi Jilbab sejak Balita dan Kini Ingin Melepasnya

9 Oktober 2020
Pos Selanjutnya
Dunia Tidak Butuh Anak yang Jago Menghafal

Dunia Tidak Butuh Anak yang Jago Menghafal

Terpopuler Sepekan

Warga Ibu Kota, Nggak Perlu Nyinyir kalau Orang Daerah Antre Mie Gacoan Terminal Mojok.co

Warga Ibu Kota, Nggak Perlu Nyinyir kalau Orang Daerah Antre Mie Gacoan

18 Mei 2022
4 Alasan Surabaya Nggak Bisa Diromantisasi Layaknya Jogja Terminal Mojok.co

4 Alasan Surabaya Nggak Bisa Diromantisasi Layaknya Jogja

19 Mei 2022
10 Lagu Bahasa Inggris dengan Lirik yang Mudah Dihafal dan Dinyanyikan Terminal Mojok

10 Lagu Bahasa Inggris dengan Lirik yang Mudah Dihafal dan Dinyanyikan

2 Januari 2022
Sebagai Orang Magelang, Saya Menuntut Adanya Malioboro di Kota Ini Terminal Mojok.co

Sebagai Orang Magelang, Saya Menuntut Adanya Malioboro di Kota Ini

16 Mei 2022
Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik Terminal Mojok

Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik

15 Mei 2022
Cara-cara Starbucks Membuat Pembeli Mengeluarkan Uang Lebih Banyak

Cara Starbucks Membuat Orang Tertarik Beli meski Tahu Harganya Mahal

13 Mei 2022
Rekomendasi 5 Drama Korea Makjang Terbaik Sepanjang Masa Terminal Mojok

Rekomendasi 5 Drama Korea Makjang Terbaik Sepanjang Masa

17 Mei 2022

Dari MOJOK

  • 46 Tahun PSS Sleman: Masuk Dunia Metaverse tapi Manajemen Masih Lelet 
    by Gusti Aditya on 22 Mei 2022
  • Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri
    by Hammam Izzuddin on 22 Mei 2022
  • Jelang Pilpres 2024, Jokowi Minta Projo Jangan Kesusu Munculkan Nama
    by Yvesta Ayu on 21 Mei 2022
  • Rumah Hantu Malioboro dan Alasan Orang-orang Suka Sesuatu yang Horor 
    by Brigitta Adelia Dewandari on 21 Mei 2022
  • Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri
    by M. Mujib on 21 Mei 2022

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=GwazDvZPZ_Q&t=619s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Kuliner
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Luar Negeri
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In