Amit-amit Semarang jadi seperti Solo dan Purwokerto yang menyandang gelar “The New Jogja”.
Jogja merupakan salah satu daerah paling populer di Indonesia. Di saat daerah lain hanya punya satu atau dua keunggulan, Kota Pelajar punya banyak kelebihan yang mengharumkan namanya. Sebut saja sektor wisata, kuliner, budaya, hingga pendidikan yang lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain.
Saking populernya, berbagai daerah ingin mengejar atau meniru keunggulan Kota Gudeg sampai diberi gelar The New Jogja. Salah satu kota yang pernah dijuluki The New Jogja adalah Solo karena perkembangan wisata di sana begitu pesat. Selain Solo, belakangan Purwokerto digadang-gadang oleh banyak orang sebagai The New Jogja.
Akan tetapi, ada satu daerah yang nggak akan pernah jadi The New Jogja meski kotanya nggak begitu jauh dari Kota Pelajar. Daerah tersebut adalah Kota Semarang. Sebagai orang yang pernah lama tinggal di sana, saya rasa daerah ini nggak akan mengikuti jejak Kota Pelajar dan saya justru merasa lega dengan kenyataan itu.
Transum Semarang lebih bagus, tidak seperti Jogja yang masih kurang di sana-sini
Jogja salah satu destinasi favorit wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak sekali daya tarik daerah ini, mulai dari budaya lokal yang dirawat dengan apik, wisata alam, hingga kuliner. Saya akui, plesiran di Jogja memang enak, mengingat di sana ada berbagai pilihan tempat bepergian. Tetapi, enaknya plesiran di sana ada syarat dan ketentuannya. Syarat dan ketentuannya adalah wisatawan harus bawa kendaraan sendiri.
Jangan coba-coba plesiran di Jogja naik transportasi umum. Kecuali kamu sudah siap dibuat kecewa oleh transportasi umum di sana. Ingat, ini Jogja bukan Jepang yang nyaris sempurna untuk dijadikan destinasi wisata.
Kendati daya tarik wisata Semarang nggak sekuat Jogja, tapi perkara transportasi umum nggak perlu diragukan. Wisatawan dapat memanfaatkan Trans Semarang untuk keliling kota. Tarifnya pun sangat ramah di kantong kaum mendang-mending.
UMR Semarang nggak sampai tiarap
UMK Kota Semarang pada 2025 sebesar Rp3.45 juta. Terus terang, nilai tersebut nggak bisa dibilang besar. Terlebih jika dibandingkan dengan UMK Kota Bekasi atau Kabupaten Karawang, selisihnya cukup lumayan. Walau nggak besar, UMK Kota Semarang setidaknya nggak sampai “tiarap” seperti UMK Jogja. Gelarnya doang Kota Istimewa, UMK-nya nggak ada istimewa-istimewanya sama sekali.
Buat yang belum tahu, UMK tertinggi di Provinsi DIY pada 2025 hanya Rp2,66 juta. Nilai tersebut hanya berlaku di Kota Yogyakarta doang ya. Di luar Kota Yogyakarta lebih rendah lagi.
Walau UMK Jogja rendah, di sana masih ada saja pengusaha nakal. Pengusaha-pengusaha yang enggan memberikan kewajiban THR ke para pekerjanya. Berdasarkan kabar burung yang beredar, bahkan ada pengusaha yang diduga pura-pura bangkrut sebelum hari Lebaran demi menghindari kewajiban membayar THR.
Semua akamsi boleh bermimpi memimpin daerahnya sendiri
Bermimpilah setinggi langit, jika kamu jatuh, kamu akan jatuh di antara bintang-bintang. Kurang lebih begitu salah satu quote terbaik yang pernah disampaikan Bung Karno. Semua orang pasti punya mimpi yang tinggi, sekalipun itu susah untuk digapai.
Sayangnya nggak semua mimpi orang Jogja bisa digapai. Salah satunya mimpi yang sulit terwujud adalah memimpin daerahnya sendiri, lebih spesifiknya memipin sebagai gubernur DIY. Hanya segelintir orang darah biru yang punya kesempatan duduk di jabatan tersebut.
Syukurnya akamsi Semarang nggak relate dengan kondisi tersebut. Setiap anak di Semarang boleh bermimpi memimpin daerahnya sendiri. Mereka bisa jadi pemimpin daerah mulai dari tingkat tertinggi seperti Gubernur hingga tingkat paling rendah seperti RT/RW. Semua peluang terbuka lebar, tidak perlu punya turunan darah tertentu.
Di atas beberapa hal yang membuat Semarang jauh lebih istimewa daripada Jogja yang konon katanya “istimewa”. Itu mengapa Semarang tidak akan pernah bisa menjadi The New Jogja seperti daerah-daerah lain. Bagi saya julukan The New Jogja itu juga bukan sebuah kebanggaan, tapi kekhawatiran. Khawatir daerahnya bernasib sama seperti Jogja yang mulai “berhenti” nyaman.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Hal-hal yang Lumrah di Jogja, tapi Tidak Biasa di Semarang
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















