Entah kenapa, tapi bukan sekali-dua kali saya membaca olokan kepada OKB alias Orang Kaya Baru yang katanya norak. Biasanya nih para OKB dibanding-bandingkan dengan old money atau mereka yang sudah sejak dulu kaya raya.
Oke, oke, saya paham banget kalau banyak tingkah OKB yang pantas dianggap norak. Misalnya memakai perhiasan mentereng tidak pada tempatnya sampai pamer membeli barang branded yang bagi old money biasa aja.
Cuma gini lho, saya rasa kenorakan OKB itu masih bisa dimaklumi. Saya bilang begini juga tidak sekadar sok bijak kok. Sebab saya punya saudara yang bisa dibilang OKB juga.
Saudara saya itu, sebut saja namanya Mbak Mawar, adalah sepupu saya yang dilahirkan dari keluarga serba terbatas. Saya masih inget banget waktu Mbak Mawar ini naik sepeda onthel sendiri sementara yang lainnya naik motor. Saya juga inget banget waktu Mbak Mawar tak bisa ikut les privat sementara saudaranya yang lain ikut les.
Di keluarga besar, nasib saya dan Mbak Mawar sebelas dua belas. Jadi saya cukup paham apa yang dia rasakan. Iya, kami sering iri dengan saudara-saudara lain yang lebih beruntung. Untungnya sih kami sekadar iri dalam hati saja dan tidak sampai benci. Saya kira perasaan tersebut manusiawi sekali.
Bertahun-tahun berlalu, saya dan Mbak Mawar jarang berjumpa. Lebaran tahun lalu adalah pertama kali saya bertemu dengannya setelah berbulan-bulan hampir lost contact. Yang mengejutkan tentunya adalah perubahan kondisi Mbak Mawar yang menurut saya makin segar dan kinclong.
Cerita punya cerita, ternyata kakak sepupu saya itu sekarang punya usaha yang cukup baik. Dia mendirikan UKM baju balita. Awalnya hanya diperdagangkan via IG ke teman-temannya. Namun saat ini, ia sudah punya market yang besar.
Atas usahanya itu, status ekonomi Mbak Mawar bisa dibilang naik drastis. Dari yang dulunya suka ngeluh rumah kontrakannya bocor, sekarang malah sudah beli rumah. Dari yang dulu tak punya TV, eh sekarang TV-nya besar sekali.
Oke, Mbak Mawar memang bukan OKB yang benar-benar kaya. Tapi menurut saya, dia sudah sangat berhasil mengubah nasibnya. Sayangnya, kondisi Mbak Mawar itu tak lepas dari sindiran beberapa keluarga saya yang lain. Ada yang bilang Mbak Mawar suka pamer di IG soal usahanya yang laris. Dan ada pula yang komplen katanya Mbak Mawar sekarang sok sibuk waktu diajakin ketemuan.
Yah, sebagai orang yang tidak memiliki IG, saya sendiri merasa agak lucu waktu pertama kali melihat postingan Mbak Mawar yang terlalu banyak membahas usahanya. Tapi, di sisi lain saya juga paham banget bahwa Mbak Mawar membutuhkan validasi.
Iya, validasi, Gaes. Menurut saya, hal inilah yang jarang dipahami orang-orang yang sudah kaya sejak lahir. Buat old money, punya usaha sukses itu biasa aja. Wong bapak emak dan buyut mereka sukses semua. Mereka juga tidak merasa membutuhkan pengakuan orang lain. Toh, selama ini mereka sudah diakui sebagai orkay.
Hal ini berbeda dengan OKB. Banyak sekali OKB yang berangkat dari situasi minim privilege. Selama hidup, mereka harus memendam rasa iri ketika orang lainnya bisa menikmati ini dan itu.
OKB tidak mendapatkan kekayaan dengan mudah dan cuma-cuma. Makanya, saya bodo amat sama kenorakan OKB dan tetap temenan sama Mbak Mawar meski orang-orang bilang dia sekarang nyebelin.
Buat saya, asal si OKB tidak toksik seperti membully orang miskin yang gagal sukses, saya sih akan biasa dengannya. Dia tetap akan jadi teman sekaligus saudara saya. Kalau cuma masalah norak, nanti juga lama-lama hilang setelah mendapatkan validasi yang cukup. Jadi udahlah yah, ndak perlu berlebihan dengan OKB-shaming sambil mendewa-dewakan kesederhanaan old money.
Penulis: Nar Dewi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGAÂ Rodrygo, The Starboy