Akhir-akhir ini saya perhatikan di berita mulai banyak beberapa kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang daerahnya kedatangan pabrik-pabrik asal luar negeri. Salah satu contohnya adalah Kabupaten Batang yang memiliki Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, katanya di sana bakal dibangun pabrik LG dan Foxconn.
Selain Batang, di Jepara juga mulai menjamur pabrik-pabrik garmen yang memproduksi berbagai macam produk fesyen. Dalam jangka pendek, saya rasa keberadaan pabrik ini baik bagi perekonomian masyarakat sekitar sebab semakin banyak kesempatan kerja dan perputaran ekonomi di sana.
Akan tetapi, untuk jangka panjang menurut saya ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh warga sekitar karena kedatangan pabrik. Mungkin ini bisa dikatakan sebagai saran dari saya yang sejak lahir dan besar di kawasan industri Cikarang. Agar dalam jangka panjang keberadaan pabrik ini nggak merugikan masyarakat sekitar. Berikut adalah saran-saran dari saya:
#1 Jangan menjual semua tanah produktif
Asal kalian tau, dulu Cikarang dan Karawang itu terkenal sebagai daerah lumbung padinya Jawa Barat. Memang waktu saya kecil dulu masih banyak sawah di sekitar rumah saya. Sayangnya seiring dengan semakin banyaknya pabrik dan kebutuhan tenaga kerja. Sawah-sawah tersebut banyak disulap menjadi perumahan-perumahan yang target konsumennya adalah para pekerja pabrik.
Sekarang nggak sedikit keturunan para pemilik sawah yang bingung mau bekerja apa. Sebab pabrik yang mereka harapkan sebagai tempat bekerja, persaingannya sudah semakin ketat. Terlebih banyak pengurangan pekerja yang dilakukan pabrik karena efek pandemi covid-19. Mereka juga sudah nggak memiliki tanah sebagai modal produksi yang bisa mereka garap.
Memang, nominal uang ganti untung tanah begitu besar, dan itu bukan godaan yang mudah diabaikan. Tapi, pikir lagi efeknya di masa depan.
#2 Wajib melestarikan keahlian khas daerah
Secara alami, keahlian mengelola sawah seharusnya adalah keahlian wajib yang dimiliki oleh banyak pemuda Cikarang. Sebab memang dulunya pertanian khususnya padi adalah sumber mata pencarian utama di sana. Dengan keberadaan pabrik, para pemuda Cikarang lebih memilih berbondong-bondong bekerja di pabrik dan meninggalkan profesi nenek moyangnya.
Nggak salah sih, tapi kemampuan pabrik menyerap tenaga kerja itu ada batasnya. Pada titik tertentu pabrik sudah semakin jarang membuka lowongan kerja karena kebutuhannya sudah terpenuhi.
Di saat yang sama keahlian mengelola sawah, sudah jarang dimiliki oleh pemuda Cikarang. Sekarang pemuda yang belum bisa tertampung di pabrik malah bingung mau ngapain. Belajar dari hal tersebut, saya harapkan warga Jawa Tengah tidak lupa akan kulitnya. Misalnya jika daerahnya memang terkenal dengan ukiran, jangan pernah malu belajar mengukir dan memiliki keahlian ukir. Mungkin sekarang belum berguna karena sudah memiliki pekerjaan di pabrik, tapi ke depannya mungkin bisa diwariskan ke anak cucu untuk berjuang dan bertahan hidup.
#3 Melestarikan lingkungan
Dengan semakin banyak dibangunnya pabrik-pabrik di berbagai daerah Jawa Tengah, maka kemungkinan pencemaran akibat limbah pabrik akan semakin meningkat. Sebaiknya sejak awal pemerintah daerah maupun warga sekitar pabrik untuk sesegera mungkin meminimalisir risiko tersebut. Jangan sampai, ketika lingkungannya sudah tercemar baru kelabakan mencari solusi, karena keberadaan lingkungan yang asri merupakan hal yang wajib dijaga untuk generasi muda.
#4 Jangan membatasi mimpi
Hal yang membuat saya iri kepada beberapa teman saya saat kuliah di Jawa Tengah adalah mimpi mereka yang nggak terbatas sebagai pekerja saja. Ada yang membangun usaha es boba, peternakan ikan, perkebunan sayur, bisnis makanan, dan lain sebagainya. Hal berbanding terbalik dengan kondisi saya saat di Cikarang. Banyak teman saya yang mimpinya hanya sebatas bekerja di pabrik tempat bapaknya bekerja saja.
Setelah saya renungkan kembali, saat saya masih SMP pernah juga bermimpi untuk bekerja di pabrik. Bagaimana nggak bermimpi seperti itu? Orang tua saya pekerja pabrik, tetangga saya juga, bahkan keluarga besar saya yang tinggal di Cikarang dan sekitarnya pun sama. Apalagi saat saya masih SMP melihat anak muda yang baru bekerja di pabrik sudah bisa membeli motor idamannya, sungguh begitu menggiurkan.
Bentar-bentar, jangan salah terima kalimat saya dulu. Begini, jadi pekerja pun nggak ada salahnya. Sama sekali nggak salah. Hanya saja, kalau ada kesempatan lain terbuka, baiknya dicoba. Tapi, kalau memang mau bekerja, ya gas saja.
Begitu sekiranya saran-saran saya agar daerah yang diserbu pembangunan pabrik nggak kehilangan identitas asli para penghuninya. Jangan sampai cerobong yang membumbung bikin Anda bingung dengan diri Anda sendiri.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Stereotip Buruh Pabrik yang Perlu Dikoreksi