Stasiun Klaten perlu memperhatikan beberapa hal ini agar makin lebih baik
Sejak tahun 2014, tepatnya saat pertama kali merantau ke luar kota, saya sudah menjadi penumpang setia kereta api Prambanan Ekspress (Prameks). Mulai dari Prameks Kuning ala SpongeBob, Prameks Batik, sampai Prameks Angry Bird. Bahkan, sejak para penumpang Prameks masih barbar dan hobi bawa kursi sendiri pun, saya juga sudah pernah merasakannya.
Bagi saya, kereta adalah moda transportasi paling mudah dan praktis. Sebagai warga Klaten yang kerap bepergian ke Solo maupun Jogja, kehadiran KRL kini sangat membantu mobilitas saya. Cukup dengan menggunakan satu kartu akses, saya tidak perlu lagi cemas mengantri tiket di depan loket.
Kemudahan dan kepraktisan ini tentu saja membuat saya lebih bersemangat untuk datang ke Stasiun Klaten, yang kebetulan jaraknya lumayan dekat dari rumah saya. FYI, Stasiun Klaten letaknya ada di Jl. K.H. Samanhudi No. 53, Tonggalan, Klaten Tengah, Klaten. Lokasinya cukup strategis, yaitu dekat dengan jalan menuju pusat kota dan Terminal Ir. Soekarno yang ada di bagian selatan.
Namun, selama ini saya nggak pernah betah berlama-lama menunggu di Stasiun Klaten. Selain karena terbiasa berangkat mepet jadwal, saya juga merasa kurang klik dengan kondisi fasilitas yang ada di sana. Maka, barangkali bisa jadi bahan pertimbangan evaluasi, saya ingin mengajukan beberapa saran perbaikan fasilitas untuk Stasiun Klaten.
#1 Fasilitas parkir yang aman dan nyaman
Iya, saya tahu kok kalau stasiun Klaten baru saja memperluas area parkirnya. Tapi, hanya sekadar diperluas. Sementara atapnya? Bolong.
Kondisi ini kerap menyusahkan para pengunjung stasiun yang ingin menitipkan motornya di parkiran. Gimana nggak, kendaraan beserta helm yang mereka letakkan di atas motor sangat mungkin berakhir basah kuyup saat ditinggalkan empunya naik kereta.
Memang sih, ada area parkir yang atasnya tertutupi, tapi space-nya minim sekali. Padahal jumlah motor di stasiun jauh lebih banyak dari area parkir yang atapnya tertutup. Tiap kali saya datang ke stasiun pun, area parkir itu sudah sesak oleh motor. Kalau sudah begitu, saya hanya pasrah memarkirkan motor saya di area terbuka sambil berdoa supaya helm saya nggak kehujanan.
Belum lagi petugas parkir yang jarang sekali kelihatan. Sudah areanya terbuka tanpa CCTV, petugas parkirnya pun juga ilang-ilangan. Kalau kondisi area parkir sedang padat, rasanya sulit sekali mengeluarkan motor tanpa bantuan petugas parkir.
#2 Pengadaan mesin ATM
Sampai sekarang, Stasiun Klaten masih belum menyediakan mesin ATM. Padahal di era serba cepat ini, kehadiran mesin ATM sangat membantu hajat hidup orang banyak. Bayangkan betapa susahnya jika kalian datang ke stasiun tanpa kendaraan pribadi, tapi perlu menarik beberapa uang tunai sebelum naik ke kereta. Mau nggak mau, kalian harus pergi ke luar mencari ATM yang letaknya nggak sedekat itu untuk diakses dengan jalan kaki.
Padahal, cara paling umum untuk mengisi saldo KMT (Kartu Multi Trip) KRL saja masih melalui mesin dan loket. Meski kabarnya juga bisa melalui aplikasi KRL Access, tapi cara itu hanya bisa dilakukan menggunakan ponsel yang memiliki fitur NFC. Cara lainnya lagi? Ya melalui ATM.
Lagi pula, nggak semua orang selalu menyimpan saldo di KMT. Kartu ini bukanlah kartu sakti yang bisa digunakan untuk bertransaksi di luar urusan perjalanan kereta. Kartu ini juga nggak bisa disamakan dengan dompet digital seperti OVO, Gopay maupun SPay, sehingga saya rasa orang-orang hanya akan mengisi saldo KMT saat hendak melakukan perjalanan menggunakan KRL saja.
Ditambah lagi, pengunjung stasiun isinya nggak hanya anak muda yang sat-set das-des, tapi banyak juga orang tua sepuh yang—bahkan saat memesan tiket kereta—masih harus didampingi oleh petugas KAI. Selain karena tidak memiliki aplikasi mobile banking, mereka juga lebih familier bertransaksi menggunakan mesin ATM.
#3 Pengadaan minimarket dan kios makanan
Fasilitas ketiga yang nggak kalah penting adalah adanya minimarket dan kios makanan. Selama dua hal itu belum terpenuhi, menunggu kereta datang akan jadi hal yang amat membosankan. Stasiun Klaten nggak punya satu pun minimarket. Nggak harus Indomaret atau Alfamart deh, toko sederhana yang menjual keperluan sehari-hari saja nggak ada. Padahal, minimarket semacam itu sangat bermanfaat bagi orang-orang yang sering kelupaan membawa air mineral dan tisu (contohnya saya).
Satu-satunya kios yang tersedia di Stasiun Klaten adalah Roti’O. Jadi, mau nggak mau, setiap orang yang lapar hanya bisa mengganjal perut dengan roti-rotian dan minuman dari Roti’O. Jangan harap kalian menemukan nasi rames, ayam goreng, atau makanan-makanan kekinian seperti di stasiun lain.
#4 Pick Up point ojek online yang dekat dengan stasiun
Meskipun ojek online dan ojek pengkolan nggak akan pernah bersatu, tapi saya merasa area Stasiun Klaten hanya dikuasai oleh ojek pengkolan. Memang sih, mereka sudah menurunkan tarif hingga jadi lebih masuk akal, tetap saja kita sebagai penumpang merasa sungkan saat ingin menyamakan tarif mereka dengan tarif yang ada di aplikasi ojek online.
Misalnya saja, sebelum ada ojek online, saya bisa merogoh kocek sekitar Rp20 hingga Rp25 ribu untuk naik ojek pengkolan dari stasiun ke rumah. Sementara menggunakan ojek online, saya hanya perlu membayar Rp11 ribu saja. Lumayan kan, selisihnya? Tapi, pekewuh saja rasanya kalau mesti menurunkan harga sejauh itu pada mereka yang terbiasa menerima upah besar dalam sekali antar.
Selain itu, pick up point ojek online di Stasiun Klaten ini jaraknya jauh banget. Saya bahkan pernah order GoRide dan harus berjalan hingga ngos-ngosan demi mencapai titik penjemputan yang lokasinya lebih jauh dari Polsek Klaten. Saya nggak habis pikir, kenapa layanan yang hashtagnya #GakPakeLama ini justru bikin saya jalan kaki lama banget.
Belum lagi potensi di-catcalling dan disorakin oleh ojek-ojek pengkolan dan tukang becak sekitar gara-gara memilih untuk berjalan kaki menghampiri ojol. Wah, itu jauh lebih menyebalkan. Saya paham, di satu sisi, para driver online nggak bisa berbuat apa-apa karena mereka takut kena palak ojek pengkolan, sementara di sisi lain, ojek-ojek pengkolan ini juga nggak mau berbagi ruang. Akhirnya, ya penumpangnya yang jadi korban.
Dari beberapa saran di atas, saya pikir sudah saatnya Stasiun Klaten benar-benar berbenah ke arah yang jauh lebih maju. Meskipun hanya stasiun kecil, namun ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang baik tetap akan menjadi parameter penting yang tidak bisa diabaikan. Bagaimanapun, pengunjung akan tetap memberikan nilai berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan. Baik pengalaman baik, atau malah pengalaman buruk yang tidak ingin mereka kenang.
Penulis: Farahiah Almas Madarina
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Klaten, Kota Indah yang (Sialnya) Terjepit Jogja dan Solo