Dear mantan, Mbak V, maaf kalo lagi-lagi aku kirim pesan lewat tulisan ini karena sudah malas berhubungan lewat medsos dan nomor HP sejak 9 tahun silam. Aku nggak mau tahu kabarmu bagaimana, kalo baca surat ini, berarti kamu masih hidup dan pasti bahagia dengan pasangan barumu.
Kamu ingat, dulu kita sering membahas masa depan kalo kita benar-benar sudah nikah? Kamu pernah punya mimpi setelah nikah jadi ibu rumah tangga. Seseru itu obrolan kita, bahkan sering bahas kamu mau punya anak berapa, mau anak pertama cewek atau cowok. Waktu itu, aku yakin karena kita bakal langgeng sampai lulus nikah dan bisa bersama sampai satu sama lain sudah mengalami penuaan.
Meskipun sering konflik dan kembali damai, aku tetap menahan rasa sakit karena konflik. Saat itu aku yakin untuk mencapai kebahagiaan harus melewati jalan terjal dulu.
Tapi, ternyata nggak sampai nikah apalagi tunangan, kita cuma 1 tahun lebih 8 bulan, setelah itu kita tanpa penghormatan balik kanan bubar jalan.
Mentertawai kebodohanku sendiri
Memang, aku harus menahan rasa sakit yang jauh lebih dahsyat, tetapi aku mencoba untuk bangkit dengan luka yang masih menganga, luka yang membuatku trauma jatuh cinta.
Bertahun-tahun setelah kita putus, aku menertawakan kebodohanku sendiri, mengapa kita terlalu jauh untuk membahas pernikahan sedang jalan kita masih panjang. Aku terlalu tolol karena terlalu dini untuk merencanakan masa depan yang belum tentu akan terwujud, terlebih kita saat itu terlalu muda untuk membicarakan hal itu.
Bisa saja kalo kita putus tengah jalan dan jadi mantan atau salah satu dari kita dipanggil untuk pindah alam selama-lamanya, yang namanya umur nggak ada yang tahu kan?
Dari sini, aku belajar untuk jangan terlalu berharap pada masa depan karena aku hidup cuma untuk hari ini, sedangkan masa depan masih abstrak dan misteri. Harusnya, aku fokus dengan “hari ini” yang sekarang menjelma menjadi masa lalu dan fokus dengan mendewasakan diri daripada membahas hal yang belum tentu terjadi.
Dear sang mantan, maafkan aku kalo dulu sering bahas urusan pernikahan masa depan yang membuat pikiranmu terbebani dan juga aku kalo terkesan konyol. Aku yakin kalau kamu akan melanjutkan mimpi yang pernah kita bangun, tapi bukan dengan aku, tetapi dengan pasanganmu di kemudian hari.
Bakar undangan itu, kita adalah mantan
Pesanku cuma satu, nggak perlu kirim undangan nikahmu ke aku karena perih membayangkan mimpimu terkabul, tetapi bukan bersamaku. Sekalipun kamu masih ingat alamat rumahku di mana, jangan pernah tulis namaku di kolom nama pada undangan nikah kamu bersama orang lain di suatu waktu nanti.
Kenapa? Karena senyumanmu di atas pelaminan bersama orang selain aku adalah seburuk-buruknya senyuman yang kulihat seumur hidupku. Bahagiamu bersama laki-laki yang akan menjadi suamimu di suatu saat adalah neraka bagiku, lebih perih daripada tertusuk jarum atau pecahan kaca.
Kebanggaanmu memiliki anak dengan pria lain sebagai ayahnya adalah seburuk-buruknya kabar yang kudengar, jauh lebih buruk dari kabar kematian.
Dengan undanganmu yang kamu paksakan untuk diberikan padaku, mantanmu, artinya sama dengan menginjak-injak aku dan kalian tertawa di atas penderitaanku. Sekalipun kamu anggap sebagai silaturahmi. Dan aku nggak tahu sampai kapan luka batin ini masih terjaga sempurna seperti pusaka keraton. Pun sampai kapan pula aku enggan untuk jatuh cinta lagi dan menikah.
Sudahlah, jangan pernah ingat aku lagi saat menjelang hari bahagiamu bersama penggantiku, biarkan aku tetap merawat luka yang tidak kunjung kering ini.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tutorial Balikan dengan Mantan buat Kalian yang Gagal Move On