Sabda Palon, Sebuah Perjanjian Antara Syekh Subakir dengan Mbah Semar

bahasa jawa krama inggil syekh subakir jawa tumbal ki semar mojok

bahasa jawa krama inggil syekh subakir jawa tumbal ki semar mojok

Nama Syekh Subakir sudah tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Beliau dikenal sebagai orang yang berhasil menumbali Pulau Jawa yang terkenal angker dan wingit. Beliau juga berhasil bernegosiasi dengan Danyang Jawa, sang pelindung gaib tanah Jawa, untuk menyebarkan Islam di Jawa dengan beberapa syarat. Lantas apa saja syarat yang harus dipenuhi Syekh Subakir?

Di dalam kitab Musarar diceritakan bahwa pada masa dahulu Pulau Jawa terkenal sangat angker dan kondisinya tak karuan. Pengaruh magis di tanah Jawa masih begitu kuat di mana banyak jin dan setan menghuni setiap sudut tanah Jawa yang saat itu masih berbentuk hutan belantara. Suatu hari, Sultan Turki saat itu yaitu Sultan Muhammad I mendapatkan petunjuk untuk melakukan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Maka diutuslah rombongan para alim ulama’ untuk mendatangi Pulau Jawa guna syi’ar Islam. Sayangnya, hampir seluruh rombongan tersebut tewas dikarenakan perbuatan para lelembut penduduk tanah Jawa yang tidak mau menerima ajaran Islam.

Mendengar kegagalan utusan yang dikirimnya, membuat Sultan Muhammad I sedikit gusar. Akhirnya ia pun memerintahkan seseorang yang terkenal alim, ahli ruqyah, memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia ghaib, serta memiliki keahlian dalam membabat tanah yang angker. Dialah Syekh Subakir yang memiliki nama asli Syekh Tambuh Aly bin Syekh Baqir. Lelaki yang berasal dari tanah Persia atau yang sekarang lebih dikenal dengan Negara Iran.

Setelah mendapat perintah Sultan, Syekh Subakir langsung berlayar ke Pulau Jawa. Namun, sebelum sampai ke Pulau Jawa, beliau terlebih dahulu mampir ke Praja Keling, sebuah daerah yang diduga terletak di India, untuk mengajak penduduk di Praja Keling agar mau menempati Pulau Jawa. Sekitar 20 ribu penduduk Praja Keling turut serta dalam pelayaran Syekh Subakir menuju Pulau Jawa.

Sesampainya di Pulau Jawa, Syekh Subakir langsung menuju ke Gunung Tidar yang diyakini sebagai titik pusat dari tanah Jawa. Di puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir memasang tumbal berupa batu hitam yang sudah dirajah. Batu tersebut dikenal dengan nama Aji Kalacakra yang mampu menetralisir daya magis negatif dari bangsa jin. Selama tiga hari tiga malam, batu tersebut mengeluarkan hawa yang sangat panas. Sehingga membuat para lelembut terpaksa menyingkir ke Laut Selatan Jawa.

Kegegeran di dunia gaib pun mengusik ketenangan Ki Semar Badrayana, sang danyang tanah Jawa, yang selama ribuan tahun khusyuk bertapa. Selanjutnya terjadilah adu kekuatan antara Syekh Subakir dengan Ki Semar selama 40 hari 40 malam. Sebab sama-sama kuatnya, akhirnya Ki Semar menawarkan sebuah perundingan kepada Syekh Subakir yang mana menghasilkan sebuah perjanjian yang terkenal dengan sebutan perjanjian Sabda Palon.

Syekh Subakir menyampaikan maksud kedatangan beliau ke tanah Jawa guna menyebarkan ajaran Islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai pamungkas agama samawi. Kemudian Ki Semar pun memperbolehkan Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam di tanah yang ia lindungi. Namun, dengan beberapa syarat.

Pertama, penyebaran ajaran Islam tidak boleh dilakukan dengan cara paksaan apalagi dengan jalan peperangan. Penyebaran Islam di tanah Jawa harus dilakukan dengan cara halus dan memberikan keleluasaan bagi penduduk Jawa untuk memilih masuk ke dalam agama Islam atau tetap meyakini kepercayaan sebelumnya.

Kedua, akulturasi antara Islam dengan budaya Jawa dalam pendirian tempat peribadatan. Meskipun tempat peribadatan tersebut dari luar memiliki gaya asli Jawa, namun di dalamnya ajaran-ajaran Islam disebarluaskan.

Ketiga, kerajaan Islam diperbolehkan berdiri di tanah Jawa. Tapi, raja pertama haruslah anak campuran. Maksudnya orang tua sang raja memiliki campuran agama. jika bapak Hindu, ibu Islam. Sebaliknya jika bapak Islam, ibu Hindu.

Keempat, tidak boleh mengubah orang Jawa menjadi orang yang kearab-araban. Biarkanlah padi tetap ditanam di sawah dan kurma tetap ditanam di padang pasir. Orang Jawa harus tetap menjadi Jawa dengan segala budi pekerti dan kepribadian asli orang Jawa. Jika orang Jawa sampai hilang “Jawanya”, 500 tahun lagi Ki Semar berjanji akan muncul lagi dengan membuat goro-goro.

BACA JUGA Keumalahayati, Inong Balee, dan Akhir Tragis Cornelis de Houtman dan tulisan Annisa Herawati lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version